Mohon tunggu...
Suherman Juhari
Suherman Juhari Mohon Tunggu... Penulis - Kalau Bukan Kita Siapa lagi?Kalau Bukan Sekarang Kapan Lagi ?

Seorang Peneliti di Institute for Economic Research and Training (INTEREST) dan dosen Ekonomi yang memiliki semangat dan harapan untuk pendidikan Indonesia agar lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Nota-nota Fiksi Kaum Intelek

24 Oktober 2019   14:29 Diperbarui: 24 Oktober 2019   14:38 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sebelum membaca tulisan ini alangkah baiknya saya sampaikan bahwa ini adalah kritik yang muncul dari berbagai pengamatan dan cerita rekan-rekan yang beredar dari berbagai wilayah, sehingga tulisan ini tidak merujuk pada instansi tertentu, melainkan bersifat lebih umum dan hanya menyindir oknum tertentu yang menjadi pelaku. 

Budaya ketidakjujuran dewasa ini bukan lagi menjadi hal yang asing ditelinga masyarakat Indonesia. Ketidakjujuran sudah mengundang berbagai masalah yang menjerumuskan segelintir masyarakat ke dalam degradasi moral. Siapa yang akan menyangka bahwa ternyata kalangan yang dipercaya sebagai penyelamat bangsa dengan keilmuannya, justru melakukan banyak hal mengecewakan yang tidak tercium baunya oleh hukum. Mungkin saja semua sudah tercium namun tidak ada keberanian untuk mengendus lebih jauh. Keresahan yang sudah mengendap lama ini mengarahkan jemari saya mengetik kata demi kata untuk menyerang segelintir oknum akademisi yang pandai sekali melucuti kejujuran dengan meneror sistem dengan nota-nota fiksi hasil penelitian ataupun proyek tertentu. Siapa yang akan menyangka bahwa para peneliti kita banyak yang jago sulap?  

Mungkin sebagian orang menganggap semua pihak di negeri ini cukup percaya dengan laporan-laporan formal yang diserahkan pasca kegiatan yang memiliki anggaran dari negara ataupun instansi tertentu. Secara umum memang setiap laporan yang sesuai kaidah pelaporan semestinya sudah pasti dianggap benar dan bebas dari kesalahan.

Padahal banyak nota-nota fiktif hasil kegiatan menumpuk dengan alasan rasional yang dipaksakan. Ini adalah fenomena yang acapkali disaksikan dilingkungan sekitar tapi kita memilih bungkam. Bungkam bukan karena takut, melainkan masa bodoh dan tidak tau harus melakukan apa. Fenomena ini tidak mengenal instansi apapun, pendidikan, pemerintahan, swasta semuanya berpotensi melakukan kamuflase nota perjalanan ataupun nota hasil belanja yang dianggarkan secara resmi. Bukan lagi menjadi hal biasa mengenai penciptaan nota fiktif untuk memberi laporan yang balance. Entah apa yang salah dengan masa ini. Lembaga Pemberantasan Korupsi sudah begitu aktif menampilkan prestasinya dalam menciduk pada kriminal kelas paus yang pandai mengendapkan uang negara dalam kekayaan pribadinya. 

Hal ini terjadi bukan karena salah siapa-siapa, memang ini adalah bentuk kenyataan dunia yang dimana keserakahan manusia akan selalu menjadi dogma dalam kehidupan. Pola hidup dan budaya berfikir yang korup menjadi lumrah dan tak terendus sitem yang kaku. Sistem sejauh ini hanya mengerti soal laporan balance, tidak perlu tahu menahu asal muasal balance tersebut. Bisa jadi nota-nota yang terlaporkan para pengguna anggaran tersebut merupakan nota "kongkalikong" antara pengguna dana dengan pihak tertentu yang tidak  bertanggungjawab.

Budaya ketidakjujuran pada era globalisasi ini nampaknya tidak lagi bisa dinetlarisir dengan isu keagamaan. Agama bagi kaum tiduk jujur hanyalah pengingat saat waktu susah saja, sedangkan ketika manusia serakah berdampingan dengan harta maka keagamaan itu hanya faktor pelengkap saja. Terkadang agama disini hanya dijadikan sebagai kedok untuk menutupi ketidakfahaman orang tersebut pada agama itu sendiri.

Sudah bukan rahasia umum pihak-pihak yang tertangkap tangan melakukan korupsi itu hanyalah orang-orang yang kurang beruntung saja. Sebab fenomena korupsi ini tidak sederhana seperti yang diberitakan oleh media. Jika 3-5 orang koruptor bisa terungkap hari ini, itu hanya permukaan saja, sebab dibelakang masih bersembunyi aktor lain yang beruntungnya belum diketahui kedoknya oleh penyidik.

Tapi bangsa ini tidak perlu khawatir, karena jika hukum dunia tidak mampu membuat para oknum nakal ini menyerah, maka masih ada hukum tertinggi yang langsung diadili oleh Tuhan yang maha esa. Keadilan itu Mutlaq sedangkan rekayasa atas keadilan itu dinamis. Semua pelaku yang terlibat dalam penggunaan nota fiktif boleh saja tenang saat ini, namun tidak untuk nanti.

Bangsa ini perlu untuk membenahi sistem laporan balance yang sudah menjadi cara kerja yang tersistematis. Jika saja semua orang berpendidikan berpotensi untuk melakukan manipulasi nota kegiatan beranggaran, jadi kepada siapa lagi kita hendak mempercayakan kejujuran? Kejujuran bukanlah makanan instan yang mudah diperoleh dari orang lain. Justru hal paling mudah untuk dilakukan adalah menjadi tidak jujur.

Dalam dimensi akademis yang semestinya kritis akan budaya ketidakjujuran akan nota fiktif menjadi panggung gembira bagi akademisi yang handal dalam bermain nota fiktif. Dalam intansi pemerintahan dan perwakilan rakyat juga patut diduga melakukan hal yang sama. Bukan munafik, memang faktanya kebutuhan ekonomi manusia tidak pernah terbatas. Oleh karena itu teori barat sudah tepat untuk menyatakan bahwa ada kelangkaan, meskipun semata-mata itu hanyalah teror menakutkan untuk orang-orang serakah yang hobinya hanya mengurus pendapatan saja.

Jadi benar kiranya bahwa koruptor dalam negeri ini tidak secara tiba-tiba muncul. Perilaku korup ini adalah salah satu dampak dari terlalu diperbudak oleh uang. Dewasa ini  banyak yang menganggap bahwa tersangka atas penyebab kriminalitas adalah uang. Ternyatabukan karena uang seorang manusia jadi koruptor. Korupsi terjadi karena dalam diri setiap pribadi yang korup menghilangkan istilah bahwa Tuhan itu maha melihat. Pribadi yang korup itu menghilangkan moral dalam dirinya untuk mencapai kepentingan material semata.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun