Pola konsumsi masyarakat, terutama anak-anak sekarang semakin terpengaruh oleh tren makanan modern dan instan, seiring dengan derasnya arus globalisasi.Â
Fenomena ini menyebabkan makanan lokal sering kali kalah pamor dibandingkan dengan makanan cepat saji atau produk impor yang tampil lebih menarik secara visual maupun rasa.Â
Kecenderungan ini tidak saja memengaruhi selera makan anak, tetapi juga melemahkan keberlanjutan konsumsi pangan lokal yang seharusnya bisa menjadi bagian penting dari pembangunan ketahanan pangan nasional.
Makanan lokal merupakan warisan budaya dan keberagaman hayati yang mencerminkan cita rasa sekaligus identitas suatu bangsa. Tanpa disadari, ketika anak-anak sudah tidak mengenal dan tidak menyukai makanan lokal, kita sedang kehilangan satu generasi yang semestinya menjadi penjaga nilai-nilai ini.Â
Maka dari itu, penting untuk menumbuhkan kecintaan terhadap pangan lokal sejak usia dini agar anak-anak tumbuh dengan kebiasaan makan yang berakar pada kekayaan alam dan budaya Indonesia.
Untuk menghindari kebiasaan pilih-pilih makanan ini, pendidikan anak-anak mencakup juga soal membentuk cara pandang dan kebiasaan hidup, termasuk dalam memilih dan mengonsumsi makanan. Jadi bukan soal akademik semata.
Di sisi lain, literasi pangan juga memegang peranan besar, terutama dalam memahami asal-usul bahan makanan, cara pengolahannya, serta dampaknya terhadap tubuh dan lingkungan. Ketika anak memahami konteks pangan lokal secara menyeluruh, mereka belajar makan sekaligus membangun kesadaran untuk memilih dan mencintai makanan tersebut.
Untuk itu, pola didik dan literasi pangan harus bisa bekerja beriringan untuk menumbuhkan kecintaan terhadap makanan lokal pada anak-anak, sehingga  berdampak pada ketahanan pangan nasional dan keberlanjutan sumber daya lokal di masa depan.
Pola Didik Mengenalkan Makanan LokalÂ