Mohon tunggu...
Achmad Suhawi
Achmad Suhawi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Politisi Pengusaha

MENGUTIP ARTIKEL, Harap Cantumkan Sumbernya....! "It is better to listen to a wise enemy than to seek counsel from a foolish friend." (LEBIH BAIK MENDENGARKAN MUSUH YANG BIJAK DARIPADA MEMINTA NASEHAT DARI TEMAN YANG BODOH)

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Ilusi Kemenangan Partai Politik di Pilkada

2 Januari 2021   06:57 Diperbarui: 2 Januari 2021   07:04 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Hal ini merupakan suatu pendekatan yang cenderung mengabaikan dedikasi dan jenjang kaderisasi yang harusnya dibangun oleh setiap parpol, karena memang hampir bisa dikatakan bahwa partai-partai politik abai dengan agenda rekruitmen dan pendidikan kepada anggotanya. Praktek melawan kotak kosong bisa menjadi indikasi bahwa kekuatan politik dan ekonomi tersentralisasi di segelintir orang, sehingga bisa memborong semua rekomendasi parpol agar semua parpol hanya mengusung / mendukung satu paslon saja.

Rumit dan tingginya biaya untuk melakukan penggalangan dukungan minimal dan syarat sebaran sebagaimana dipersyaratkan untuk menjadi calon perseorangan atau independent (non partai politik) menjadi kendala tersendiri. Sebab,  pasal 41 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada mengatur ketentuan bahwa syarat dukungan minimal 6,5–10 persen dari daftar pimilih tetap atau DPT, apalagi mensyaratkan sebaran dukungan lebih dari 50 persen wilayah. Persyaratan itu dinilai berat bagi calon perseorangan yang maju dalam Pilkada 2020.

Pada awal tahap verifikasi dukungan calon perseorangan, ada 203 bakal paslon yang berpartisipasi. Akan tetapi hanya 23 paslon yang dinyatakan memenuhi syarat pasca verifikasi, dan setelah dilakukan perbaikan meningkat menjadi 70 paslon. Dengan demikian, kemenangan sudah bisa dipastikan, dan pilkada tidak lebih hanya suatu tikungan tajam, trik, dan manipulasi untuk meraih kemenangan melalui mekanisme administratif Pilkada yang dilakukan melalui konspirasi oligarki yang ada parpol.

Mengurangi kepesertaan paslon perseorangan dari pilkada ke pilkada berjalan dengan sistematis, sehingga fungsi parpol ibarat loket karcis yang mengontrol tiket masuk untuk menentukan quota bursa paslon di Pikada. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kepesertaan paslon perseorangan, yaitu : 

Besarnya syarat dukungan minimal untuk maju sebagai pasangan calon; Tingkat kemenangan paslon perseorangan relatif lebih kecil daripada paslon dari partai politik (parpol) atau koalisi parpol; Besaran pembiayaan, bisa dikatakan bahwa biaya untuk paslon perseorangan tidak jauh berbeda dengan paslon yang diusung parpol atau gabungan parpol. Sebab paslon perseorangan membutuhkan pembiayaan mulai dari tahapan pemenuhan syarat dukungan minimal, verifikasi dukungan, hingga biaya kesiapan infrastruktur pemenangan, akomudasi saksi, dan lain sebagainya.

Berdasarkan data yang di himpun oleh Jawa Post selama kurun waktu antara 2015–2018 menunjukkan bahwa dari 541 wilayah yang menggelar pilkada jumlah kontestan mencapai 1.684 paslon, terdiri atas 1.374 paslon (81,59 persen) diusung oleh parpol atau gabungan parpol dan 310 paslon (18,41 persen) diusung calon perseorangan. Jumlah kepesertaan paslon perseorangan mengalami penurunan dari 135 di Pilkada 2015 turun menjadi 85 di Pilkada 2017 dan menjadi 90 di Pilkada 2018. Jumlah kontestan Pilkada kembali menurun menjadi 70 pada Pilkada 2020.

Sementara jumlah paslon perseorangan yang memenangkan kontestasi juga mengalami penurunan, dari 13 paslon (9,63 persen) di Pilkada 2015 turun menjadi 3 paslon (3,53 persen) di Pilkada 2017 dan hanya 2 paslon (2,22 persen) di Pilkada 2018, serta 6 paslon (0,22 persen) pada Pilkada 2020. Bahkan kemenangan paslon perseorangan hanya di wilayah luar Pulau Jawa dengan jumlah pemilih yang relatif kecil. Sedangkan wilayah dengan jumlah pemilih yang relatif besar masih di dominasi oleh kemenangan kandidat dari parpol.

Kedua, Hampir semua parpol menyatakan memenangkan pilkada di atas 50% dari semua daerah yang melakukan pemilihan tahun 2020, entah mereka menang melawan siapa? apakah parpol sudah bertanding melawan rakyat yang seharusnya menjadi elen vital agenda perjuangannya? 

Mengacu kepada sejumlah fakta di atas, sejatinya parpol menyatakan menang 100 persen sekalipun, nyata hanya memenangi 64,57 persen karena kalah melawan calon perseorangan di 6 pilkada atau dengan prosentase sebesar 0,22 persen, sedangkan di 25 pilkada atau 9, 26 persen menang dari kotak kosong. Kemenangan parpol melawan calon perseorangan di 64 pilkada dari 70 paslon independent atau 25,71 persen dari seluruh pilkada tahun 2020, kemenangan itu tidak bisa dikatakan sebagai suatu prestasi kinerja ellectoral parpol pada momentum Pilkada. Sebab parpol tidak bertanding secara "apple to apple", parpol melawan parpol. Kontestasi antar parpol bisa dikatakan hanya terjadi di 64,57 persen dari seluruh pilkada.

Jadi apabila ada elit parpol yang mengklaim kemenangan 100 persen pada pilkada 2020 sesungguhnya ia hanya menang di 64,57 persen Pilkada, demikian halnya dengan kemenangan 50 persen maka pada kenyataanya hanya menang 32,29 persen Pilkada. Klaim kemenangan itu akan terus semakin mengalami defisit jika mengevaluasi sejauh mana perolehan kemenangan diperoleh, melalui koalisi atau tidak; paslon yang di usung merupakan kader sendiri atau bukan; infrastruktur mesin parpol difungsikan atau ditinggalkan; tingkat partisipasi sejauhmana.

Ketiga, parpol mengklaim kemenangan pada pilkada yang dilaksanakan di tengah kondisi rakyat sedang terpuruk secara ideologi, politik, sosial, ekonomi, dan budaya akibat hantaman pandemi covid 19 berikut sejumlah kebijakan yang menyertainya, mulai dari penerapan protokol kesehatan, berikut kebiasaan baru yang diberlakukan, pemanfaatan bansos dari pemerintah, angka pengangguran yang terus meningkat, sekaligus arus informasi yang di dominasi oleh oligarki politik dan ekonomi. Semua ini menjauhkan nalar pemilih untuk beranjak menuju Pilkada yang lebih substantif

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun