Sejak tahun 1945, kolaborasi antara orangtua dan guru sudah berjalan dengan jalinan tali silaturahmi yang bertujuan untuk mempererat hubungan antara orangtua dan guru melalui organisasi POMG (Persatuan Orangtua Murid dan Guru).
Seiring berjalannya waktu jalinan silaturahmi antara orangtua dan guru mengalami suatu kendala hingga berubah nama menjadi POM,(Perkumpulan Orangtua Murid) saja tanpa guru.
Di era orde baru, diganti menjadi BP3 (Badan Pembantu Penyelenggara Pendidikan) yang bertujuan meningkatkan hubungan erat, kerja sama serta tanggung jawab antara keluarga, masyarakat dan pemerintah untuk menyempurnakan kegiatan pendidikan. Tetapi di sini tidak disebutkan sosok guru secara spesifik.
Selanjutnya dikenalkan istilah MBS (Manajemen Berbasis Sekolah), yang pada penerapannya adalah pembentukan KS (Komite Sekolah). Komite Sekolah sendiri adalah lembaga mandiri yang beranggotakan orangtua/wali, peserta didik, komunitas sekolah serta tokoh masyarakat yang peduli pendidikan.
Meskipun berdasarkan keanggotaan, pada Komite Sekolah lebih banyak anggota yang terlibat dengan jangkauan tampak lebih luas, tetapi saya pribadi lebih memilih organisasi POMG sebagai bentuk kolaborasi yang tepat bagi orangtua murid dan guru dalam pelaksanaannya.Â
Bagi saya peran POMG lebih fokus pada tujuan untuk menumbuhkembangkan anak sebagai peserta didiknya karena keterlibatan yang lain merupakan bagian dari pendukung pendidikan.Â
Dikutip dari buku Membangun Kemitraan Antara Sekolah dan Orangtua karya Dr. Taufiq Rihatno, dkk. Berikut peran orangtua sebagai POMG:
1. Fasilitator; orangtua menggunakan segala kemampuannya sebagai penyedia fasilitas untuk mendukung kebutuhan pembelajaran anak.
2. Katalisator; pentingnya kehadiran orangtua terhadap sesuatu yang menyebabkan terjadinya perubahan atau menimbulkan kejadian baru selama proses pembelajaran anaknya berlangsung.Â
3. Â Komunikator; orang tua mampu berperan sebagai penghubung anatara para pemangku kepentingan dunia pendidikan, guru dan anaknya.