Mohon tunggu...
Achmad Suhawi
Achmad Suhawi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Politisi Pengusaha

MENGUTIP ARTIKEL, Harap Cantumkan Sumbernya....! "It is better to listen to a wise enemy than to seek counsel from a foolish friend." (LEBIH BAIK MENDENGARKAN MUSUH YANG BIJAK DARIPADA MEMINTA NASEHAT DARI TEMAN YANG BODOH)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Senjakala Nasib Ormas sebagai Komponen Cadangan

21 Januari 2021   13:59 Diperbarui: 21 Januari 2021   14:09 495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keamanan. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Pixelcreatures

Organisasi Kemasyarakatan Sebagai Komponen Cadangan Sekaligus Civil Society.

Banyak Organisasi Kemasyarakatan atau Ormas yang kemudian dilarang keberadaannya oleh Pemerintah Indonesia -- misalnya saja Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Front Pembela Islam (FPI) -- dengan menggunakan Ideologi sebagai tolak ukur. Dan sesungguhnya bisa lebih banyak lagi ormas dan NGO yang bisa dikatagorikan tidak selaras dengan Ideologi Pancasila. Indonesia sempat melarang eksistensi Masyumi, Murba, dan PKI sebagai partai politik yang memiliki kiprah pada masa pra kemerdekaan sampai di penghujung orde lama, kontestan pemilu 1955

Dan apabila pemerintah membuka spektrum yang lebih luas lagi terhadap potensi ancaman, hambatan, gangguan, dan tantangan yang dihadapi oleh Indonesia di dalam membumikan pancasila sebagai ideologi negara dimana implementasinya harus konkrit dalam praktek keseharian kehidupan rakyat dan pejabat, maka akan lebih banyak lagi organisasi atau kelompok - kelompok yang bisa dinilai kurang selaras dengan proses internalisasi ideologi pancasila, jati diri bangsa, dan kepentingan nasional.

Namun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa sangat banyak ormas yang memberikan kontribusi positif bagi kepentingan nasional, terutama dalam perannya sebagai bagian dari Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta (Sishankamrata), terutama ketika proses perjuangan mencapai Indonesia merdeka. Perjuangan rakyat yang disalurkan melalui laskar-laskar rakyat kemudikan melebur sebagai BKR (Barisan Keamanan Rakyat) yang menjelma menjadi TKR (Tentara Keamanan Rakyat) sebagai cikal bakal ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) atau TNI / Polri. Dan semua itu tidak bisa dipisahkan dari keberadaan dan eksistensi Ormas. Termasuk perjuangan ketika menghadapi tragedi berdarah 1965/1966. Wajar bila kemudian Indonesia memiliki berbagai slogan yang mengindikasikan bahwa Tentara bersenyawa, menyatu, dan berjuang bersama dengan rakyat. Karena pada kenyataannya memang demikian

Jangan heran apabila berbagai ormas dan parpol memiliki semacam satuan tugas (Satgas) yang menyerupai paramiliter. Keberadaan berbagai Satgas tersebut selain untuk memenuhi kebutuhan internal dari masing - masing organisasi, ternyata ia merupakan kelompok reaksi cepat yang sangat efektif dalam program kemanusiaan semacam Bakti Sosial manakala ada bencana, pengamanan kegiatan masyarakat, dan masih banyak lagi. Sebab, pengerahan instrumen negera seringkali terjerat dengan prosedur birokrasi yang berbelit dan jenjang komando yang harus dipatuhi dengan ketat. Akibatnya, instrumen negara tidak mudah untuk melakukan reaksi cepat bila dibandingkan ormas. Apalagi sebagian besar dari personil ormas telah mendapat pelatihan dasar keprajuritan dari TNI / Polri atau lembaga-lembaga yang memang kompeten, baik dalam skala nasional maupun internasional, sehingga SDM mereka juga terukur.

Doktrin Sishankamrata dalam ruang gerak aktivitas ormas sebagai komponen cadangan tidak bisa dipungkiri. Kontribusi Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) semacam Banser yang dimiliki oleh NU, Kokam yang dibentuk Muhammadiyah, Kosgoro, MKGR, Soksi, HKTI, HSNI, Dekopin, KADIN, FKPPI, PPM, Pemuda Pancasila, Pemuda Siliwangi di Jawa Barat, Ikatan Pemuda Karya di Sumatera Utara, Resimen Mahasiswa, Mahasiswa Kelompok Cipayung, dan berbagai ormas berskala nasional maupun kedaerahan, baik yang bercirikan keagamaan maupun profesi yang jumlahnya mencapai ratusan bahkan ribuan, tidak boleh dipandang sebelah mata. Apalagi sebagian besar organisasi-organisasi tersebut eksis karena memang dibutuhkan oleh rakyat, bahkan pembiayaan aktivitas organisasinya lebih banyak swadaya, mungkin sekali tempo ada bantuan dari pemerintah pusat atau daerah sebagai sebuah atensi sekaligus pembinaan, akan tetapi dalam beberapa kasus tidak sebanding bila dibandingkan dengan kiprah besar ormas - ormas tersebut.

Ormas sebagai artikulasi komponen cadangan mempunyai nilai strategis. Hal itu sejalan dengan doktrin pertahanan defensif aktif, sistem pertahanan keamanan rakyat semesta, strategi perang semesta dan perang gerilya. Artinya, pihak lawan tidak bisa mengetahui dengan pasti potensi pertahanan Indonesia melalui pemberdayaan rakyat yang dilakukan dengan membina anggota ormas di satu sisi. Dan rakyat tetap dapat melakukan bela negara tanpa meninggalkan profesi, domisili dan keahliannya disisi lain.

Di samping itu setiap warga negara bisa berkontribusi setiap waktu melalui profesi yang digeluti dan aktivitasnya sehari-hari. Sehingga memberikan keterampilan dasar kepada setiap anggota ormas sekaligus memantau situasi dan kondisi dari personil ormas sebagai komponen cadangan dalam kehidupan sehari-hari merupakan tantangan alam demokrasi. Dimasa orde baru bisa mengefektifkan Bintara Pembina Desa (Babinsa), di samping pengawasan dari ormas itu sendiri, walaupun dalam beberapa hal ada praktek penyelewengan tetapi bukan berarti sebagai row models dikatakan keliru secara total.

Ormas, termasuk organisasi keagamaan, selain sebagai komponen cadangan juga merupakan wujud dari suatu civil society dalam relasi negara. Istilah civil society berasal dari bahasa Latin yaitu societes civiles yang diperkenalkan oleh Cicero (106-43 SM). Civil society menurut Eisenstadt adalah suatu masyarakat baik secara individual maupun kelompok dalam negara yang mampu berinteraksi dengan negara secara independen. Sedangkan menurut Emest Geller merupakan masyarakat yang terdiri atas institusi pemerintah yang otonom dan cukup kuat untuk mengimbangi negara. Jadi civil society merupakan suatu kelompok atau tatanan masyarakat yang berdiri secara mandiri dihadapan penguasa dan negara, memiliki ruang publik dalam mengemukakan pendapat dan ada lembaga-lembaga mandiri yang bisa digunakan untuk menyalurkan aspirasi dan kepentingan publik.

Ormas sebagai suatu civil society di Indonesia mempunyai suatu relasi kemitraan dengan negara. Relasi antara ormas dengan negara boleh dikatakan memiliki keunikannya tersendiri. Ormas tidak membangun relasi yang diametral secara mutlak dengan negara, dalam arti tidak berada di luar pengaruh kekuasaan negara, tetapi lebih kepada mitra strategis dalam konteks Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta (Sishankamrata), dimana potensi rakyat sebagai non Combatan diberdayakan melalui Ormas. Sehingga pemerintah lebih banyak berperan dalam melakukan pembinaan terhadap eksistensi ormas ditengah-tengah masyarakat.

Pola relasi ini berbeda dengan Non Government Organization (NGO) atau civil society yang lebih dikenal dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). LSM pada umumnya membangun relasi di luar pengaruh kekuasaan negara tetapi mesra dengan lembaga donor yang banyak difasilitasi oleh lembaga - lembaga internasional dan negara lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun