Mohon tunggu...
Sumarjiyati sumarjiyati
Sumarjiyati sumarjiyati Mohon Tunggu... Guru - Seorang Guru PAI SD. Aktif di komunitas Aisei dan Lagerunal.

Menulis baginya sesuatu yang buatnya bahagia, bahagia bisa berbagi, menulis bisa memanjangkan umur dan mengukir sejarah. Tulis yang kamu lakukan lakukan yang kamu tulis.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kau Tinggalkan Rindu di Tepian Senja

5 Oktober 2022   11:18 Diperbarui: 5 Oktober 2022   11:33 470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bulan Oktober adalah bulan dimana kita di satukan janji suci untuk sehidup semati. Alam semesta berbahagia melihat dua sejoli menyatu dalam balutan kasih sayang. Embun pagi menyelimuti, angin lembut menyapa tubuhku. Mentari pagi menyapa dengan sinarnya yang menghangatkan. Seperti tak ingin berlalu, aku dan kamu untuk menikmati masa indah itu.

Hari-hari indah bersamamu selalu menghiasi langkahku, Semangat baru untuk bisa menggapai mimpi-mimpi kita. Satu demi satu mimpi sudah dalam genggaman. Aku yang selalu minta perhatian lebih darimu. Sikap manjaku, sikap pengertianmu membuat kita selalu bisa  ukir senyum dalam lalui hari kita. Sesekali aku cemburu jika ada rekan kerjamu mengirim pesan di ponselmu padahal itu sebatas pesan untuk hal kerjaan.

Tak bisa aku pungkiri kamu pribadi yang di kagumi , ramah, cerdas, suka membantu dan juga selalu bisa menyesuaikan diri dimana kamu berada. Wajar jika memang aku memiliki sikap cemburu yang berlebih. Bersyukur bisa milikimu. Perhatianmu kasih sayangmu meluluhkan hatiku.

Ayah adalah panggilanku untukmu setelah Allah anugrahkan buah hati dalam rumah tanggaku. Bukan hanya seorang suami siaga kau juga seorang ayah yang siaga dan selalu bisa membuat istri dan anakmu tersenyum bahagia. Kau bisa bagi waktumu untuk kami.

"Yah, jika nanti Allah memanggilku dulu, ayah mau nikah lagi ga ?" Tanya ku di suatu sore saat sedang santai menikmati teh hangat diteras rumahku.

"Mama ngomong apa sih? Ga kita akan hidup sampai kakek nenek bersama jika memang harus pergi, biar aku yang di panggil Allah dulu" Sahutnya.

"Aku saja yang pergi dulu, aku ga bisa di tinggal ayah sendiri, nanti jika aku pergi ayah mau nikah lagi ya? Tanyaku lirih.

"Ga kita akan sama-sama terus, udahlah ga usah ngomongin hal ini ! Pintanya.

Seketika kau peluk aku dan putri kecilku. Kau tenangkan aku dengan usapan lembut dirambutku. Di kala senja itu kita nikmati indahnya dengan buah hati kita.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun