Mohon tunggu...
suherman agustinus
suherman agustinus Mohon Tunggu... Guru - Dum Spiro Spero

Menulis sama dengan merawat nalar. Dengan menulis nalar anda akan tetap bekerja maksimal.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Paskah 2022 Bedanya Apa?

15 April 2022   18:48 Diperbarui: 15 April 2022   18:51 903
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setiap tahun umat Kristiani di seluruh dunia merayakan Paskah. Paskah dalam tradisi Yahudi, sebagaimana dilukiskan dalam Perjanjian Lama, dimaknai sebagai peristiwa pembebasan bangsa Israel dari penindasan orang-orang Mesir. Sedang dalam Perjanjian Baru, Paskah dimaknai dan dihayati sebagai pembebasan umat manusia dari dosa, melalui penderitaan dan penyaliban Yesus di salib.

Tata ibadat selama pekan suci di semua gereja di dunia juga sama karena tidak terlepas dari sifat Gereja Katolik, yakni Satu, Kudus, Katolik dan Apostolik. Itulah salah satu kekhasan Gereja Katolik, yakni terpusat ke Gereja Katolik Roma sebab di sanalah tempat kediaman atau tahta suci Sri Paus Fransiskus yang adalah pemimpin umat Katolik di dunia.

Rangkaian Perayaan Paskah dimulai dari Perayaan Minggu Palma, Tri Hari Suci dan diakhiri dengan Perayaan Minggu Paskah. Perayaan Minggu Palma adalah perayaan kenangan akan Yesus yang memasuki kota asalnya, Yerusalem, sebelum Ia mengalami penderitaan yang hebat nan kejam. Sementara Perayaan Tri Hari Suci terbagi menjadi tiga bagian, yakni Perayaan Kamis Putih, Jumat Agung dan Sabtu Suci.

Perayaan Kamis Putih hendak memperingati perjamuan makan bersama antara Yesus dan ke-12 murid-Nya. Dalam perjamuan itu, Yesus membagi-bagikan roti dan anggur kepada para murid yang melambangkan Tubuh dan Darah-Nya sendiri. Sedang, Perayaan Jumat Agung merupakan perayaan peringatan akan penderitaan dan penyaliban Yesus di puncak bukit Golgota. Sementara, Perayaan Sabtu Suci dihayati sebagai kenangan akan masa transisi dari kematian Yesus menuju kebangkitan-Nya. Diakhiri dengan perayaan Minggu Paskah dalam rangka memperingati hari kebangkitan Yesus.

Rangkaian perayaan tersebut hendaknya tidak hanya dihayati sebagai perayaan kenangan akan peristiwa Yesus tetapi lebih dimaknai sebagai peristiwa iman. Iman akan Yesus Kristus. Umat Kristiani memaknai Paskah sebagai perayaan puncak iman dan keselamatan umat manusia sebab kebangkitan Yesus dari kematian membawa keselamatan bagi semua umat manusia.

Melalui Paskah, manusia juga diajak untuk melakukan transformasi diri. Maksunya, melakukan perubahan total dalam dirinya, entah dalam hal penampilan fisik atau pun dalam hal sifat dan karakter. Bila sebelumnya, kita suka berdusta kepada sesama maka kini tiba saatnya untuk bersikap jujur dan terbuka. Bila sebelumnya kita kerap memamerkan harta dan kekayaan dalam berbagai media sosial maka segeralah untuk berbenah diri dan lebih sering berbagi kepada mereka yang membutuhkan pertolongan.

Jika sebelumnya suka membuang-buang waktu untuk hal-hal yang kurang penting, maka bergegaslah untuk berkarya dan berkreasi serta melakukan terobosan-terobosan baru yang menguntungkan diri sendiri dan orang lain. Jika sebelumnya seringkali mengadudomba sesama, mengumbar kata-kata kebencian, menyebarkan berita-berita bohong, kini tiba saatnya untuk lebih mencintai sesama, sebab setiap orang berhak untuk dicintai dan merasakan kebahagiaan sebagaimana kita juga mengharapkannya.

Paskah tahun ini bedanya apa?

Paskah tahun ini tentu berbeda dengan Paskah dua tahun sebelumnya. Tahun 2020 dan 2021, umat Kristiani mengikuti Perayaan Paskah secara virtual dari rumah masing-masing karena pandemi Covid-19. Sementara di tahun 2022 ini, umat Kristiani sudah diperbolehkan untuk mengikuti Perayaan Paskah di gereja meskipun jumlahnya harus dibatasi sebab pandemi ini tak kunjung usai. Setidaknya kerinduan umat untuk merayakan misteri Paskah secara langsung di gereja kini terobati.

Penulis sendiri merasakan hal yang berbeda ketika mengikuti Paskah dan ibadat lainnya secara virtual. Ibadahnya terasa kurang kusuk. Seperti menonton ibadah, bukan mengambil bagian dalam ibadah. Terlalu banyak gangguan dan godaan, misalnya godaan telfon dari keluarga, rekan kerja, sahabat. Belum lagi gangguan bunyi musik serta obrolan tetangga yang menggelegar. Dan yang paling menyebalkan, adalah bahwa umat tak dapat menyambut hosti suci (Tubuh Kristus) sendiri. Padahal, penerimaan Tubuh Kristus adalah bagian integral dan tak terpisahkan dari Perayaan Ekaristi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun