Lewotobi adalah nama salah satu gunung berapi aktif yang terletak di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur, tepatnya di Kabupaten Flores Timur. Lewotobi berada di jalur vulkanik yang menghubungkan beberapa gunung berapi lainnya di Pulau Flores, seperti Gunung Egon dan Gunung Rokatenda di Kabupaten Sikka, kabupaten yang berbatasan langsung dengan Flores Timur. Sebagai gunung berapi yang aktif, Lewotobi menjadi salah satu titik dalam jalur tektonik Indonesia yang dikenal sebagai "Cincin Api Pasifik" dengan aktivitas vulkanik tertinggi di dunia. Dengan posisinya itu, Lewotobi memiliki peran penting dalam dinamika geologi dan kebencanaan di Indonesia, khususnya di Nusa Tenggara Timur.Â
Gunung Lewotobi terbentuk akibat pergerakan lempeng tektonik Indo-Australia yang bertumbukan dengan lempeng Euroasia, menciptakan tekanan yang mendorong magma ke permukaan lalu menghasilkan gunung berapi. Â Proses tersebut berlangsung selama jutaan tahun, melalui berbagai fase erupsi yang mengubah morfologi dan ketinggian puncaknya dari waktu ke waktu.Â
Gunung Kembar Lewotobi dikenal dengan aktivitas vulkaniknya yang terus-menerus. Menurut vulkanolog John Seach, Lewotobi adalah tipe gunung berapi andesit dengan letusan magmatik eksplosif. Pandangan ini sejalan dengan
catatan geologis yang menunjukkan bahwa gunung ini telah meletus berkali-kali sejak ratusan tahun yang lalu. Beberapa letusan besar membawa dampak signifikan terhadap lingkungan dan kehidupan masyarakat di sekitarnya.
Gunung Lewotobi Laki-laki memiliki catatan riwayat erupsi yang lebih panjang. Dalam artikelnya yang dimuat di Indonesiasurya.com (13/11/2024), Dr. Laurensius Lehar memetakan data erupsi Gunung Lewotobi yang dilansir dari volcano.si.edu. Dari paparan data tersebut diketahui, letusan pertama Gunung Lewotobi terjadi pada 1861. Setelah itu Lewotobi meletus lagi dalam dekade yang sama, yaitu 1865, 1868 (dua kali), dan 1869.
Aktivitas vulkanik Gunung Lewotobi kembali meningkat pada abad ke-20 yang ditandai dengan letusan berkali-kali, yang dimulai tahun 1907. Tiga letusan berturut-turut pada 1909, 1910, dan 1914  disertai dengan aliran lava. Pada dekade 1930 dan 1940, Lewotobi Laki-laki tercatat mengalami erupsi sebanyak empat kali, yakni tahun  1932, 1933, 1939, dan 1940. Empat letusan Gunung Lewotobi Laki-laki pada 1969, 1970, 1990, dan 1992 disertai dengan semburan abu vulkanik. Letusan terakhir Lewotobi pada abad ke-20 ini terjadi pada 1999 yang disertai juga dengan semburan abu vulkanik.
Setelah itu, Gunung Lewotobi Laki-Laki beberapa kali erupsi lagi dengan menyemburkan abu pada 1969, 1970, 1990, dan  1992.  1999, dan 2002.
Catatan geologis Gunung Lewotobi abad ke-21 menunjukkan aktivitas vulkanik yang menurun. Setelah erupsi pada 2002 Gunung Lewotobi Laki-laki langsung "istirahat" selama 20 tahun. Pada 17 Desember 2023, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Gunung Berapi (PVMBG) menaikkan status Gunung Lewotobi Laki-laki dari sebelumnya level I atau normal menjadi level II atau waspada. Dua pekan kemudian, 1 Januari 2024, status gunung ini ditingkatkan lagi menjadi Siaga karena adanya peningkatan aktivitas visual dan kegempaan yang terekam. Sepekan kemudian, statusnya dinaikkan ke level Awas selama 3 pekan.Â
Gunung Lewotobi Laki-laki yang terus dipantau secara  visual dan instrumental kembali menunjukan adanya peningkatan aktivitas vulkanik pada 3 November 2024, dan sehari kemudian statusnya langsung dinaikkan menjadi Awas.Â
Letusan terakhir terjadi pada 17 Juni 2025. Kabar ini dipastikan oleh Pusat Vulkanlogi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian ESDM, bahwa telah terjadi erupsi eksplosif Gunung Lewotobi Laki-laki dengan tinggi kolom abu mencapai kurang lebih 10.000 meter di atas puncak. Kolom abu  tersebut condong ke arah utara, timur laut, timur, tenggara, selatan, barat daya, barat, dan barat laut.
Selain aktivitas vulkaniknya, Gunung Lewotobi juga dikenal  karena keunikan bentuk fisiknya yang terdiri dari dua puncak,  oleh masyarakat lokal dikenal sebagai "Lewotobi Laki-laki" dan "Lewotobi Perempuan." Dari sudut pandang topografi, Lewotobi Perempuan berdiri megah dengan ketinggian sekitar 1.703 meter di atas permukaan laut (mdpl). Sedangkan Lewotobi Laki- laki puncaknya sedikit lebih rendah yakni 1.584 mdpl namun memiliki aktivitas vulkanik yang lebih intens.Â