Mohon tunggu...
Fadly Sukma Negara
Fadly Sukma Negara Mohon Tunggu... Mahasiswa Jurusan Ilmu Hubungan Internasional di UPN Veteran

I am speed

Selanjutnya

Tutup

Politik

Peran Kamboja, Pada Sengketa Laut China Selatan

28 April 2025   14:25 Diperbarui: 28 April 2025   14:25 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Hubungan internasional memiliki komponen penting. Politik luar negeri menunjukkan interaksi negara. Kepentingan sendiri dapat dicapai negara. Kebijakan, strategi, dan tindakan mencakup politik luar negeri. Kedaulatan dilindungi, kesejahteraan meningkat, dan posisi negara diperkuat melalui tujuan tersebut. Diplomasi menjadi alat politik luar negeri. Hubungan baik antar negara, penyelesaian konflik, dan kerja sama internasional dapat dibangun. Perdagangan, pendidikan, dan kesehatan menjadi berbagai bidang. Memahami politik luar negeri sangat penting. Dinamika hubungan antarnegara di era globalisasi yang semakin kompleks dapat dipahami. Faktor internal dan eksternal mempengaruhi politik luar negeri. Keadaan ekonomi, sistem politik, budaya, dan sejarah negara termasuk faktor internal. Tekanan geopolitik, situasi regional, dan dinamika ekonomi dan politik global termasuk faktor eksternal. Keamanan dan stabilitas dalam politik internasionalnya dapat ditekankan negara. Kepentingan negaranya sendiri cenderung diutamakan negara.

Kamboja, sebuah kerajaan yang berakar kuat dalam sejarah dan budaya Asia Tenggara, memainkan peran yang unik dan seringkali diperdebatkan dalam dinamika kompleks sengketa Laut China Selatan. Meskipun secara geografis tidak memiliki klaim langsung atas perairan yang kaya sumber daya dan strategis tersebut, posisi Kamboja sebagai anggota Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dan sekutu dekat Republik Rakyat Tiongkok menjadikannya aktor penting dalam lanskap geopolitik regional. Tindakan dan kebijakan Kamboja, terutama dalam forum ASEAN, memiliki implikasi signifikan terhadap upaya kolektif untuk mencapai resolusi damai dan menjaga stabilitas di salah satu jalur perairan paling penting di dunia. Hubungan bilateral yang erat antara Kamboja dan Tiongkok telah menjadi ciri khas kebijakan luar negeri Phnom Penh dalam beberapa dekade terakhir. Investasi besar-besaran dari Tiongkok dalam infrastruktur, pinjaman lunak, dan bantuan ekonomi telah menjadikan Kamboja sangat bergantung pada dukungan Beijing. Ketergantungan ekonomi ini secara tidak langsung memengaruhi posisi Kamboja dalam isu-isu sensitif seperti Laut China Selatan. Dalam konteks ASEAN, prinsip konsensus menjadi landasan utama dalam pengambilan keputusan. Namun, kedekatan Kamboja dengan Tiongkok seringkali menimbulkan tantangan dalam mencapai kesepakatan bersama terkait Laut China Selatan, terutama ketika isu-isu tersebut melibatkan kritik terhadap tindakan Beijing.

Kegagalan ini disebabkan oleh perbedaan pendapat yang signifikan mengenai bagaimana seharusnya ASEAN merespons perkembangan di Laut China Selatan, dengan Kamboja dianggap menghalangi masuknya bahasa yang lebih kritis terhadap Tiongkok. Insiden yang kemudian dikenal sebagai "Phnom Penh Fiasco" ini menyoroti bagaimana kepentingan nasional suatu negara anggota, terutama ketika dipengaruhi oleh hubungan bilateral yang kuat dengan kekuatan eksternal, dapat menghambat solidaritas dan efektivitas ASEAN sebagai sebuah badan regional. Posisi Kamboja yang cenderung mendukung narasi Tiongkok bahwa sengketa Laut China Selatan sebaiknya diselesaikan melalui negosiasi bilateral antara negara-negara pengklaim secara langsung, dan menolak intervensi pihak eksternal atau internasionalisasi isu tersebut, juga menjadi perhatian. Pandangan ini sejalan dengan preferensi Beijing yang ingin menghindari pembahasan multilateral yang melibatkan kekuatan-kekuatan di luar kawasan, seperti Amerika Serikat. Namun, penting untuk dicatat bahwa Kamboja juga memiliki kepentingan dalam menjaga perdamaian dan stabilitas regional. Konflik yang berkepanjangan di Laut China Selatan dapat berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi dan keamanan di seluruh Asia Tenggara, termasuk Kamboja. Oleh karena itu, meskipun seringkali dipandang sebagai sekutu setia Tiongkok, Kamboja juga memiliki potensi untuk memainkan peran yang lebih konstruktif dalam memfasilitasi dialog dan pemahaman yang lebih baik antara negara-negara ASEAN dan Tiongkok terkait isu ini. Keterlibatan Kamboja dalam berbagai forum regional dan internasional memberikan platform untuk menyampaikan perspektifnya dan mungkin menjembatani perbedaan. Selain dinamika di dalam ASEAN, isu lain yang menimbulkan kekhawatiran terkait peran Kamboja adalah dugaan adanya potensi pembangunan pangkalan militer Tiongkok di wilayahnya.

Laporan dan spekulasi mengenai kemungkinan akses atau penggunaan fasilitas angkatan laut Kamboja, terutama Pangkalan Angkatan Laut Ream, oleh militer Tiongkok telah menjadi sorotan, terutama dari Amerika Serikat dan negara-negara sekutunya. Konstitusi Kamboja sendiri melarang keberadaan pangkalan militer asing di wilayahnya, sebuah poin yang sering ditekankan oleh para pemimpin Kamboja untuk menepis kekhawatiran tersebut. Namun, skeptisisme tetap ada, didorong oleh hubungan ekonomi dan politik yang mendalam antara Phnom Penh dan Beijing. Dalam konteks yang lebih luas, peran Kamboja di Laut China Selatan mencerminkan tantangan yang dihadapi oleh negara-negara kecil di kawasan dalam menavigasi persaingan antara kekuatan-kekuatan besar. Ketergantungan ekonomi pada satu kekuatan besar dapat secara signifikan memengaruhi fleksibilitas kebijakan luar negeri dan posisi dalam isu-isu regional yang sensitif. ASEAN sebagai sebuah organisasi regional terus berupaya untuk mempertahankan sentralitas dan persatuannya dalam menghadapi tantangan Laut China Selatan. Kemampuan ASEAN untuk mencapai konsensus dan mengambil tindakan kolektif sangat penting untuk menjaga stabilitas dan mencegah eskalasi konflik.Peran Kamboja, oleh karena itu, tidak hanya penting bagi dinamika internal ASEAN tetapi juga bagi interaksi antara ASEAN dan Tiongkok dalam isu yang sangat krusial ini. Masa depan peran Kamboja di Laut China Selatan kemungkinan akan terus dipengaruhi oleh keseimbangan antara kepentingan nasionalnya, komitmennya terhadap solidaritas ASEAN, dan tekanan dari hubungan bilateral yang kuat dengan Tiongkok. Kemampuan Kamboja untuk menavigasi kompleksitas ini akan menentukan kontribusinya terhadap perdamaian, stabilitas, dan kerja sama di kawasan. Pada akhirnya, meskipun tidak memiliki klaim teritorial, Kamboja memiliki tanggung jawab sebagai anggota ASEAN untuk berkontribusi pada upaya kolektif dalam menjaga kawasan yang damai dan stabil. Bagaimana Kamboja menjalankan tanggung jawab ini di tengah dinamika geopolitik yang rumit akan terus menjadi perhatian dan pengamatan komunitas internasional.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun