Mendadak menambah pagu rombongan belajar (rombel), sistem penerimaan peserta didik baru (ppdb) tahun pelajaran 2020/2021, kontan mendapat penolakan mayoritas guru SMPN 1 Bagor dan sorotan masyarakat.Â
Dianggap bahwa keputusan Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Nganjuk melalui Kepala SMPN 1 1 Bagor untuk menambah satu pagu rombel menyalahi Permendibud nomor 44 tahun 2019, pedoman pelaksanaan (domla) dan petunjuk teknis (juknis) tentang PPDB yang sudah diputuskan sejak awal. Masyarakat juga menduga, kepala sekolah telah menerima sejumlah uang untuk setiap calon siswa, sehingga berani menambah pagu rombel di luar aturan PPDB.
Aksi penolakan pagu rombel ditunjukkan guru SMPN 1 Bagor, Jumat, 10 Juli 2020. Mereka berkirim surat kepada Bupati Nganjuk, ditembuskan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Ketua Ketua Nganjuk, Wakil Bupati Nganjuk, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Nganjuk, Kepala Desa Banarankulon, dan Kepala SDN Banarankulon 3, ditandatangani oleh 52 guru dan staf tata usaha, SMPN 1 Bagor.
Dalam surat disebutkan, adanya penambahan pagu rombel setelah proses pendaftaran selesai, selain melanggar aturan PPDB, juga berdampak tiga sekolah di sekitarnya kekurangan murid, diantaranya SMPN 2 Rejoso, SMPN 3 Bagor, dan SMPN 1 Wilangan.
Rusdi, ketua PPDB SMPN 2 Rejoso mengeluhkan adanya kekurangan jumlah rombel di sekolahnya. Dampaknya, nantinya bakal banyak guru di sekolahnya harus mencari jam mengajar tambahan di luar sekolah. "Dampak ke guru, harus mencari jam di luar, karena pagu kurang," jelas Rusdi.
Harusnya, menurut Rusdi, sekolah besar seperti SMPN 1 Bagor tidak diijinkan untuk menambah pagu rombel baru, sehingga calon siswa yang tidak diterima bisa masuk di sekolah lain terdekat.
"Sejak awal, harusnya sudah dipikirkan, sehingga tidak perlu nambah rombel," keluhnya.
Menurut Hardini, guru SMPN 1 Bagor, adanya penambahan pagu rombel siluman di sekolahnya memunculkan kesan miring masyarakat terhadap  panitia SMPN 1 Bagor. Dianggap mereka tidak melaksanakan PPDB sesuai peraturan yang berlaku.
"Karena terjadi kecemburuan sosial bagi pendaftar yang sudah terlanjur mencabut berkas," terangnya.
Apalagi, lanjut Hardini, penambahan rombel dilakukan setelah proses pendaftaran selesai, secara sembunyi-sembunyi. Lebih-lebih, pagu rombel ini muncul setelah diancam demo besar-besaran oleh warga desa setempat.