Dalam satu dekade terakhir, alpukat telah menjelma menjadi salah satu buah paling populer di dunia. Dari restoran kelas atas di New York hingga gerai makanan jalanan di Jakarta, alpukat hadir dalam berbagai bentuk sajian: dari roti panggang dengan alpukat (avocado toast), jus, salad, hingga saus guacamole khas Meksiko.
Kepopuleran ini bukan tanpa alasan. Alpukat dikenal sebagai superfood karena kandungan nutrisinya yang kaya: lemak tak jenuh tunggal yang baik untuk jantung, serat pangan, vitamin E, K, dan B kompleks, serta antioksidan yang mendukung metabolisme tubuh.
Citra alpukat sebagai buah modern, sehat, dan ramah diet turut memperkuat permintaannya di pasar global, terutama di kalangan masyarakat urban dan generasi muda yang semakin peduli pada gaya hidup sehat.
Selain menjadi primadona di meja makan, alpukat juga memainkan peran penting dalam perekonomian negara-negara produsen. Negara seperti Meksiko menjadikan alpukat sebagai komoditas ekspor utama yang menyumbang miliaran dolar per tahun, mengungguli banyak hasil pertanian lainnya.
Peru, Kolombia, Kenya, dan bahkan Indonesia pun mulai menunjukkan geliat serius dalam meningkatkan kapasitas produksinya demi menangkap peluang devisa dari pasar ekspor yang terus berkembang.
Permintaan internasional terhadap alpukat tumbuh pesat, terutama dari Amerika Serikat, Uni Eropa, dan Asia Timur.
Kondisi ini menjadikan alpukat sebagai produk hortikultura strategis yang mampu menopang pertumbuhan ekonomi agraria sekaligus membuka peluang lapangan kerja di pedesaan.
Namun, di balik keberkahan ekonomi dan nilai gizi yang tinggi, industri alpukat juga membawa konsekuensi global yang kompleks. Seiring meningkatnya permintaan, tekanan terhadap lahan pertanian, lingkungan, dan stabilitas sosial di negara produsen pun ikut meningkat.
Konflik ekspor antara Meksiko dan Amerika Serikat, penguasaan perkebunan oleh kartel narkoba, hingga eksploitasi petani kecil menjadi sisi kelam yang kontras dengan citra alpukat sebagai buah kesehatan.
Fenomena ini menempatkan alpukat di sebuah persimpangan global, di mana komoditas yang menyehatkan tubuh justru dapat menjadi pemicu ketidakadilan, konflik, dan krisis sosial. Dalam konteks inilah, penting bagi kita untuk menelaah dua sisi dari "emas hijau" bernama alpukat.