Mohon tunggu...
Cala
Cala Mohon Tunggu... Freelancer - Titus

Penggemar komik silat, sepakbola, meski cuma sebagai penonton.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Seto Lengser, Suporter Menghentak dalam Ketergesaan

21 Januari 2020   17:42 Diperbarui: 23 Januari 2020   14:46 1025
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Twitter.com @PSSSleman

Brigita Curva Sud (BCS) menghentak. Keras. Tapi kali ini tidak lewat chant dan koreografi yang membuat kagum publik dalam dan luar negeri. Kelompok suporter terbesar di Sleman itu mengeluarkan catatannya dengan tajuk "Pilih, Mereka atau Kami Yang Mundur?".

Catatan itu dikeluarkan di web BCS tanggal 17 Januari 2020, dua hari setelah manajemen PT PSS (Putra Sleman Sembada), yang mengelola PS Sleman, memperkenalkan Eduardo Perez Moran sebagai pengganti Seto Nurdiantoro. Pengumuman melalui jumpa pers di Hotel Rich, Sleman, Yogyakarta, 15 Januari 2020 itu sontak membuat publik terkejut.

Seto makin jadi pujaan suporternya. Tak mengherankan jika mereka marah, kecewa dan mengumpat ketika tahu Seto tak lagi meracik skuat PSS.

Seto Nurdiyantoro merupakan pelatih muda dengan kemampuan yang pantas diacungi jempol. Ia bertangan dingin, mampu memenuhi target manajemen untuk bertahan di Liga 1.

Tak Cuma itu, PS Sleman nangkring di posisi ke-8 Liga 1 2019. Mengangkangi juara tahun lalu, Persija dan Arema FC.

Mereka menginginkan Seto tetap melatih PSS, klub pujaan masyarakat Sleman. Manajemen pun jadi sasaran umpatan, termasuk penyegelan kantor PT PSS yang berada di dalam Stadion Maguwoharjo, Sleman. Spanduk pun bertebaran di dalam dan di luar stadion.

BCS juga melakukan penilaian atas upaya PT PSS mewujudkan 8 tuntutan yang pernah disampaikan 2 Maret 2019 lalu. Tak lupa disebutkan nama-nama jajaran manajemen yang dianggap tidak berkompeten di bidangnya seperti CEO, GM dan Marketing, juga yang dianggap memegang jabatan rangkap (sebagai Humas dan Manajer Akademi).

Nama-nama lain juga dimunculkan, yang dianggap punya kompetensi tapi dihilangkan, seperti mantan manajer dan asistennya pada Liga 2 (2018), Sismantoro dan Dewa, mantan manager 2019 Retno Soepardjiono dan Viola yang pernah jadi CEO PT PSS.

Aksi lain ditunjukkan oleh kelompok suporter Slemania, lewat akun Twitter @S1H_Slemania, Kamis (16/1/2020), terlihat kantor PT PSS ditutupi oleh banner besar dan panjang yang bertuliskan "In Seto We Trust".

Selain Seto

Mencermati apa yang disampaikan oleh BCS, judul catatan yang keras dan menohok, ada beberapa hal yang menarik untuk disorot. Catatan yang juga menunjukkan ketergasaan, keberpihakan pada orang tertentu dan tak bisa dielakan adanya kepentingan tertentu pula di dalamnya.

Pertama, kekecewaan akan pergantian pelatih PSS jelas menjadi alasan utama dikeluarkannya catatan itu, dibarengi dengan reaksi keras di media sosial dan pemasangan poster.

"In Seto We Trust" jelas menunjukkan bagaimana suporter percaya penuh akan kemampuan lelaki asal Kalasan, Yogyakarta, itu untuk terus menakhodai tim Super Elang Jawa.

Suporter menyegel memberi taburan bunga kantor PT PSS (Foto: dok.Slemania)
Suporter menyegel memberi taburan bunga kantor PT PSS (Foto: dok.Slemania)
Kedua, dimunculkannya 8 tuntutan yang semuanya dinilai tidak bisa dijalankan oleh PT PSS kembali menegaskan bahwa suporter PSS bukan sekedar pendukung atau jadi pemain ke-12. Mereka sudah bertindak seperti pemegang pemilik atau pemegng saham mayoritas perusahaan. Tak salah memang adanya rasa memiliki terhadap klub, tapi harus pada garis atau batas tertentu.

Apakah semua tuntutan itu belum dijalankan oleh PT PSS? Akademi, misalnya, sudah dibentuk dan tiga tim kelompok umur ikut berkompetisi di masing-masing kelompok usia. Ada hal-hal yang dirasakan kurang, wajar saja. Apalagi mengingat gagapnya PT PSS saat mengawali pijakan kakinya di Liga 1. Modal satu musim kompetisi yang bisa mencapai lima kali lipat dibanding saat Liga 2. Ditambah lagi tumpulnya divisi marketing yang hanya mampu menarik sedikit sponsor.

Apakah BCS tidak mengetahui kegagapan itu? Saya yakin mereka tahu. Bukankah mereka juga punya anggota yang turut di dalam manajemen?

Jadi, jika berbicara soal isi tuntutan, seperti pada penyelenggaraan pertandingan yang baik, bukankah anggota BCS sendiri duduk di panitia pelaksana?.

Tak hanya BCS, Slemania pun tentu tahu kondisi yang ada di tubuh PT PSS. Dan dengan segala kekurangannya, semusim kompetisi bisa terlewati dengan hasil membanggakan, tentu patut diberi apresiasi. Dalam ketertatihan itu, sosok Soekeno tak bisa dilupakan sebagai orang yang mau memberikan talangan dana sehingga roda organisasi dan tim bisa berjalan.

Memunculkan nama-nama yang dianggap baik, juga yang lainnya tidak baik (tidak berkompeten) tentu menimbulkan pertanyaan, "Kenapa sejauh itu suporter masuk ke ranah perusahaan? Apakah ada kepentingan politik untuk memaksakan kehendak dengan masuknya orang tertentu, sebaliknya juga mendepak mereka yang dinilai tidak layak?"

Investor

Ketiga, BCS juga menginginkan adanya investor baru yang masuk ke PSS. "Selain itu, kami juga mendesak secepatnya untuk mencari investor yang sesuai dengan masyarakat sepakbola Kabupten Sleman," tulis pengumuman BCS.

Spanduk di salah satu sudut Stadion Maguwoharjo, Sleman. (Foto: Radar Jogja)
Spanduk di salah satu sudut Stadion Maguwoharjo, Sleman. (Foto: Radar Jogja)
Penyebutan investor itu tentu diarahkan pada dominasi kepemilikan saham yang digenggam Soekeno sebesar 68,3%. Di bawahnya, terpaut jauh dipegang oleh Retno Sukmawati sebesar 14,3%.

Investor yang sesuai dengan masyarakat sepakbola Kabupaten Sleman juga bisa ditafsirkan sosok yang berasal dari Sleman atau Yogyakarta, diterima suporter atau yang benar-benar orang bisnis dan mengerti sepakbola.

Urgensinya investor ini tak bisa dibantah, karena dalam perjalanan musim kompetisi 2019 saja terlihat sempoyongannya PT PSS mengelola tim. Tentunya bicara soal tim tak semata tim senior yang ditangani Seto, tapi juga menyangkut banyak pihak seperti Akademi PSS (ofisial dan para pemain U16,U18 dan U18) serta karyawan PT PSS.

Sering luput, bahkan tidak pernah, dikemukakan masalah karyawan yang sering telat menerima gaji. Lain soal jika pemain terlambat gajian, pasti jadi headline di banyak media. Padahal semuanya saling terkait dan membutuhkan.

Di sinilah kehadiran investor baru yang mengerti bisnis dan dinamika sepakbola dibutuhkan. Tak sekedar pengusaha yang menghitung laba rugi, saklek. Dinamika dalam mengurus sepakbola itu tak sama dengan mengurus mall, hotel atau properti lainnya.

Investor yang juga menyehatkan manajemen di tubuh perusahaan, menstabilkan keuangan sehingga tak terulang praktek ketergantungan pada Muncul Grup, perusahaan milik Soekeno yang dalam prakteknya juga jadi penentu kas keluar PT PSS. Sudah saatnya PT PSS bisa mandiri dalam hal finansial, setidaknya dalam pengelolaan keuangannya sendiri.

Siapa investor baru PSS, nanti akan dibahas setelah manajemen mengumumkan usai RUPS pada 28 Januari 2020 mendatang. ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun