Aku memang harus kembali ke desa Liang. Aku harus pulang mengembangkan tanah Maluku" aku terus saja berceloteh dengan diriku sendiri. Semacam berusaha mengajak diri untuk berdamai dengan keadaan.
Keesokan harinya..
Pagi-pagi benar, Bu Ngatiyem sudah berada tepat di sampingku membangunkanku. "Nak Laksmi, bangunlah nak. Pak Parjo Satpam Kantor Balai desa memberitahu bahwa ada utusan yang dikirimkan di desa Liang untuk menjemputmu. Dek Laksmi disuruh segera bersiap-siap untuk presentase hari ini". Aku yang baru saja terbangun segera duduk dan berusaha mencerna pernyataan Bu Ngatiyem yang agak terbata-bata.
 "Hmm, benarkah begitu bu?" ujarku dengan nada tak percaya sembari berharap presentase tidak perlu dilangsungkan hari ini. "Iya benar nak, " ujar bu Ngatiyem. Aku segera bergegas menuju kamar mandi. Kembenku hampir saja melorot, itu karena aku takut terlambat.
Air sumur menyegarkan jiwa dan raga, sepertinya aku semakin siap memberikan rekomendasi untuk Gunung sari dihadapan peserta seminar hari ini di Balai Desa.
 **
Sesampainya di Balai desa aku bersalaman dengan semua perangkat desa juga utusan dari desa Liang. Aku tidak mengenal baik ibu yang mengenakan jilbab hijau tosca ini. "Kenalkan namaku Bu Sarinah" sambil memperkenalkan namanya dan dengan santainya Bu Sarinah menjulurkan tangan. Aku segera menyambut dengan salaman dan basa-basi meski sekadar menanyakan kabar kepala desa Liang.
Setelah pembukaan acara oleh kepala desa Gunung Sari dan Ketua Lembaga Pengabdian Masyarakat desa yang kebetulan diwakilkan oleh Mba Asriyani. Aku diminta maju ke podium oleh moderator untuk menyampaikan rekapan sebagai pertanggung jawaban selama setahun belajar di desa ini. Aku berkoar-koar menjelaskan pengalamanku menjadi pengembala sapi, petani kedelai malika dan hal-hal lain yang berkaitan dengan pengembangan desa. Di akhir penyampaian tak lupa kuberikan rekomendasi pada desa yang menjadi Sokoh Guru dalam kehidupanku. Sebelum mengucapkan salam penutup. Aku mengakhiri dengan sebuah pernyataan yang spontan muncul saat pertengahan aku presentase.
"Seandainya hari ini malaikat betanya kepadaku, tempat mana yang akan kau pilih untuk mengakhiri hidupmu Dwi Laksmini?" Maka aku akan menjawab "Aku akan memilih mati di desa Gunung Sari, hidup bahkan matiku akan kucurahkan untuk desa Gunung Sari yang tercinta ini"
Gemuruh tepuk tangan memenuhi ruang Balai Desa. Terlihat disudut sana Mariana, Bu Ngatiyem dan Pak Winarno tertawa terpingkal-pingkal. Wajar mereka adalah keluarga keduaku setelah Bibi. Mereka juga mahfum bahwa aku ratu gombal. Dari kejauhan aku memberikan senyuman manis pada mereka.
Seremoni penutupan berakhir, di kursi bagian belakang aku duduk sambil memijat-mijat betisku sendiri. Sungguh aku benar-benar kelelahan. Rok jeans yang kugunakan semakin kunaikkan. Sungguh lututku pun terasa remuk sekali.