Mohon tunggu...
Rafi Rasyid Sukmahadi
Rafi Rasyid Sukmahadi Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Student of Al-Azhar University

semua artikel saya di kompas isinya hanya obrolan biasa, jadi gak usah serius amat bacanya. keep santuy

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Menyongsong Generasi Emas Indonesia 2045: Mari Sebarkan Pemikiran yang Inklusif!

22 Mei 2022   13:44 Diperbarui: 22 Mei 2022   13:46 706
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Belajar Berpikir Inklusif dan Mengimplementasikannya

Tahun 2045 akan menjadi momentum emas bagi Indonesia kelak karena di usia kemerdekaannya yang menginjak seratus tahun itu diprediksi kuat akan lahir banyak generasi produktif. Hal itu tentu menjadi potensi yang besar untuk melakukan serta meningkatkan pembangunan nasional di berbagai bidang, termasuk salah satunya adalah bidang pendidikan.

Pendidikan senatiasa menjadi hal krusial dan fundamental bagi kehidupan manusia. Sehingga perlu ada perhatian khusus dan teliti dalam mengembangkannya, terlebih lagi di era digital yang serba mudah untuk disebarluaskan menyebabkan banyaknya hal-hal negatif yang dapat merusak nilai-nilai murni pendidikan itu sendiri. Oleh karena itu, perlu ada upaya preventif dan penanggulangan yang dilakukan secara kooperatif antara pemerintah, masyarakat, dan generasi muda bangsa Indonesia.

Memperhatikan permasalahan diatas, intinya tidak sedikit bahwa akar mula semua permasalahan itu adalah adanya beku pemikiran dan salah pemahaman. Baik itu terhadap pemahaman yang benar apalagi yang sesat (dalam hal ini yang menjadi landasan dasar dalam menjalani semua aspek kehidupan adalah dasar negara Indonesia, yakni Pancasila). Sehingga dalam upaya mengembangkan pendidikan yang berkualitas di Indonesia senantiasa perlu ada penanaman nilai-nilai Pancasila yang kuat sejak usia dini dan upaya revitalisasi nilai-nilainya guna menetralisisasi beberapa pemahaman yang bertentangan dengan Pancasila, seperti liberal dan radikal.

Diantara nilai-nilai Pancasila yang begitu sarat akan makna adalah adanya kewajiban berpikir dan bersikap inklusif (terbuka). Hal tersebut tercermin dari kehadiran Pancasila yang menjadi dasar negara sekaligus menjadi pemersatu bangsa Indonesia yang masyhur dengan keanekaragamannya. Pancasila menjadi jawaban serta solusi yang tepat untuk menyelesaikan semua problematika sejak masa sebelum dan sesudah kemerdekaan. Nilai-nilai yang terkandung dalam setiap butir silanya sangat jelas memberikan arti bahwa dalam berpikir dan bersikap itu diperlukan sifat inklusif.

Mengutip dari halaman website Dinas Sosial Provinsi Riau terdapat tulisan yang menjelaskan bahwa inklusif berasal dari kata "inclusion" yang artinya mengajak masuk atau mengikutsertakan, lawan katanya adalah ekslusif yang berasal dari kata "exclusion" artinya memisahkan atau mengeluarkan. Oleh karena itu, inklusif sering dimaknai oleh para generasi milenial sebagai sifat keterbukaan, tidak picik, dan bijaksana dalam berpikir maupun bersikap.

Maka dari itu masyarakat yang inklusif dapat diartikan sebagai sebuah masyarakat yang mampu menerima berbagai bentuk keragaman dan perbedaan serta mengakomodasinya ke dalam berbagai tatanan maupun infrastruktur yang ada di masyarakat.

Berdasarkan penelitian yang berjudul The Intelligence of Nations dikerjakan Lynn bersama sejawatnya David Becker untuk mengukur tingkat kecerdasan penduduk di tiap-tiap negara di dunia tahun 2022 (yang dilansir dari Detik.com), hasilnya bahwa Indonesia menempati urutan 132 (dari 203 negara di dunia yang diteliti) dengan rata-rata IQ 78,49 dengan jumlah penduduk 279 juta jiwa.

Melihat data di atas, dapat dijadikan informasi dan evaluasi bagi bangsa Indonesia guna lebih mengembangkan kembali kualitas pendidikannya. Dalam hal ini sifat inklusif dalam berpikir serta bersikap perlu dipropagandakan untuk pengoptimalan dalam proses pengembangan pendidikan. Karena dengan memiliki sifat inklusif tersebut, setiap individu masyarakat dapat melepaskan ikatan-ikatan yang menyebabkan kejumudan dalam berpikir yang berimplikasi pada bersikap. Sehingga hasilnya diharapkan banyak kreasi dan inovasi yang tercipta dari seluruh masyarakat, terutama generasi muda.

Kita ambil contoh dari jasa tokoh nasionalis yang berjuang mati-matian baik itu secara pemikiran maupun angkat senjata untuk kemerdekaan Indonesia. Mereka semua mengerahkan segala usaha, baik itu secara aktif maupun pasif yang berlandaskan pemikiran yang inklusif serta agresif untuk mengusir para penjajah. Seperti contohnya, sang tokoh republik yang sangat terkenal dengan pemikirannya yang mendobrak dan melepaskan ikatan-ikatan pemikiran yang jumud serta memberikan pembaharuan-pembaharuan dalam konsep berpikir bagi masyarakat nusantara saat itu, yakni Tan Malaka.

Beberapa pemikiran yang inklusifnya sangat memengaruhi terhadap pola pikir masyakat secara umum dan juga tokoh nasionalis yang lainnya secara khusus dalam upaya meraih kemerdekaan. Diantara pemikirannya lebih membahas tentang agama, marxisme, politik, dan pendidikan. Dua hasil karyanya yang sangat monumental adalah MADILOG dan GERPOLEK. Dalam aspek pendidikan, kita mengenal empat metode yang digagas berbeda dari Beliau. Yakni dialog, jembatan keledai, diskusi kritis, dan sosiodrama. Yang semua itu diterapkan di sekolah Sarekat Islam yang didirikan olehnya.

Sehingga dari hasil pemikirannya yang kemudian diterapkan dalam metode pendidikan sekolahnya dapat membangkitkan semangat juang kemerdekaan secara daerah dan kemerdekaan dalam berpikir. Intinya sifat inklusif tersebutlah yang menjadikan seseorang dapat mengubah keadaan dan menyelesaikan setiap permasalahan dengan bijaksana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun