Mohon tunggu...
Sultani
Sultani Mohon Tunggu... Mantan Peneliti Litbang Kompas

Senang menulis kreatif berbasis data

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Persekongkolan di Balik Indonesia Gelap

4 Maret 2025   21:29 Diperbarui: 4 Maret 2025   21:29 164
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tagar Indonesia Gelap yang digaungkan oleh mahasiswa dan kelompok sipil Indonesia (Sumber: liputan6.com)

Demonstrasi yang digelar Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) dengan tajuk Indonesia Gelap pada Senin, 17 Februari 2025 mendesak pertanggungjawaban pemerintah terkait situasi negara yang semakin memburuk. Seruan aksi nasional ini serentak dilakukan oleh para mahasiswa dari berbagai kampus dan daerah ini menuntut pertanggungjawaban pemerintah atas sejumlah kebijakan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang dinilai tidak berpihak kepada rakyat. Alasan mahasiswa menggaungkan tagar Indonesia Gelap (#Indonesiagelap) itu untuk menunjukkan banyak kebijakan pemerintah yang gelap atau tidak transparan ke masyarakat. Masih banyak kasus-kasus dugaan korupsi dan hak asasi manusia (HAM) yang gelap dan tidak pernah diungkap ke publik.

Selain itu, pemilihan tagar itu untuk menunjukkan adanya kontradiksi cita-cita pemerintah terhadap generasi muda. Pemerintah ingin mencetak generasi emas 2045. Namun, tindakan pemerintah saat ini justru menghambat impian itu. "Sebab, calon generasi emas saat ini dalam posisi dikekang," kata dia.

Para mahasiswa ingin pemerintah mencabut kebijakan pemangkasan anggaran yang malah berdampak buruk bagi masyarakat. Selain itu, mereka juga menuntut ada transparansi pembangunan, karena banyak pembangunan proyek strategis nasional (PSN) justru merugikan masyarakat dengan melakukan penggusuran. Program makan bergizi gratis pun harus segera dievaluasi karena instruksi pusat banyak yang tidak sampai ke daerah dan rawan terhadap korupsi. Tuntutan lain yang cukup peka saat ini adalah penolakan revisi UU Minerba, dan dwifungsi TNI.

Sebaliknya, demonstrasi mahasiswa malah mendesak pemerintah untuk segara mengesahkan rancangan undang-undang (RUU) yang pro rakyat seperti RUU Masyarakat Adat, RUU Perampasan Aset, hingga RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga.

Ilustrasi demonstrasi mahasiswa (Sumber: tempo.co)
Ilustrasi demonstrasi mahasiswa (Sumber: tempo.co)

Desakan mahasiswa ini merefleksikan kesadaran masyarakat sipil terhadap pengelolaan negara yang carut marut akibat persekongkolan kekuasaan antara penguasa dengan bandit politik yang mengabaikan prinsip hukum dan etika pemerintahan. Bandit politik, yang beroperasi di balik layar maupun di panggung kekuasaan, semakin mengaburkan batas antara kepentingan negara dan ambisi pribadi mereka.

Bandit politik ini bukan sekadar aktor yang memainkan strategi kotor dalam perebutan kekuasaan, tetapi mereka juga adalah perancang kebijakan yang merugikan rakyat demi mempertahankan dominasi mereka. Mereka mengamputasi kewenangan institusi demokrasi, mengkooptasi lembaga negara, dan menciptakan jaringan oligarki yang menutup peluang bagi aktor politik yang berintegritas. Akibatnya, sistem pemerintahan yang seharusnya berdasarkan konstitusi justru dipermainkan untuk kepentingan segelintir elite.

Salah satu bentuk nyata dari campur tangan bandit politik adalah manipulasi hukum yang dilakukan secara sistematis. Regulasi yang seharusnya menjadi alat penegakan keadilan malah dijadikan instrumen untuk melanggengkan kekuasaan. Revisi undang-undang dilakukan secara serampangan, tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap demokrasi dan kesejahteraan rakyat. Bahkan, lembaga-lembaga yang seharusnya independen, seperti Mahkamah Konstitusi dan Komisi Pemilihan Umum, kerap menjadi sasaran intervensi demi memuluskan kepentingan kelompok tertentu.

Selain manipulasi hukum, bandit politik juga mempraktikkan kooptasi ekonomi dengan mengontrol sektor-sektor strategis demi memperkaya diri. Mereka membangun konglomerasi bisnis yang dilindungi oleh kebijakan negara, menguasai proyek-proyek infrastruktur melalui pengaturan tender yang tidak transparan, dan memanfaatkan dana publik untuk kepentingan pribadi. Skema ini tidak hanya merusak persaingan ekonomi yang sehat, tetapi juga memperdalam ketimpangan sosial yang semakin sulit diatasi.

Dampak dari campur tangan bandit politik ini sangat nyata dalam penyelenggaraan pemilu dan pergantian kekuasaan. Pemilu yang seharusnya menjadi pesta demokrasi berubah menjadi ajang transaksi politik yang sarat dengan kecurangan dan manipulasi. Dana kampanye yang berasal dari praktik korupsi mengalir deras, sementara suara rakyat dipermainkan dengan intimidasi dan politik uang. Akibatnya, hasil pemilu tidak lagi mencerminkan kehendak rakyat, melainkan cerminan kesepakatan oligarki yang sudah dirancang sejak awal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun