Mohon tunggu...
Sulfiza Ariska
Sulfiza Ariska Mohon Tunggu... Penulis - Halo, saudara-saudara sedunia. Apa kabarmu? Semoga kebaikan selalu menyertai KITA.

Penulis penuh waktu. Lahir di Sumatera Barat dan berkarya di Yogya. Emerging Writer "Ubud Writers and Readers Festival" ke-11. E-mail: sulfiza.ariska@gmail.com IG: @sulfiza_indonesia Twitter: Sulfiza_A

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menguak Keajaiban Anak Berkebutuhan Khusus Melalui Optimalisasi Teknologi Digital

14 Agustus 2018   23:35 Diperbarui: 14 Agustus 2018   23:48 954
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak Berkebutuhan Khusus dan teknologi digital. Foto dari: https://regional.kompas.com/read/2016/08/17/07221221/cerita.ufa.guru.bagi.kemerdekaan.anak-anak.berkebutuhan.khusus.

Helen Keller dan Anne Mansfield Sullivan. Sumber foto: www.digitalcommonwealth.org
Helen Keller dan Anne Mansfield Sullivan. Sumber foto: www.digitalcommonwealth.org
Helen Mansfield Sullivan merupakan perempuan yang memiliki self-concept yang penuh toleransi, berupa: kesabaran, optimisme tinggi, integritas, disiplin, kasih sayang yang tidak terbatas, ketulusan, keberanian, kegigihan berusaha tanpa pamrih, visioner, dan cinta pada kemanusiaan. Self-concept inilah yang memberi pengaruh pada pembangunan karakter pada Helen Keller dan menjadi rule model utama Helen Keller. Seandainya keluarganya tidak memutuskan menjalin kerja sama dengan Anne Mansfield Sullivan, Helen Keller tentu akan sulit untuk mengaktualisasikan diri.

Sejak awal bertemu, Helen Mansfield Sullivan memiliki mindset bahwa Helen Keller memiliki potensi yang luar biasa. Bila ia bisa menerobos 'ilusi' benteng komunikasi yang memisahkan antara penyandang disabilitas dan non-disabilitas, maka ia bisa menuntun Helen Keller untuk menjadi pribadi yang mampu mengaktualisasikan diri. Tidak mengherankan Helen Keller menulis: Saya ingat hari yang terpenting dalam hidup saya adalah saat guru saya, Anne Mansfield Sullivan, datang pada saya.

Toleransi merupakan sikap hidup diajarkan Anne Mansfield Sullivan pada Helen Keller. Bahwa toleransi bukan sekadar hidup 'berdampingan' dalam keberagaman; melainkan memiliki inisiatif untuk melakukan kebaikan pada orang lain sebagaimana diri kita juga ingin diperlakukan baik. Anne Mansfield Sullivan merupakan figur berpendidikan dan merasakan manfaat pendidikan. Oleh karena itu, Anne Mansfield Sullivan juga gigih memperjuangkan pendidikan bagi Helen Keller. Hal inilah tampaknya yang menginspirasi Helen Keller untuk mengukuhkan bahwa: pencapaian tertinggi pendidikan adalah toleransi.

Berkat pendidikan yang diberikan Anne Mansfield Sullivan, Helen Keller menemukan potensi intelegensia dalam pendidikan. Ia menjadi penyandang disabilitas dengan 'gangguan penglihatan dan pendengaran' yang pertama kali menjalani pendidikan dan meraih gelar akademis setingkat sarjana. Tidak tanggung-tanggung, ia berhasil menyelesaikan pendidikan dalam waktu empat tahun dari Radcliffe Collage, Universitas Harvard--salah satu perguruan bergengsi di Eropa--dengan predikad magna cum laude. Setelah meraih gelar akademis, Helen Keller aktif sebagai dosen, penulis, dan aktivis sosial yang sangat termasyur. Bahkan, karyanya jauh melampaui orang-orang yang memperoleh 'label' normal. Bukankah ini ajaib? 

Helen Keller ketika wisuda kelulusan dari Radcliffe Colloge. Sumber foto: http://www.historyrevealed.come
Helen Keller ketika wisuda kelulusan dari Radcliffe Colloge. Sumber foto: http://www.historyrevealed.come
Anne Mansfield Sullivan adalah salah seorang figur pendidik yang semestinya menjadi teladan bagi orangtua untuk membantu menuntun ABK dalam memperoleh pendidikan. Bahwa pendidikan bukan sekadar tuntutan kurikulum yang diperoleh di lembaga pendidikan formal; melainkan menuntun seorang anak untuk menemukan bakat intelegensia yang menjadi benih-benih keahlian, kemuliaan, dan kemanusiaan. Berkat keteguhan serang guru, keajaiban yang tersimpan dalam label ABK, terkuak.

Secara psikologis, ABK memiliki kecenderungan membangun benteng dengan kehidupan non-disabilitas. Hal ini disebabkan hambatan fisik atau psikologis yang disandangnya. Dengan membentengi diri, ABK bisa meminimalisir gangguan yang datang dari luar diri. Komunikasi yang tepat akan membantu ABK untuk meruntuhkan benteng pembatas tersebut. Implikasinya, ABK akan membuka diri untuk bersosialisasi, mengaktualisasikan diri, dan memiliki inisiatif berinovasi.        

Dalam situs sahabatkeluarga.kemendikbud.go.id terdapat informasi mengenai lima konsep teknik komunikasi yang dapat diajarkan keluarga dalam menuntun ABK untuk memiliki kemandirian. Teknik ini merupakan hasil rumusan Janice Light dan Kathy Drager. Visualisasi lima konsep komunikasi tersebut dapat disaksikan dalam film Helen Keller: The Miracle of Worker.

Meskipun bisa menghidupkan karakter Anne Manfield Sullivan dan Helen Keller, efek dramatis terlalu kontras karena memang tidak dimaksudkan untuk medium pembelajaran. Hal ini diperkuat dengan film dokumenter yang menampilkan relasi yang sangat hangat dan penuh kasih sayang antara  Helen Keller dan Anne Manfiled Sullivan. Di mana Anne Mansfield Sullivan merelakan bagian mulut dan wajahnya disentuh Helen Keller dalam berkomunikasi.


Oleh karena itu, dalam mencermati (mempelajari) konsep rumusan Janice Light dan Kathy Drager melalui film Helen Keller: Miracle of Worker, kita harus mengabaikan efek dramatis dari para tokoh dalam film tersebut. Lima konsep komunikasi dengan ABK dalam film tersebut antara lain:  

Pertama, tanamkan manfaat komunikasi pada ABK

Pada dasarnya, setiap manusia telah memiliki persepsi pribadi dalam mempersepsikan lingkungan di sekitarnya. Persepsi itu dibentuk tubuh dan kondisi psikologis dalam beradaptasi dengan lingkungan. ABK tidak memiliki anggota tubuh atau kondisi psikologis sebagaimana manusia.  Meskipun demikian, ABK menggunakan bagian-bagian tubuh atau psikologis yang berbeda untuk menerjemahkan lingkungan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun