Mohon tunggu...
Suherman Juhari
Suherman Juhari Mohon Tunggu... Penulis - Kalau Bukan Kita Siapa lagi?Kalau Bukan Sekarang Kapan Lagi ?

Seorang Peneliti di Institute for Economic Research and Training (INTEREST) dan dosen Ekonomi yang memiliki semangat dan harapan untuk pendidikan Indonesia agar lebih baik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Renungan bersama Para Lelaki Muslim

4 Agustus 2019   21:46 Diperbarui: 4 Agustus 2019   22:01 106
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona


Kepada seluruh manusia yang berjenis kelamin laki-laki di manapun engkau berada spesifik  yang mengaku agamanya Islam. Ini adalah tulisan tentang kita. Tentang pilihan kita yang sering tidak patuh terhadap perintah.

Bagaimana ketika tiba masa dimana seluruh manusia meronta-ronta meminta kembali dihidupkan lagi ke dunia untuk memperbaiki sejarah hidupnya ? Ketika masa itu telah tiba maka apa yang akan kita argumentasikan dihadapan hakim seluruh alam ? Apa yang akan kita banggakan dari seonggok daging berbentuk manusia di hari kemudian ?

Ketika kita hidup di dunia kecenderungan kita justru mengabaikan panggilan muadzin di masjid-masjid, kita mendengarnya dengan sadar dengan telinga yang sehat sedang kita pura-pura sibuk dengan alasan kita  yang begitu banyak agar tidak sholat dengan tepat. Apakah masjid begitu berjarak sehingga tiada niat untuk merangkak sedikitpun untuk menyetuh lantainya yang begitu halus? Begitu lembut? Begitu teduh dan sejuk ?

Apakah jarak masjid  dari tempat tinggal kita terlalu jauh sehingga tiada hati tergerak untuk menuju kesana ? Apakah iman kita kalah oleh jarak ? Atau justru kitalah yang sengaja mempelemah iman kita dengan berdalil "saya capek", "masjid jauh", "saya mau dirumah saja", "saya belum cukup shalih untuk sholat di masjid".

Rasanya begitu malu bercampur pilu apabila melirik kisah sahabat kita di Palestina yang ingin ibadah di masjid AL-Aqsa saja mereka harus berhadapan dengan para tentara bej*d negara sebelah. Rasanya begitu malu dan rendah ketika mengingat kisah Muslim tua buta yang memasang tali dari rumahnya menuju masjid karena saking cinta dan taatnya kepada perintah Allah.

Rasanya malu dan benar-benar malu ketika membayangkan bagaimana mereka para setan bertepuk tangan atas keberhasilan mereka membuat kita menjadi malas beribadah "KE MASJID".

Jangankan sholat ke masjid, kita untuk sholat sendiri saja masih sering ditunda, sering nyari alasan untuk sholatnya di akhir waktu saja dan alasan-alasan perontok keimanan lainnya. Apakah kita tidak takut ?

Kenapa dalam Alqur'an Allah mengatakan dirikanlah Sholat dulu lalu tunaikanlah Zakat? Karena amalan yang akan pertama kali dihisab di masa itu (Yaumul Hisab) adalah sholat. Apabila sholat kita telah baik maka selamat pula kita kelak, apabila sholat kita buruk maka kita akan terciduk dan masuk kedalam bara api yang teramat panas. 

Ketahuilah bahwa yang melaksanakan sholat di masjid saja itu belum tentu sholatnya telah baik apalagi yang SENGAJA untuk sholat sendiri dan GAK di MASJID pula ? dengan alasan "ah masjid terlalu jauh", "Ah ini, ah itu...Ah aku belum pantas". Sampai kapan kita mau membiarkan masjid itu kosong? Sampai kapan kita mau menjadi penganut agama tapi tidak mau join sama perintah-perintah yang udah sejak dulu ada?

Miris sekali ketika melihat kondisi kita yang kian hari semakin mencintai kesibukan dunia, sehingga adzan tiba kita pura-pura tuli agar sholatnya biar saja nanti. Apa gerangan penghambat kita untuk menginjak masjid wahai cucu adam ? apakah karena kita merasa terlalu najis untuk beribadah, tidak layak untuk meminta berkah ? Apakah kita sudah lupa bahwa Allah Maha Pemaaf, Allah Maha melihat, Allah maha mengetahui?

Kita menunggu apa agar bisa melaksanakan sholat tepat waktu ? agar bisa melaksanakan sholat itu di rumah Allah yang disebut masjid,  kita menunggu apa ?Apakah kita menanti esok datangnya hidayah ? Bagaimana jika malam ini kita kedatangan pencabut nyawa ? sudah siapkah kita ikut bersamanya ?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun