Mohon tunggu...
SVN
SVN Mohon Tunggu... -

A person who admits that life and death are two parts of incredible journey...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Love, Spouses and Family

22 Agustus 2015   13:56 Diperbarui: 9 Agustus 2017   20:34 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Assalamualaikum Wr.Wb

               Sekitar beberapa hari lalu, saat pagi hari, saya termenung saat membaca salah satu post di blog lain (bukan Kompasiana) yang bertuliskan bahwa cinta itu sulit. Tulisan pria itu sangat mengagetkan, buat saya. Percaya atau tidak, itu adalah setengah lensa untuk melihat gaya berpikirnya. Hmm, bisa jadi. Cinta itu sulit, tapi juga mudah. Tergantung apa kondisinya, siapa orangnya dan apa perspektif yang akan anda gunakan. Cinta, adalah salah satu bagian hidup manusia yang berperan sebagai bahan bakar kehidupan. Kenapa? Ia berfungsi untuk mengisi, mengisi seluruh lini kehidupan.

                Kisah cinta antara dua insan, pria dan wanita, selalu memiliki kompleksitas tersendiri. Maksud saya, jalan terjal kisah cintrong setiap dua orang di dunia ini pasti berbeda-beda. Hanya saja, pola nya sama. Ada satu hal yang menarik hati saya akhir-akhir ini. Mendengarkan dan menyimak banyak kisah cintrong orang tua. Mulai dari orang tua saya sendiri atau orang tua lain, baik secara langsung, maupun tidak langsung, yang saya lihat di Kompasiana. Rasanya sangat menarik saat melihat bagaimana pertemuan, baik secara sengaja maupun tidak sengaja, terjadi dan membuat dua insan itu bersama dengan ‘yang terakhir’. Tak dapat dipungkiri, terkadang, saya harus menghadapi pula topik pembicaraan sesensitif ini (topik yang sebenarnya saya benci), mulai dari jodoh, membina keluarga hingga parenting. Awalnya, muncullah rona rasa jatuh cintrong, baik sejak awal pertama atau setelah lama mengenalnya. Ada yang mengagumi dalam diam, atau ada yang akhirnya mengungkapkan terang-terangan. Well, kemudian, mereka menjalin asmara sekian tahun atau bulan, lalu bertunangan, lamaran hingga married. Pertengkaran sudah bukan barang asing. Seperti makanan sehari-hari. Kadang-kadang, saya bertanya, gimana bisa,ya,dua orang entah darimana tiba-tiba harus hidup serumah dan harus beradaptasi dengan satu dan lainnya? Kenyataannya, populasi anak sudah tinggi di dunia ini. Berarti, para orang tua, si kedua insan itu, bisa beradaptasi dengan baik. Beberapa diantaranya masih menjadi keluarga yang utuh. Beberapa diantaranya sudah gagal dalam berkeluarga. Perceraian memang sebuah pukulan telak, apapun masalahnya, dan tentu saja, korban paling menyesakkan hati adalah sang anak. Sesuatu yang dibenci Allah SWT.

                Saya menemukan bahwa cinta antara dua insan berbeda jenis itu memiliki alasan kuat, yaitu: saling membutuhkan dan saling menginginkan. Jika tidak saling menginginkan, tidak akan ada itu yang namanya cem-bu-ru. Mungkin, kalau dalam fase pacaran, hal itu berasa aneh. Jika tidak ada jalinan asmara apa-apa dengan laki-laki lain, malah dikira selingkuh. Mungkin kalau sudah berkeluarga, sudah tak berasa anehnya.  Bertanya tanpa tedeng aling-aling. Mungkin sambil marah. Mungkin sambil bawa sesuatu barang untuk mengkepruk. Mungkin meneror ponselnya. Atau marah-marah sembari teriak-teriak. Saling membutuhkan? Membutuhkan pria yang bisa melindungi, mengayomi dan memberi keamanan finansial. Sosok yang memimpin sekaligus bisa menjadi teman diskusi. Membutuhkan wanita yang bisa menyayangi, merawat saat tak lagi muda atau menjadi penyejuk saat di rumah. AC kali, yee? :p

              Beberapa diantaranya juga akhirnya tak saling digariskan bersama. Saya mempercayai bahwa untuk urusan itu, Allah SWT sudah mengaturnya dengan sangat baik. Bahkan, beberapa diantaranya berakhir tragis. Satu dua hari sebelum ijab kabul, salah satu pasangannya dipanggil Tuhan. Ada juga yang akhirnya tak segaris karena berbagai hal, mulai dari agama, ketidakcocokan, mengganjalnya restu keluarga dan lain-lain. What a complex world! Kadang-kadang saya bertanya begini, untuk apa menjalin asmara terlalu lama-atau lumayan serius-tapi ternyata tak married? Rasanya nyesek, euy! Barangkali, manusia diminta untuk saling mengerti dan bersiap menghadapi tantangan yang yang lebih besar. Saat menghadapi teman hidup nantinya. Well, who knows?

                Konsepsi cinta yang saya sebutkan tadi, perihal saling membutuhkan dan saling menginginkan, akan ditambah dengan tuntutan. Untuk menjadi lebih baik dari segala sisi. 

                Anda akan meminta laki-laki anda memenuhi kebutuhan hidup sekian X rupiah. Untuk kebutuhan anak ini, kebutuhan itu dan lain-lain. Meminta perempuan anda harus bisa mendidik putra-putri anda ini dan itu. Lalu, ada juga yang meminta perempuannya stop bawel everyday. Jangan terlalu ceriwis dan berpikir macam-macam yang tak perlu. Pernah saya berujar begini, married itu kompleks, ya? Kawan pria saya yang sudah married berkata begini, “Married itu kompleks, Mir, tapi asyik…“ Kadar keasyikan mereka yang sudah married, itu seperti apa? Entahlah. 

             Tentu saja, mereka pasti merasakan apa yang disebut di dalam Alquran berupa ketenangan hati. Ketentraman hati itu didapat karena akhirnya sudah menjalin asmara dalam status yang legal, sah dan berpahala di mata Tuhan, negara dan masyarakat. Di dalam Islam, berkeluarga itu menyempurnakan setengah agama. Benar begitu? Tenang karena akhirnya menjadi pasangan yang sah. Sudah menjadi pria/wanita terakhir di dalam hidupnya. Siapapun pria yang mengganggu, entah itu dari masa lalu, atau masa yang entah mana, akan ditebas! Mereka yang sudah married mungkin sudah lebih tenang karena sudah memiliki sosok pemimpin di keluarga. Pahala dari pria yang menyenangkan istrinya akan berlipat-lipat, katanya. Pria yang seiman dan mentaati agamanya dengan baik akan membawa istrinya ke surga. Jika ada yang pernah mendengar kata ‘Bidadari Surga’, nah, setiap istri di dunia ini, katanya bisa menjadi demikian. Pelengkap si pria saat mereka mampu menjalankan kehidupan berkeluarga dengan baik, Jika bisa, mereka diganjar surga. Setidaknya itu yang disebutkan dalam Alquran(atau hadits?). Well, menurut saya, itu konsep yang sangat abstrak. Seperti apa bidadari surga, salah satu lagu yang sedang dihafal ibu saya akhir-akhir ini, benar-benar belum terlihat wujudnya di dunia nyata. Barangkali, bagi kita yang beriman cukup tebal, percaya dengan hal itu. Entahlah. Jika di surga ada sosok-sosok perempuan seperti itu, betapa mulianya mereka? Sudah menjadi pendamping yang setia dan ibu yang baik. Jangan-jangan, konsep peri-peri dan malaikat yang sering tercetus di film animasi hingga buku-buku fiksi itu memang benar adanya? Karena di Alquran tersebut demikian. Who knows? I’ve never seen paradise and go back to earth!

                Jika anda sudah berada sekian puluh tahun dengan pasangan anda dan mungkin sudah memiliki cucu cicit atau sebentar lagi memiliki calon menantu, maka, saya ucapkan selamat! Menjalin asmara saja terkadang tidak mudah, apalagi saat anda sudah membinanya dan mempertahankannya selama sekian puluh tahun dalam status yang sah. Terakhir, cinta antara dua manusia itu sebenarnya berisi saling belajar. They are learning.  Belajar dari kebiasaan buruk dan kesalahan setiap harinya. Belajar untuk menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Mereka tak ubahnya seperti orang yang sedang mencari ilmu kehidupan. Membuat diri lebih dewasa. Love is all about learning. Learn from mistakes, problems and bad habit. Dua insan yang akhirnya memutuskan untuk memasuki jenjang percintrongan yang lebih serius pasti memahami hal ini. Tulisan ini saya persembahkan untuk semua pria dan wanita di dunia ini yang sudah menjadi ayah dan ibu terbaik, yang masih berusaha menjadi ayah-ibu terbaik, dan khususnya untuk orang tua saya. Tolong, jangan kecewakan kami, anak-anak kalian, yang sedang melihat kehidupan yang fana, mengerikan dan penuh polusi ini. Berikanlah kami contoh yang baik. Semoga kalian semua langgeng…

                For my mom and my father, I love both of you… :)

               

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun