Mohon tunggu...
Suka Ngeblog
Suka Ngeblog Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis buku, terkadang menjadi Pekerja Teks Komersial

Blogger, writer, content creator, publisher. Penggemar Liga Inggris (dan timnas Inggris), penikmat sci-fi dan spionase, salah satu penghuni Rumah Kayu, punya 'alter ego' Alien Indo , salah satu penulis kisah intelejen Operasi Garuda Hitam, cersil Padepokan Rumah Kayu dan Bajra Superhero .Terkadang suka menulis di www.faryoroh.com dan http://www.writerpreneurindonesia.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Masih Relevankah Kehadiran Transportasi Laut di Era Digital?

30 Januari 2017   09:22 Diperbarui: 30 Januari 2017   15:06 876
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi ~ bisnis.com

“...Nenek moyangku seorang pelaut...” Demikian penggalan syair lagu jaman dulu. Ungkapan yang dengan tegas menyatakan bahwa ada suatu masa, ketika nenek moyang bangsa Indonesia dikenal sebagai pelaut yang tangguh. Dengan teknologi yang masih sederhana, dengan kapal atau bahkan perahu yang dibuat seadanya, nenek moyang kita bisa menjelajah pulau demi pulau, bahkan hingga ke benua lain.

Namun jaman kini telah berubah. Munculnya pesawat terbang yang harga tiketnya kini lumayan terjangkau, membuat jalur transportasi antar-pulau bahkan antar-benua bisa ditempuh dalam hitungan jam. Keberadaan internet yang menghadirkan era baru, era digital, membuat jarak dan waktu menjadi sempit.

Dengan hadirnya teknologi yang semakin canggih, apakah angkutan laut tradisional masih diperlukan? Masih relevankah kehadiran pelaut di era digital?

Jawabannya YA.

Kenapa?

Angkutan laut dan juga pelaut masih dan akan tetap dibutuhkan mengingat kondisi alamiah planet bumi. Menurut Universe Today, sekitar 71 persen permukaan bumi terdiri dari air, dan sisanya, 29 persen terdiri dari pulau atau benua. Dari 71 persen air ini, sebagian besar, yakni 96,5 persen merupakan air asin (laut). Dan hanya 3,5 persen yang tergolong air tawar dalam bentuk sungai, danau dan air beku.

Itu sebabnya, dari luar angkasa, planet bumi terlihat berwarna biru. Warna biru merupakan refleksi permukaan air yang merupakan bagian terbesar.

Untuk lingkup Indonesia, wilayah laut mencapai angka 64,97% dari total wilayah. Luas lautan Indonesia, menurut  UNCLOS 1982 sebesar 3.544.743,9 km², yang  terdiri atas Luas Laut Teritorial 284.210,90 km², Luas Zona Ekonomi Ekslusif  2.981.211,00 km² dan Luas Laut 12 Mil = 279.322,00 km².  Sementara luas daratan menurut data Kemendagri, Mei 2010, sebesar 1.910.931,32 km².

Indonesia sejauh ini disebut sebagai salah satu negara kepulauan terbesar di planet bumi. Menurut KOMPAS yang mengutip Seri Ensiklopedia Populer Pulau-pulau Kecil Nusantara, pulau di Indonesia berjumlah 17.504. Dari jumlah itu, 13.466 pulau telah diberi nama yang baku, bahkan telah didaftarkan ke Perserikatan Bangsa Bangsa dalam sidang United Nation Conference on Standardization of Geographical Names (UNCSGN) ke-10, 2012 di New York, AS.

Pulau yang jumlahnya cukup banyak ini, pasti memerlukan sarana transportasi, yang menghubungkan pulau kecil yang dihuni manusia dengan daratan besar. Sarana transportasi laut yang biasa menghubungkan antar-pulau adalah perahu atau kapal tradisional.

Sayang, selama puluhan tahun Indonesia merdeka, keberadaan sarana transportasi laut tradisional kerap dilupakan, atau dianggap sebelah mata. Sarana transportasi laut berada pada kondisi “antara ada dan tiada”. Ada, karena realitanya mereka memang berkiprah dan menjadi bagian vital yang menghubungkan sejumlah pulau. Tiada, karena praktis tak ada perhatian dari pemerintah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun