Mohon tunggu...
Suka Ngeblog
Suka Ngeblog Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis buku, terkadang menjadi Pekerja Teks Komersial

Blogger, writer, content creator, publisher. Penggemar Liga Inggris (dan timnas Inggris), penikmat sci-fi dan spionase, salah satu penghuni Rumah Kayu, punya 'alter ego' Alien Indo , salah satu penulis kisah intelejen Operasi Garuda Hitam, cersil Padepokan Rumah Kayu dan Bajra Superhero .Terkadang suka menulis di www.faryoroh.com dan http://www.writerpreneurindonesia.com/

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

[CERSIL-2] Petunjuk Pertama

10 Desember 2011   03:15 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:36 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

~Kisah sebelumnya: Darah Mengalir di Pek-kiam-pang~

Pengukuhan Kai Song sebagai Pangcu Pek-kiam-pang berlangsung dalam suasana murung. Kekikukan bahkan sempat terjadi karena Kai Song tidak tahu harus berbuat apa.

Can Te Cun adalah pendiri sekaligus pangcu pertama. Selama ini Pek-kiam-pang belum punya pengalaman bagaimana melantik sekaligus mengukuhkan pangcu baru. Jadi bisa dipahami jika untuk sejenak Kai Song merasa bingung.

Penetapan Kai Song sebagai pangcu akhirnya berlagsung sederhana. Hanya diisi acara penghormatan pangcu baru kepada jenasah Can Te Cun yang terbaring di peti mati. Kai Song kemudian menerima Pek-kiam (Pedang Putih) yang selama ini digunakan mendiang Can Te Cun. Penyerahan Pek-kiam merupakan ide Can Han Sin. Menurut dia, Pek-kiam dapat dijadikan sebagai simbol pemimpin Pek-kiam-pang yang sah.

Mengenakan pakaian putih, dibalut jubah panjang putih dan celana putih, Kai Song nampak berwibawa. Begitu menerima Pek-kiam dia kembali berlutut di hadapan jenasah Can Te Cun. “Terima kasih atas kepercayaan yang diberikan pangcu,” bisik Kai Song lirih.

Dia kemudian berdiri dan memberi hormat ke empat penjuru. “Pek-kiam-pang kini dilanda bencana hebat,” ujar Kai Song. “Namun bencana ini jangan membuat kita hancur. Kita harus tetap bangkit. Kita harus tetap kuat. Apa pun yang terjadi, kita harus tetap bersama,” ujar Kai Song bersemangat.

Para anggota menyambut pidato perdana sang pangcu dengan teriakan menggelora. Ucapan Kai Song sejenak mampu membuat mereka lupa dengan persoalan yang dihadapi.

Acara kemudian dilanjutkan dengan makan siang bersama di balairung yang terletak di bagian dalam gedung utama. Makan siang berlangsung nyaris tanpa greget. Apalagi ketika penjaga melaporkan sejumlah tamu mulai berdatangan, dan minta bicara dengan pangcu Pek-kiam-pang.

Akhirnya, pikir Kai Song berusaha menguatkan diri, sambil beranjak ke bangsal yang dibuat di halaman. Can Han Sin yang juga hendak beranjak tiba-tiba digamit Kiang Cu Ge. “Ikut aku tuan muda, ada hal penting yang hendak kukatakan,” bisik Cu Ge.

Sambil mengerutkan keningnya Han Sin mengikuti Cu Ge yang berjalan tergesa, ke arah belakang. Selama ini hubungan Han Sin dengan Cu Ge tidak terlalu akrab. Di Pek-kiam-pang, Cu Ge hanya berstatus sebagai anggota perkumpulan, anggota biasa yang hanya berlatih beladiri seminggu dua kali. Beda dengan Han Sin yang cucu pangcu pertama sekaligus pendiri Pek-kiam-pang.

Kendati sejak awal Han Sin berkali-kali mengatakan tidak sudi disapa tuan muda, namun umumnya para anggota perkumpulan selalu menyapa dia dengan panggilan penuh penghormatan itu. Perilaku Han Sin di perkumpulan jauh dari kesan sombong. Dia sangat ramah dan jenaka. Sifat Han Sin yang terbuka dan tidak ingin dihormati justru membuat para anggota perkumpulan makin menghargainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun