Mohon tunggu...
Simeon Sion
Simeon Sion Mohon Tunggu... Penulis - Aku Hidup karena Tuhan, Maka AKu hidup Untuk Tuhan

Tak Mau Sukses melalui cara Tak Halal

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Cerita FPI yang Belum Sirna

31 Desember 2020   14:23 Diperbarui: 31 Desember 2020   14:46 349
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Front Pembela Islam menjadi ormas yang menimbulkan perbantahan dinegeri ini. Klimaks kisahnya tanggal 30 Desember 2020 disaat pemerintah melalui Menkopolhukam secara resmi mengumumkan pembubarannya serta segala bentuk kegiatan dinegeri yang bertajuk Bhineka Tunggal Ika ini.

Apa mau dikata, negara ini adalah negara hukum segala warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum  tanpa memandang bulu siapa pelaku dan apa bentuk pelanggarannya terhadap hukum itu. 

Koar-koar negeri khilafah didalam negara demokrasi Indonesia mungkin belum tepat selagi negeri ini dibangun diatas fundamentalisme keberagaman agama, suku, ras maupun adat istiadat. Nenek moyang bangsa kita bukan berasal dari etnis atau agama tertentu melainkan sebaliknya. Tidak bisa kita memaksakan fakta sejarah yang pernah melukiskan perjalanan bangsa ini hingga 75 tahun kita mengenyam kemerdekaan.

Ada apa dengan Front Pembela Islam?

Ormas yang satu ini menjadi santer dipenghujung tahun 2020 ini. Lebih viralnya lagi ormas ini seolah-olah  bangkit dari tidur lama tatkala pempimpinnya Habib Rizieq Sihab kembali ke tanah air semenjak melarikan diri dari jeratan kasus pidana Chat Mesum yang menimpanya 2017 silam. 

Bola panas kasus inipun menggelinding dalam pusaran waktu yang tak menentu lantaran sang pemilik kasus tidak lagi berada di Indonesia. Kasusnya pun di SP3 POlda Metro Jaya sampai akhirnya Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memerintahkan untuk mencabut SP3 yang pernah dikeluarkan dan melanjutkan kasusnya. Kasusnya kemabli on. 

Status hukum inipun menambah derita sang habib yang saat ini sedang mendekam dalam tahanan POlda Metro Jaya atas kasus Pelanggaran Undang-undang Karantina Kesehatan. Dua poin pidana yang disangkakan dalam dua kasus ini cukup membuat para pengikut Imam Besar Habib Rizieq Sihab terkesan diam seribu bahasa. Hingga akhirnya per 30 Desember 2020 FPI secara legal standing dibubarkan. Kini tinggalah FPI yang tinggal nama. Benarkah ?

Banyak pihak menilai semuanya sudah berakhir. Masyarakat boleh bernapas lega. Terimakasih Menkopolhukam, terimakasih POlri. Masyarakat boleh berjumawa tatkala hukum negeri ini tak terkesan gepeng dihimpit desakan massa. Marwahnya telah kembali, semua nyaman di penghujung tahun ini. Dewi fortuna berkata lain, tak berlangsung lama dalam kurun waktu belum 24 jam Sekretaris Umum FPI Munarman melalui beberapa media menerangkan bahwa dirinya bersama tokoh FPI lainnya telah mendeklarasikan berdirinya Front Persatuan Islam. 

Deklarasi ini terkesan menandingi upaya pemerintah membubarkan ormas FPI yang bergerak jauh dari kaidah hukum negeri ini. FPI hanya berganti baju, kendaraanya pun hanya berganti nama. Tetap memiliki roda yang sama menuju terminal yang sama pula.  Masih ada FPI, Front Persatuan Islam. Sejenak kita termenung seperti mengurai mimpi disiang bolong. Adakah misi khusus yang terselubung dalam ormas ini hingga belum benar-benar mati ? Ataukah ada kepentingan politis yang menunggangnya ? Kalau ini benar, amat disayangkan para pengikutnya. Alam pikiranya diseret pada kepentingan kelompok atau golongan tertentu.

Dalam video berdurasi 3  menit yang ditayangkan pemerintah saat pengumuman pembubaran, terkabar berita bahwa ormas ini berbaiat ke ISIS Suriah. Secara hukum dukungan terhadap ISIS adalah bentuk pelanggaran norma-norma hukum Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, bukan negara agama. Tiga puluh tujuh anggotanya pun terendus oleh Polri menjadi anggota teroris di Indonesia. 

Sungguh teramat sibuk mengurus FPI ini. Tak main-main ajaranya hingga merasuki pengikut yang tak sedikit jumlahnya. Generasi muda terobsesi faham agamawi dengan mengorbankan sakralitas kehidupan duniawi sebagai makluk sosial. Kalau dibiarkan sepuluh atau lima belas tahun  yang akan datang kekuatan kelompok ini akan menjadi kekuatan baru yang tak bisa terbendung dengan kekuatan apapun. Eksisnya tak kunjung pudar meski pada bulan Juni 2019 lalu Surat Keterangan Terdaftar (SKT)  masa berlakunya habis.  Berbagai aksi anarkis dilakukan seenaknya di negeri ini tanpa kompromi dengan hukum yang ada. Aksinya kerap merusak demokrasi bangsa ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun