Gagasan dalam naskah ini bersumber dari diskusi dengan Sri Wintala Achmad (penulis buku budaya, sejarah, filsafat, dan sastra)
Sering dipahami bahwa istilah budaya bersumber dari dua kata yakni budi dan daya. Berpijak dari pemahaman tersebut, budaya merefleksikan kekuatan budi manusia.
Pengertian lain, budaya merupakan kekuatan kolaboratif akal dan rasa manusia di dalam memertimbangkan baik-buruknya suatu sikap, perilaku, tindakan, kebiasaan, atau karya yang diciptakan. Karenanya, budaya mencakup sistem politik, sistem agama, adat-istiadat, kesenian, sastra, dll.
Mengingat makhluk Tuhan yang memiliki akal dan rasa hanya manusia, maka budaya tidak ada di dalam dunia flora dan fauna. Manusia yang dimaksud di sini bukan sekadar bersifat individual (tunggal) melainkan pula dapat bersifat komunal (plural). Wajar bila kemudian muncul istilah budaya masyarakat lokal, nasional, Timur, atau Barat.
Sebagai refleksi kekuatan budi di dalam memertimbangkan nilai-nilai baik dan buruk, budaya di dalam suatu masyarakat bersifat positif. Tidak cerdas bila kita menyatakan budaya positif yang secara tersirat mengakui adanya budaya negatif. Sungguhpun secara tidak arif, terdapat seseorang (masyarakat) yang mengklaim bahwa budayanya lebih baik dari budaya orang (masyarakat) lain.
Seirama gerak roda zaman, budaya yang diwariskan para leluhur pada generasinya lambat-laun tidak dapat dipertahankan kemurniannya. Bahkan sewaktu datangnya era globalisasi, budaya masyarakat dari daerah (negara) satu dengan masyarakat dari daerah (negara) lain mengalami interaksi dan percampuran hingga terwujud budaya baru.
Secara ideal, generasi bukan hanya melestarikan budaya warisan leluhurnya, namun pula memfilter budaya asing yang masuk di lingkungannya. Hal ini dilakukan karena tidak semua budaya asing selaras dengan budayanya sendiri. Di samping, budaya asing yang dipahami secara salah kaprah akan menghancurkan karakter dan peradaban mereka.
Dalam upaya memfilter budaya, terdapat banyak teori yang dapat diterapkan. Salah satu terori yakni memerkenalkan budaya sendiri (lokal, regional, atau nasional) yang dilakukan guru kepada siswa atau orang tua kepada anak. Tentu, budaya bukan sekadar dikenalkan melalui lisan atau teks (narasi atau deskripsi), namun pula dalam bentuk contoh nyata.
Sebab, mungkinkah orang tua atau guru tidak berbudaya akan melahirkan generasi (siswa) berbudaya? Logiskah lingkungan sekolah akan berbudaya bila lingkungan keluarga (masyarakat) di mana siswa tinggal  tidak berbudaya? Jawabnya, kemungkinan sangat mustahil.
***
Â