Indonesia akhirnya memiliki bullion bank atau bank emas, yang diresmikan Presiden Prabowo Subianto pada 26 Februari 2025 di kantor pusat Pegadaian, Jakarta. Langkah ini menjadi bagian dari upaya besar dalam mengoptimalkan ekosistem emas nasional serta mengurangi ketergantungan pada impor emas.
Langkah ini tentu menarik perhatian, mengingat selama ini Indonesia merupakan salah satu negara dengan cadangan emas terbesar di dunia, tetapi ironisnya masih mengandalkan impor untuk memenuhi kebutuhan emas domestik. Maka, apakah bank emas ini benar-benar akan menjadi solusi? Atau justru hanya akan menjadi kebijakan ekonomi yang megah di atas kertas tetapi sulit diimplementasikan?
Apa Itu Bullion Bank?
Bullion bank adalah institusi keuangan yang menawarkan layanan terkait emas, seperti simpanan emas, penitipan, perdagangan, serta pembiayaan berbasis emas. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan regulasi pada 18 Oktober 2024 (POJK No. 17 Tahun 2024) untuk mengatur kegiatan perbankan emas ini.
Dengan adanya bank emas, masyarakat dapat menabung emas dengan perjanjian penyimpanan 3 bulan, 6 bulan, hingga tahunan, dengan imbal hasil dalam bentuk gram emas. Selain itu, nasabah juga dapat mengajukan pinjaman berbasis emas dengan minimal 500 gram.
Namun, muncul pertanyaan: apakah masyarakat umum benar-benar akan tertarik menabung emas di bank ini? Ataukah hanya akan dimanfaatkan oleh perusahaan besar dan kalangan elite saja? Karena melihat minimal pinjaman emas sebesar 500 gram, jelas ini bukan angka kecil bagi masyarakat biasa.
Potensi dan Manfaat Bank Emas
Menurut kajian Kementerian Perekonomian, bank emas memberikan berbagai keuntungan, di antaranya:
1. Pengurangan Impor Emas – Indonesia masih bergantung pada emas impor meskipun memiliki cadangan besar. Dengan adanya bullion bank, produksi dalam negeri dapat dioptimalkan.
2. Penghematan Devisa – Pemerintah dapat menjaga kestabilan moneter dengan mekanisme likuidasi emas di dalam negeri.