Mohon tunggu...
sujiati ronauli
sujiati ronauli Mohon Tunggu... Guru - sujiatironauli

Sopo sing tekun bakale tekan!

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Dampak Omnibus Law bagi Pekerja di Indonesia

25 Oktober 2020   17:14 Diperbarui: 25 Oktober 2020   17:20 316
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh : Sujiiati
Dosen Pengampu : Amelia Haryanti, S.H., M.H
Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Pemerintah berupaya menjaga dan memulihkan ekonomi nasional yang terancam resesi akibat pandemi covid-19. Bergam cara dilakukan, mulai dari memberikan stimulus pada pelaku usaha, merangsang konsumsi hingga memicu investasi.

Ikhtiar memacu investasi sudah dilakukan dalam lima tahun terakhir dengan belasan jilid paket kebijakan ekonomi. Yang terbaru adalah membuat Omnibus law UU Ciptaker untuk kemudahan usaha dan perizinan serta penciptaan lapangan kerja.

Saat ini DPR sudah mengesahkan RUU Ciptaker, namun hampir seluruh masyarakat Indonesia khususnya buruh, tidak setuju dengan hal tersebut beberapa petisi sudah dilayangkan tetapi tetap saja suara rakyat tidak didengar oleh DPR.

Bahkan ribuan buruh pabrik menggelar aksi demo dan mogok kerja hari ini, Selasa, (6/10/2020). Dengan diikuti dari sejumlah sektor industri garmen, elektronik, tekstil, sepatu, otomotif, hingga energi pertambangan. Hal ini terjadi diberbagai wilayah Indonesia.

Dalam UU tentang Ciptaker didalam Pasal 1 ayat 1 menyebutkan
"Cipta Kerja adalah upaya penciptaan kerja melalui usaha, kemudahan, perlindungan, dan pemberdayaan koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah, peningkatan ekosistem investasi Pemerintah Pusat dan percepatan proyek strategi nasional".

Omnibus law itu metode yang digunakan untuk merapihkan UU maka dari itu disebut Omnibus "Bis panjang/ besar ", Omnibus law itu ada 1700 Pasal, sebagai metode sebetulnya sangat bagus supaya teratur. Karena memangkas beberapa UU yang ada, Omnibus law juga biasa disebut dengan Undang-Undang sapu jagat. Seiiring dengan adanya kotradiksi antar UU maka melalui metode tersebut bisa dirapihkan.

Tetapi berbagai permasalahan muncul banyak pihak yang menyalahgunakan demi kepentingan-kepentingan sepihak yang dapat merugikan para pekerja. Seperti yang kita ketahui Omnibus Law itu adalah UU untuk memanjakan investasi kemudian munculah istilah "Cipta lapangan kerja (Ciptaker). Ada beberapa juga pasal yang dianggap merugikan buruh.

Sebetulnya , sifat dari UU itu bahkan diucapkan oleh Menteri Perekonomian "buruh itu easy hirering, easy firering" yang berarti mudah dipekerjakan dan mudah juga diberhentikan dan tidak ada jaminan yang jelas mengenai hal tersebut. Padahal konstitusi menyebutkan "mendapatkan pekerjaan dan upah yang layak adalah hak tiap warga negara Indonesia".

UU yang dibuat secara tertutup tanpa campur beberapa pihak yang harusnya terlibat, dalam hal ini UU itu sedang merencanakan suatu hal yang kurang bijak. Yang dimaksud dalam hal ini adalah menghalangi aspirasi dari masyarakat.

Sebagian masyarakat beranggapan bahwa UU itu dibuat untuk mematikan akal pikiran publik karena yang lebih diuntungkan adalah para investor asing terutama untuk menguras SDA tanpa AMDAL dan untuk menekan upah murah.

Tetapi disisi lain pemerintah justru mengklaim UU Ciptaker ini akan memuluskan investasi lewat penyederhanaan sistem birokrasi dan perizinan. Sehingga menimbulkan penolakan besar-besaran dari masyarakat. Pembahasan RUU Ciptaker pun kerap menghadirkan drama dan memancing perbincangan publik.
Apa saja poin dalam UU Omnibus Law Ciptaker yang dinilai berdampak negatif dan merugikan buruh/pekerja ?

Pengusaha bebas menentukan unit keluaran yang ditugaskan kepada pekerja sebagai dasar penghitungan upah. Tidak ada jaminan bahwa sistem besaran upah per satuan untuk menentukan upah minimum di sektor tertentu tidak akan berakhir dibawah upah minimum. 

(lihat Pasal 88B).
Ayat (1) "Upah ditentukan satuan waktu dan/atau satuan hasil "
Ayat (2) "Ketentuan lebih lanjut mengenai upah berdasarkan satuan waktu dan/atau satuan hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah".
Adanya penghapusan pasal 91 UU Ketenagakerjaan akan berdampak pada kesewenang-wenangan pengusaha pengusaha upah minimum menurut UU.
Pasal 91 UU Ketenagakerjaan nomor 13 Tahun 2003 menyebutkan :

Ayat (1) "Pengaturan pengupahan yang  ditetapkan atas kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh tidak boleh lebih rendah dari ketentuuan pengupahan yang ditetapkan peraturan perundang-undangan yang berlaku".

Ayat (2) "Dalam hal kesepakatan sebagaimana ynag dimaksud dalam ayat (1) lebih rendah atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, kesepakatan tersebut batal demi hukum, dan pengusaha wajib membayar upah pekerja/burh menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku".

Menghapus menyerakannya terhadap kesepakatan para pihak dengan membatasi waktu perjanjian kerja (lihat pasal 56  ayat 3).
Ayat (3) " jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditentukan berdasarkan kesepakatan para pihak".

Kebijakan waktu kerja yang kurang jelas beraikbat pada eksploitasi terhadap pekerja. (lihat Pasal 77).

Ayat (1) "Setiap Pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja".
Ayat (2) "Waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi :

a. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu ; atau
b. 8 (delapan) dalam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

Ayat (3) " Ketentuan waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku bagi sektor usaha atau pekerjaan tertentu".
Ayat (4) " Pelaksanaan jam kerja bagi pekerja/buruh diperusahaan diatur alam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama".
Ayat (5) " Ketentuan lebih lanjut mengenai waktu kerja pada sektor usaha atau pekerjaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
UU Ciptaker dianggap lebih terfokus pada tujuan peningkatan ekonomi, dan mengabaikan terkait dengan peningkatan sumber daya manusia.

Pro kontra Omnibus law UU Ciptaker memang tidak bisa dihindari karena masyarakat kita begitu kritis, tetapi terkadang berbagai macam persepsi memang perlu klarifikasi supaya permasalahan tidak semakin bertambah dan dihadirkan solusi untuk kita semua agar masyarakat hidup dengan damai, tentram dan sejahtera.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun