Mohon tunggu...
Sulthon Abdul Aziz
Sulthon Abdul Aziz Mohon Tunggu... Lainnya - Volunter Wonderhome Library

Penulis amatir

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Pilihan

Yang Biasa Jadi Istimewa, Hanya JNE yang Bisa

27 Desember 2020   23:50 Diperbarui: 28 Desember 2020   01:12 362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Transportasi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Wirestock

Aku adalah salah satu generasi milenial yang berdomisili di Kabupaten Bantul, D.I. Yogyakarta. Selain sebagai asisten dosen sebuah universitas swasta di Yogyakarta, keseharianku seringkali kuisi dengan kegiatan sosial bersama kawan-kawan komunitas literasi.

Juga bercengkerama bersama teman-teman di kampung halaman menjadi salah satu kesibukanku. Bukan kesibukan sih, tapi untuk bernostalgia di tengah situasi 'gabut' akibat pandemi. Hehe.

Aktivitas menulis sebenarnya bukanlah hobi utamaku. Namun aku selalu berusaha untuk bisa menuangkan segala pikiran yang acapkali membesit di kepalaku, tentunya selain tugas menulis ala kampus. Dan semua itu butuh paksaan yang luar biasa keras. Paksaan yang berasal dari diri sendiri.

Terlebih setiap kali ada even atau kompetisi menulis, aku selalu menyempatkan waktu untuk berpartisipasi. Untuk berharap hadiah, tentu. Tapi sebenarnya lebih dari itu, tujuanku adalah untuk berbagi pengalaman yang mudah-mudahan dapat menjadi inspirasi untuk yang lainnya.

Setiap kali ada kompetisi menulis, aku segera membuat outline. Aku buat catatan secara umum, meskipun belum tentu berhasil sampai  selesai dan terkumpulkan. Yang jelas, hasil karyaku yang telah aku kumpulkan untuk kompetisi, selama ini  belum ada yang pernah berhasil menjadi juara.

Demikian pula kompetisi menulis kompasiana yang disponsori oleh JNE ini, aku langsung membuat outline yang sesuai dengan pengalamanku. Mungkin aku termasuk yang terlambat untuk mengetahui informasi lomba menulis 'JNE 3 Dekade Bahagia Bersama' ini. Karena saat itu aku tengah fokus membuka-buka website untuk mencari beasiswa kuliah S-3. Ya beasiswa, karena tampaknya aku tidak akan bisa S-3 tanpa bantuan beasiswa. Namun di tengah online ku, tak sengaja aku membaca pengumuman akan adanya lomba menulis ini.

Setelah melihat kompetisi menulis bersama JNE di laman kompasiana, aku serta merta berharap semoga ia dapat menjadi jalanku. Jalanku untuk mengumpulkan biaya demi meraih cita-cita. Aku semakin yakin untuk ikut berpartisipasi setelah melihat tema yang diusung, yakni 'Berbagi Kebahagiaan' yang bagiku sesuai dengan pengalamanku bersama JNE.

Salah satu usahaku untuk memenuhi kebutuhan biaya kuliahku adalah dengan berjualan barang elektronik bekas. Aku memutuskan berjualan dengan marketplace dengan maksud efisiensi waktu di samping tugas-tugas kuliah S-2 ku. Saat itu, tepatnya tahun 2019, aku memiliki beberapa barang elektronik bekas, di antaranya adalah kamera saku. Aku lupa merknya, tapi kamera warna putih itu masih dalam kondisi 100 persen normal. Semua fiturnya, termasuk foto dan video masih berfungsi dengan baik. Kamera itu aku banderol dengan harga murah, sangat murah, tidak sampai 100 ribu. Karena aku ingin segera terjual.

Benar saja, sekitar 2 hari kemudian ada yang bertanya-tanya tentang kamera sakuku ini. Setelah bernegosiasi, aku memutuskan untuk menjualnya sesuai harga yang disepakati, yakni 70 ribu. Harga yang sangat murah bukan?

Dengan harga segitu, aku berpesan kepadanya untuk menggunakan sebuah jasa kirim yang dekat dengan rumahku. Setidaknya aku tidak perlu jauh-jauh keluar untuk mengirimkannya melalui jasa kirim. Kebetulan beberapa jasa kirim yang dekat dengan rumahku tidak satupun ada nama JNE. Karena ukuran dekat yang aku maksud adalah hanya berjarak sekitar 2 menit perjalanan motor. Cukup keluar desa saja, aku langsung dapat menemui kantor jasa pengiriman itu. Seingatku ada 3 jasa kurir yang membuka kantor di dekat rumahku.

Namun tak kusangka, ternyata 3 opsi kurir yang aku sampaikan kepada pembeliku tidak ditemukan di aplikasinya. Daerahnya masih merupakan wilayah terpencil. Aku lupa alamatnya, tapi yang jelas di Pulau Sumatera. Katanya, di sana belum ada jasa pengiriman yang aku sarankan. 

Di obrolan singkat kami, dia sempat tampak agak berputus asa jika saja aku tetap kekeuh dengan kemauanku, yakni hanya mengirim melalui kurir yang dekat dengan rumahku. Hingga pembeliku mengatakan alasan ingin meminang kameraku tersebut, yaitu untuk memberikannya kepada anaknya sebagai hadiah. Sebenarnya anaknya ingin kamera DSLR, tapi karena masih belum ada dana, akhirnya kamera saku yang kujual menjadi pilihannya.  

Setelah itu aku baru sadar, ternyata tidak semua jasa pengiriman itu menyediakan layanan ke segala daerah. Hanya beberapa jasa saja yang memang memiliki akses hingga pelosok tanah air. Dan jasa tersebut adalah JNE. Aku lantas mengatakan 'iya' kepada pembeliku dan bersedia mengirimkan melalui jasa pengiriman JNE yang mungkin berjarak 10 menit perjalanan.

Tidak terlalu jauh sih memang, tapi pada awalnya aku ingin mengirimkannya lewat kantor yang terdekat saja. Terima kasih JNE, telah membantuku untuk berbagi kebahagiaan dengan mereka yang berada jauh di sana. Dengan menjual murah kameraku dan mengirimkannya melalui JNE, aku ikut merasakan kebahagiaan yang ia rasakan. Akupun sempat berpikir, andai saja tidak ada JNE, mungkin pembeli itu harus mengurungkan niatnya untuk mendapatkan kamera sakuku. 

Pengalamanku bersama JNE tidak berhenti di sini. Pada kesempatan yang lain, kakakku yang berdomisili di luar kota hendak membelikan kebutuhan di rumahku. Apa yang sekiranya dibutuhkan, akan dibelikan dan dikirimkan ke rumahku. Aku mengatakan bahwa saat itu aku butuh alat pel yang dilengkapi dengan sumbu pemeras airnya. Pilihan itupun dikabulkan.

Beberapa hari kemudian, aku mendapat kabar dari kakakku bahwa pesanan akan dikirim ke rumah pada hari itu. Aku tidak dapat memantau secara langsung karena riwayat pengiriman hanya ada di handphone kakakku. Hingga akhirnya aku tetap beraktivitas seperti biasa, dari pagi hingga malam. Kebetulan malam itu, semua keluargaku juga sedang keluar dan rumahpun kosong.

Malam itu, sekitar pukul 20.00 handphoneku berdering dan ada kabar dari kakakku bahwa kurirnya sudah tiba di lokasi. Aku pun segera kembali ke rumah meski harus menempuh beberapa menit dan membuat sang kurir terpaksa menunggu.

Sebenarnya aku sudah memperbolehkan kurir tersebut untuk meletakkan barang pesanan di depan rumahku. Tapi ia menolak, baginya barang itu tetap menjadi tanggung jawabnya. Iapun hendak menitipkan ke tetanggaku, tapi karena sudah malam, rumah-rumah di sekeliling rumahku sudah tutup. Juga, rumahku yang terletak di gang-gang sempit sempat membuat sang kurir kesasar. Selama perjalanan pulang, aku kebayang dengan sikap emosinya nanti. Mungkin dia akan marah, atau setidaknya mukanya akan menjadi sangat ketus.

Beberapa menit kemudian aku tiba di rumah. Tak kudapatkan sang kurir di depan rumahku, lantas kutelponlah dia. Ternyata dia masih berdiri di depan rumah yang salah, yakni rumah tetanggaku. Akupun tersadar ternyata aku salah ketik dalam menginformasikan ciri rumahku. Yang jelas, malam itu aku merasa sangat sungkan kepadanya, karena beberapa kali aku menerima pesanan barang yang jika aku tidak segera merespon atau stand by di rumah, para kurir akan bersikap ketus dan tidak ramah kepadaku.

Setelah sang kurir berdiri di depan rumahku, aku bergegas hendak menyampaikan maaf. Namun ternyata dialah justru yang mengatakan "maaf ya mas, malah merepotkan masnya". Betapa kagetnya diriku. Aku merasa bahwa keramahan dan kesabarannya luar biasa. Terlebih saat aku tanya lagi, sudah dari jam berapa di sini, karena aku hanya dapat info dari kakakku. Jawabannya sangat sederhana "baru aja sampai kok mas". 

Lalu aku lihat atribut yang dipakainya, dan ternyata ada logo JNE. Saat itu, aku semakin yakin bahwa JNE, selain jangkauannya yang luas, ia juga sangat memperhatikan keramahan para karyawannya, terutama para kurir untuk terus berbagi, memberi, dan menyantuni.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun