Mohon tunggu...
Achmad Suhawi
Achmad Suhawi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Politisi Pengusaha

MENGUTIP ARTIKEL, Harap Cantumkan Sumbernya....! "It is better to listen to a wise enemy than to seek counsel from a foolish friend." (LEBIH BAIK MENDENGARKAN MUSUH YANG BIJAK DARIPADA MEMINTA NASEHAT DARI TEMAN YANG BODOH)

Selanjutnya

Tutup

Analisis Pilihan

Ilusi Kemenangan Partai Politik di Pilkada

2 Januari 2021   06:57 Diperbarui: 2 Januari 2021   07:04 351
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Pemilihan Umum Kepala Daerah atau Pilkada tahun 2020 baru saja digelar ditengah maraknya Pandemi Covid - 19 yang sempat diselingi tarik ulur dan apatisme dari sejumlah kalangan. Sedangkan pemerintah dan penyelenggara pemilu optimis dengan pelaksanaan Pilkada tersebut. Perhelatan rutin yang menelan biaya yang tidak kecil itupun digelar. Walaupun terselenggara dengan lancar dan bisa dikatakan sukses, akan tetapi kontestasi Pilkada tahun 2020 menyisakan catatan penting berikut sejumlah kendala yang menyertainya. Meskipun ada yang menilai wajar sebagai pernak - pernik demokrasi, ada pula yang menganggap fatal dalam konteks pelembagaan demokrasi yang seharusnya semakin mapan.

Partai Politik Menang Melawan Kotak Kosong Dalam Pilkada 2020.

Sukses pelaksanaan Pilkada ditengah pandemi meninggalkan sejumlah catatan penting ditengah-tengah masyarakat pemilih. Dari 270 Pilkada yang di gelar pada tahun 2020, ternyata ada 25 daerah yang melakukan pilkada melawan kotak kosong. Selain itu, ada 70 pasangan calon perseorangan yang dinyatakan lolos oleh KPU setelah melakukan perbaikan berkas pencalonan. Sebelumnya, hanya ada 23 paslon perseorangan yang dinyatakan lolos dari bakal calon menjadi calon, sedangkan 73 pasangan calon (paslon) lainnya harus melakukan verifikasi ulang terlebih dahulu.

Dan ternyata ada 6 Paslon perseorangan dalam rekapitulasi KPU memenangi Pilkada 2020, yaitu: Romi Hariyanto-Robby Nahliyansyah di Kabupaten Tanjung Jabung Timur, Jambi; Wahdi-Qomaru Zaman di Kota Metro, Lampung; dan Syamsul-Hendra di Rejang Lebong, Bengkulu; Aulia Oktafiandi-Mansyah Sabri di Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan; Hendrik Syake Mambor-Andarias Kayukatui di Teluk Wondama, Papua Barat; dan kemudian Untung Tamsil-Yohana Dina Hindom di Fakfak, Papua Barat.

Catatan penting lain dari pelaksanaan Pilkada 2020 yaitu ada 9,26 persen kemenangan yang di klaim oleh Partai Politik (Parpol) layaknya ilusi dan omong kosong para elitnya, karena pada kenyataan parpol melawan kotak kosong di 25 daerah yang melakukan pilkada. Dan ada 25,93 persen paslon pilkada melawan oligarki partai politik dengan tampil sebagai pasangan calon (Paslon) dari jalur independent atau perseorangan tanpa kehadiran parpol. 

Jadi, kalau mau menghitung dengan cermat, sejatinya kontestasi antara partai-partai politik pada pilkada 2020 hanya 64,81 persen dari semua perhelatan yang ada di seluruh Indonesia. Sedangkan 9,26 persen kemenangan yang di klaim oleh parpol dalam pilkada tanpa kinerja yang berarti dari partai pengusung maupun pendukung, karena melawan kotak kosong. 

Dan paslon yang diusung oleh parpol untuk melawan kotak kosong selain memiliki modal ellectoral yang kuat ternyata memiliki dukungan finansial memadai. Selain melawan kotak kosong, kemenangan parpol pada pilkada 2020 di sejumlah daerah menyertakan paslon perseorangan.

Klaim kemenangan sejumlah elit parpol pada Pilkada 2020 sebagai suatu prestasi kemenangan kinerja secara faktual sulit dibuktikan, apalagi bila hendak menilai dari suatu perspektif bahwa Pilkada adalah ajang kontestasi antar Parpol. Dan pada kenyataannya ada paslon perseorangan yang memenangkan kontestasi melawan oligarki dan hegemoni partai-partai politik, walaupun sangat kecil, hanya 0,22 persen atau cuma 6 daerah yang berhasil mempermalukan kinerja mesin parpol dengan amat terbuka.

Pilkada 2020 sebagai ukuran efektifitas kerja elektoral mesin parpol sangat meragukan dan hanya klaim para elit parpol layaknya Event Organizer (EO) Pemilu yang ramai saat ada hajatan bertema pemilu, sampai - sampai antrian panjang para pencari surat rekomendasi dan dukungan memadati kantor-kantor parpol. 

Setelah selesai hajatan, aktivitas parpol kembali sepi dari agenda kepartaian untuk melakukan pendidikan, kaderisasi, agregasi, artikulasi, dan bahkan jarang ada sosialisasi sekaligus enggan memberikan infomasi sebagai sesuatu yang paling mudah untuk dilakukan oleh parpol. Selain daripada itu, aktivitas parpol nyaris tanpa ada keterpaduan antara kader dengan pengurusnya. Umumnya pengurus hanya sibuk menghabiskan Bantuan Dana Parpol dari pemerintah tanpa memperhatikan kinerja selayaknya suatu parpol.

Petahana Dimasa Pandemi Covid-19.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun