Nama Dedi Mulyadi akhir-akhir ini menjadi perbincangan banyak orang di Indonesia. Mulai dari pengemudi ojek daring, anak-anak sekolah, hingga ibu-ibu di kampung, semuanya memperbincangkan Gubernur Jawa Barat ini.
Warganet juga tidak ketinggalan heboh membahas segala kebijakan Dedi Mulyadi di Tatar Sunda. Saking seringnya dipercakapkan di media sosial, Demul (singkatan nama Dedi Mulyadi) menjadi trending topic X beberapa waktu lalu. Nama "Dedi Mulyadi" pun menjadi nama paling dicari atau terpoluler di mesin pencarian Google dalam beberapa bulan terakhir.
Sejumlah warganet bahkan berseloroh untuk mengirimkan Dedi Mulyadi ke daerah yang mana kepala daerahnya dianggap tidak bisa membenahi persoalan di daerah yang dipimpin. Meme parodi pernyataan Dedi Mulyadi pun bertebaran di lini masa, seperti "kirim ke barak bagi mereka yang sering menawar murah barang dagangan" dan seterusnya.
Populernya Dedi Mulyadi di masyarakat dewasa ini tidak terlepas dari sejumlah kebijakannya yang menarik perhatian (serta kontroversial bagi beberapa kalangan), mulai dari syarat vasektomi sebagai syarat masyarakat miskin mendapatkan bantuan sosial, mengirim siswa bermasalah ke barak militer, melarang study tour dan wisuda bagi siswa, hingga yang terbaru akan memberikan gaji 10 juta rupiah kepada warga Jakarta apabila menjadi Gubenur Daerah Khusus Jakarta.
Terkait vasektomi, Dedi mengklarifikasi bahwa pernyataan yang ia utarakan di media sosial itu merupakan bentuk anjuran atau saran dan bukan keharusan.
Ketenaran Dedi Mulyadi di kalangan masyarakat -- tidak hanya di Jawa Barat tapi juga daerah lain di Indonesia -- tidak terlepas dari sejumlah langkahnya yang mewakili atau mempresentasikan orang kebanyakan.
Pengiriman anak bermasalah ke barak militer sebenarnya mirip dengan apa yang dilakukan banyak orang tua di Indonesia. Alih-alih mendidiknya di dalam keluarga dengan sungguh-sungguh, mereka justru mengambil cara instan dengan mengirimkan ke institusi pendidikan tertentu untuk didisplinkan. Akar masalah mengapa anak bisa nakal justru dikesampingkan.
Soal kebijakan pelarangan study tour dan wisuda, Dedi mengakomodir sebagian orang yang memang merasa keberatan dengan adanya kegiatan tersebut. Biaya study tour untuk sebagian orang membebani orang tua karena di waktu yang bersamaan harus mempersiapkan dana untuk melanjutkan pendidikan si anak, seperti mendaftar ke sekolah menengah atas atau perguruan tinggi.
Apa yang dilakukan Dedi Mulyadi merupakan bentuk dari populisme. Oxford Learners Dictionaries mendefinisikan populisme sebagai jenis politik yang mengklaim mewakili pendapat dan keinginan rakyat biasa. Maka tidak mengherankan Dedi mem-branding dirinya sebagai Bapak Aing atau Bapakku dalam bahasa Indonesia.
Dikutip Sukabumiupdate.com, Bapak Aing mulai dikenal saat ia menjabat sebagai Bupati Purwakarta (2008 -- 2018). Julukan Bapak Aing muncul karena gaya kepemimpinannya yang dekat dengan rakyat, sering turun langsung ke lapangan, dan memberikan solusi bagi berbagai permasalahan masyarakat. Bapak Aing semakin dikenal luas melalui media sosial seiiring viralnya video konten dirinya bersama warga.