Sering kali masyarakat yang berpikir kritis namun tak memiliki keberanian untuk mengungkapkan isi pikiran mereka karena merasa tak mempunyai latar belakang yang cukup untuk mendukung keberaniannya, bisa terwakili oleh sejumlah atau sekelompok orang yang berani melakukan kritik dengan berisik. Â
Orang-orang yang selalu tampak berani bahkan terkesan siap mengorbankan jiwa dan raga dalam melakukan kritisi terhadap pemerintah atau kepada siapa pun yang bertindak sewenang-wenang atau berlaku tidak adil.
Yakni orang-orang yang berani melakukan kritisi dengan lantang tanpa rasa takut, dan umumnya adalah mereka yang mempunyai prinsip-prinsip idealisme dan cenderung terafiliasi dengan intelektualitas atau tergabung dalam sebuah lembaga komunitas.Â
Namun sejalan dengan bergulirnya waktu, idealisme tak ada yang abadi. Coba tengok saja misalnya orang-orang yang pernah disebut-sebut sebagai aktivis 98, yang dengan begitu lantang, berani dan tak tergoyahkan meski peluru atau moncong tank baja dihadapkan pada mereka.
Kini jangankan tank baja atau peluru, tersengat kritik balik sedikit saja mereka meradang bahkan terkesan hendak menyerang. Bukan, bukan lantaran mereka mengaktifkan kembali daya juang akan insting 98 ketika jiwa-jiwa mereka terkoyak mendengar dan melihat puluhan hingga ratusan teman-teman mahasiswa diculik dan tak balik tak tentu rimba dan jasadnya.
Juga bukan untuk membela kepentingan umum atau hak rakyat yang senantiasa dipermainkan oleh penguasa, pejabat dan aparat oleh kebijakan-kebijakan tak berpihak serta kesewenang-wenangan dan ketidakadilan. Bukan. Sebab mereka sekarang berada di dalam, menjadi abdi dan pengbadi yang masuk ke dalamnya atas budi balas jasa.Â
Tidak semua memang, hanya beberapa orang. Beberepa dari mereka yang dulunya di 98 saat berada di luar pemerintahan teramat berisik dan tajam begitu melakukan kritisi terhadap pemerintah atau siapa pun. Garang bagai macan. Garang yang sama yang dimiliki oleh hampir setiap orang saat mereka berada di luar pemerintahan.
Ironinya, akan berbeda ketika mereka berada di dalam. Saat di luar tajam, ketika sudah berada di dalam lidah membeku, bibir kelu dan hati nurani mati. Tumpul untuk rakyat. Tak ada lagi idealisme, yang ada hanya kecenderungan untuk kepentingan pribadi dan kelompok. Â Â Â Â Â
Dalam dunia hukum selama ini dikenal istilah 'Tajam ke Bawah Tumpul ke Atas'. Kalimat ini kerap digunakan untuk menggambarkan ketidakadilan yang terjadi dalam penegakan hukum di Indonesia.Â
'Tajam ke bawah', yang dimaksud adalah ketika hukum yang diterapkan sangat tegas, sangat berdaya hingga mampu memperdaya kalangan bawah atau masyarakat tidak mampu.Â