Mohon tunggu...
Pendidikan

Perdebatan dan Miskonsepsi Materi Evolusi dalam Pembelajaran di SMA

2 Januari 2019   20:16 Diperbarui: 2 Januari 2019   20:41 421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Evolusi merupakan salahsatu materi pokok sebagai bahan pembelajaran yang diajarkan  kepada siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) khususnya kelas XII. Evolusi terdapat di dalam KD 3.9 Menganalisis tentang teori evolusi dan seleksi alam dengan pandangan baru mengenai pembentukan spesies baru di bumi berdasarkan studi literatur, dan KD 4.9 Mengevaluasi pemahaman diri tentang berbagai pandangan mengenai evolusi makhluk hidup dan menciptakan gagasan baru tentang kemungkinan-kemungkinan teori evolusi berdasarkan pemahaman yang dimilikinya (Saputra, 2017). Teori evolusi pertama kali dikemukakan oleh Charles Darwin pada tahun 1859 yang mengangkat konsep descent with modification dan natural selection. Teori ini menghubungkan konsep-konsep yang ada di dalam Biologi.

Teori yang dikemukakan oleh Charles Darwin tersebut hingga saat ini juga masih menjadi perdebatan. Perdebatan tersebut disebabkan oleh kepercayaan agama mengenai teori asal-usul manusia (Tahir & Barat, 2017) dan penemuan bukti fosil yang tidak utuh (Saputra, 2017). Selain itu, kondisi dalam pembelajaran juga dapat mendasari perdebatan teori evolusi. 

Berdasakan penelitian yang dilakukan oleh Woods dan Scharmann (2001) menemukan bahwa 35% siswa menerima teori evolusi, 31% siswa menolak teori evolusi, 6% menerima teori evolusi dengan kondisi tertentu, dan sebanyak 29% siswa tidak memiliki pengetahuan yang cukup untuk memberikan penilaian terhadap teori evolusi. 

Selain itu, Moore (2007) juga melaporkan bahwa 29% guru SMA Negeri di wilayah Midwest, khususnya Negara Bagian Minnesota, Amerika Serikat, mengajarkan teori penciptaan disamping evolusi yang sebetulnya tidak terdapat di dalam kurikulum. (Candramila & Ariyati, 2018)

Berbagai perdebatan mengenai teori evolusi yang terjadi di masyarakat tersebut menimbulkan pengaruh dalam proses pembelajaran. Teori evolusi banyak menimbulkan miskonsepsi dalam pembelajaran di sekolah. 

Miskonsepsi tersebut disebabkan oleh beberapa faktor pandangan agama dan guru yang sengaja tidak ingin mengajarkan materi evolusi selama pembelajarannya. Tidak hanya itu saja, faktor lain yang menyebabkan miskonsepsi tersebut adalah penguasaan materi yang dimiliki oleh guru masih kurang. 

Guru biologi yang menguasai materi evolusi dengan benar hanya berjumlah 50%. Meskipun 99% menggangap bahwa evolusi masih penting dan perlu disampaikan dalam proses pembelajaran (Sidiq, 2016). Seharusnya, materi evolusi harus dikuasai oleh guru dan bahkan oleh para calon guru. Contoh konsep evolusi yang mengalami miskonsepsi adalah konsep seleksi alam sebagai satu-satunya mekanisme dalam evolusi dan hanya terjadi di masa lampau.  Teori-teori evolusi yang diajarakan di sekolah bersifat abstrak sehingga menyebabkan siswa kesulitan dalam  membangun konsep (mindmap). Sebagai salah satu materi yang diamanatkan di dalam kurikulum, maka sudah.

Miskonsepsi mengenai teori evolusi dapat diatasi atau diminimalkan dengan mengubah metode pembelajaran dari Teacher Center Learning (TCL) menjadi Student Center Learning (SCL), sehingga materi tidak hanya disampaikan menggunakan metode ceramah. Guru harus membuat pembelajaran mejadi lebih menarik untuk meningkatkan minat siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Perubahan-perubahan dalam pembelajaran materi evolusi dapat dilakukan dengan menggunakan menggunakan strategi pembelajaran yang menuntut siswa untuk berperan aktif, fokus pada berpikir ilmiah dan kritis, serta mengurangi penolakan oleh siswa. (Sidiq, 2016)

Selain dengan mengubah sistem pembelajaran menjadi SCL terdapat variasi lain yang dapat digunakan dalam meminimalisir miskonsepsi yang ada di pembelajaran dengan memanfaatkan situs peninggalan prasejarah seperti Sangiran dan Trinil untuk memberikan pengalaman secara langsung kepada siswa. Siswa dapat melakukan karya wisata dengan mengujungi situs-situs tersebut secara langsung. Model pembelajaran yang dapat digunakan adalah PjBL (Project Based Learning) dimana tugas akhirnya siswa diminta menyusun laporan hasil kunjungan (Saputra, 2017)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun