Mohon tunggu...
Suko Waspodo
Suko Waspodo Mohon Tunggu... Dosen - bukan penulis
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

seorang yang sedang terus belajar menulis agar tulisannya layak dinikmati

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Hutan Beton

8 November 2019   16:57 Diperbarui: 8 November 2019   17:06 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
painting by Andres Montiel

kita dulu berpikir tujuh generasi ke depan
sekarang kita menjadi egois
hanya memikirkan aku, aku sendiri dan aku
hanya berpikir di masa sekarang
bukan belajar dari masa lalu
kita biasa berjalan tanpa alas kaki
melalui rumput yang ditumbuhi
embun pagi menggelitik kaki kita
sekarang kita melangkah keluar ke beton
tak lebih alami dari makanan olahan yang kita makan
kita dulu berjalan menyusuri jalan yang ditaburi salju
mungkin melihat kucing hutan sekilas
memainkan tipuan mata dengan ekornya
sekarang hanya ada satu jenis kucing hutan yang kita lihat
yang bebas bulu, membersihkan trotoar dari semua puing
kita biasa berjalan melalui jalan setapak di hutan pinus
baunya memabukkan paru-paru dan pikiran kita
sekarang satu-satunya bau berasal dari pohon plastik
mengayun di kaca spionku, berlabel angin pinus
kita biasa menonton lembah bermain petak umpet
dibayangi oleh puncak gunung yang tak terukur
dianggap sebagai hal terbesar yang diketahui manusia
sekarang gedung pencakar langit adalah
bagian paling mewah dan titanic dari rencana tersebut
kita biasa duduk di sebelah sungai
angin membelai mahkota kita
menyaksikan binatang buas
yang luar biasa menjelajah jauh, jauh dari kota
sekarang mereka hanya karakter dongeng
ingatan yang kita lewatkan
kata sifat untuk menggambarkan seseorang
tidak ada lagi kata benda
ini bisa menjadi kenyataan kita
jika kita terus hidup dalam ketidakpraktisan
tidak ada lautan yang lebih luas, tak berujung
hanya rawa-rawa yang berserakan
warna ramuan penyihir
tidak ada lagi burung yang menjulang hanya pesawat
begitu kerasnya mereka mengguncang ranjang
tidak ada lagi hutan
tidak ada lagi barang alami
kita punya sedikit waktu
untuk mengubah diri kita
yang berpusat pada diri sendiri, satu jalur pikiran
sebelum kita terjebak dengan tumpukan-tumpukan
hanya tersisa dengan hutan beton buatan

***
Solo, Jumat, 8 November 2019. 4:44 pm
'salam damai penuh cinta'
Suko Waspodo
suka idea
antologi puisi suko
pepnews

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun