Pernahkah kita heran, di balik sebuah sejarah yang tampak ganjil dan mustahil: terdapat kebohongan yang sangat besar, kejadian yang luar biasa, atau ketidaktahuan yang berujung postulat satu pihak? Hingga pada akhirnya hal tersebut menjadi aksioma bagi generasi-generasi berikutnya.
Sejarah itu terlalu bias, ia penuh prasangka. Kita tidak dapat mengandalkan satu sumber saja untuk memandangnya. Karena sejarah dipegang oleh penguasa di jamannya. Kita tidak tahu apakah dia setan atau pesakitan.
Hingga suatu masa sebuah generasi skeptis, muncul untuk mengkritisi nilai kebenaran sejarah yang tertanam di lingkungan mereka. Akhirnya mereka mempelajari ide-ide, menelusuri benang-benang merah sejarah untuk menemukan kebenaran. Tapi ada pihak takut akan kejadian ini karena mereka takut membangunkan hantu-hantu masa lalu yang masih menempel sebagai delusi mereka. Mereka tidak ingin hantu-hantu itu bangkit hingga mereka menghalangi usaha generasi itu. Padahal, hantu adalah hantu. Ia tidak ada, ia hidup di masa lalu, itu saja tidak ada yang perlu ditakutkan. Seharusnya tidak ada larangan untuk mengetahui dan mempelajari. Hemat saya, rusaknya ideologi bukan karena banyaknya kita memahami, tapi bagaimana ideologi itu terpatri. Kalau dia lepas maka sudah pasti ia tidak tertancap dengan benar.
 Mari kita bebas, tidak ada yang tidak bisa dikritisi, kecuali ras dan hal-hal biologis lainnya yang tak bisa diubah. Semua yang mengandung ide layak untuk dikritisi. Pembatasan hak untuk mengkritisi adalah sebuah tahap pembodohan yang paling kentara niat pembodohannya.