Mohon tunggu...
Achmad Suhawi
Achmad Suhawi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Politisi Pengusaha

MENGUTIP ARTIKEL, Harap Cantumkan Sumbernya....! "It is better to listen to a wise enemy than to seek counsel from a foolish friend." (LEBIH BAIK MENDENGARKAN MUSUH YANG BIJAK DARIPADA MEMINTA NASEHAT DARI TEMAN YANG BODOH)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ansor Mempersekusi HTI atau Membela Agama dan Negara

1 September 2020   13:40 Diperbarui: 16 September 2020   10:54 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Model perintahan dalam Islam tidak pernah definitif, dalam artian mengenal beberapa model semacam ditunjuk/diangkat dan dipilih pada masa sahabat atau Khulafaur Rasyidin yaitu abu bakar ra, umar ra, ustman ra, dan ali ra, atau model monarki setelahnya, baik masa bani umayah, abasiyah maupun ustmaniyah

Oleh sebab itu, pemujaan faham kekalifahan sebagai suatu model yang paling sempurna sesungguhnya bisa menyesatkan, sebagaimana dikatakan oleh Syeikh Ibnu Athoillah As-Sakandariy dalam kitab Al-Hikam, "Tiada engkau mencintai sesuatu melainkan pasti engkau menjadi budak (hamba) dari apa yang engkau cintai, dan Allah SWT tidak suka bila engkau menjadi hamba sesuatu selain dari pada-Nya.” Doktrinasi yang menciptakan militansi sehingga menjadi fanatisme buta seolah - olah hanya dengan menganut model kekhalifahan islam maka umat Islam bisa menjadi rahmatan lil alamin, rahmat bagi seluruh alam semesta, bisa sangat menyesatkan umat .

Dengan demikian maka upaya menghindarkan umat dari bahaya dan kehancuran demi memelihara kemaslahatan merupakan praktek amar ma'ruf nahi mungkar. Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah SAW dalam suatu hadist yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a. "Tidak masuk surga orang yang tetangganya tidak aman dari kejelekannya", hadist ini juga diriwayatkan oleh Al-Bukhari pada hadist nomer 6016. Artinya, membiarkan umat dalam bayang-bayang polarisasi, fanatisme semu, konflik dan kegamangan dalam bernegara merupakan praktek tuna sosial.

Bagi sebagian kalangan penjelasan diatas akan diikuti oleh suatu pertanyaan kritis semacam urgensi mencegah dakwah khilafah islamiyah sebagai bagian dari amar ma'ruf nahi mungkar? Keseluruhan tulisan singkat ini mencoba mengulas hal itu. Namun sebagai ungkapan singkat dapat dikemukakan bahwa gerak tanggap dari Ansor - Bangil terkait erat dengan kerisauan masyarakat sekitar atas upaya yang dilakukan oleh simpatisan HTI, dimana kaum Nahdliyin disana juga bagian dari masyarakat itu sendiri. Menghidarkan masyarakat dari potensi mudharat yang bisa timbul dikemudian hari merupakan bagian dari amar ma'ruf nahi mungkar, sebagaimana hadist yang diriwayatkan dari Thariq bin Syihab, "Barangsiapa diantara kamu melihat kemungkaran maka hendaklah ia ubah dengan tangannya, kalau tidak mampu maka dengan lisannya, dan kalau ia tidak mampu maka dengan hatinya, itu (mencegah kemungkaran dengan hati) adalah iman yang paling lemah." hadist serupa diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas'ud r.a. Kemungkaran disini lebih kepada timbulnya mudharat ketengah-tengah umat Islam yang telah hidup dengan harmonis.

Bahwa ketidak hadiran pihak kepolisian sebagai Kamtibmas telah menimbulkan prasangka bahwa tindakan main hakim sendiri telah terjadi di Bangil - Pasuruan dimana pendapat ersebut lebih kepada mempermasalahkan kinerja tatakelola kenegaraan. Alpanya kehadiran negara dalam permasalahan rakyat sejatinya menegaskan rendahnya kualitas instrumen negara dalam bekerja mewujudkan tujuan bernegara, utamanya kesejahteraan dan keamanan. idealnya instrumen negara bisa bertindak lebih cepat dalam merespon keresahan masyarakat sebagaimana yang disinyalir oleh Ansor setempat. Karena keberadaan kepolisian, intelijen dan sejumlah birokrasi pemerintahan dimaksudkan untuk hal tersebut.

Jadi aksi tanggap dari Nahdliyin yang direpresentasikan oleh Ansor - Bangil tidak terpisahkan dari tingginya komitmen Nahdliyin dalam mengawal Republik Indonesia dengan ideologi Pancasila, oleh sebab itu, kejadian antara Ansor dengan simpatisan HTI di Bangil tidak dapat didekati secara ubudiyah dimana Ansor dengan Bansernya telah mengambil porsi Allah SWT dalam mengawasi makhluknya, akan tetapi lebih kepada menghindarkan diri dari mudharat yang bisa menimpa umat Islam seluruh Indonesia umumnya, dan umat Islam di Pasuruan khususnya. Hal ini sejalan dengan firman Allah SWT dalam QS : 42:48 yang berbunyi "Jika mereka berpaling, maka (ingatlah) Kami tidak mengutus engkau sebagai pengawas bagi mereka. Kewajiban mu tidak lain hanyalah menyampaikan (risalah)." Ikhtiar tersebut perlu dilihat sebagai peringatan sesama umat Islam agar terhindar dari musibah.

Sesama umat Islam berkewajiban untuk saling mengingatkan agar menuju kepada kemaslahatan dan terhindar dari kemudharatan. Dan begitu kewajiban tersebut telah ditunaikan maka gugurlah kewajiban itu, sebagaimana firman Allah SWT dalam QS : 88 : 21-22 yang berbunyi, "Maka berilah peringatan, karena sesungguhnya engkau hanyalah pemberi peringatan. Engkau bukanlah orang yang berkuasa atas mereka."  Mengingat Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) telah dibubarkan oleh pemerintah Indonesia.

Titik persimpangan ideologi khilafah, Komunisme atau kosmopolitanisme dengan ideologi pancasila terletak pada sila "Persatuan Indoneaia". Sebab sebagai negara bangsa dikhawatirkan ketika Indonesia menjadi negara teokrasi maka sendi-sendi kehidupan sebagai negara bangsa yang sangat heterogen dari segi Etnis, Agama dan Adat Budaya kehilangan daya rekatnya, kohesifitasnya sehingga mengarah kepada disintegrasi, konflik horisontal. Jam'iyah Nahdliyin insyaf betul bahwa Republik Indonesia bukan negara teokrasi, tetapi Indonesia merupakan negara yang dijiwai dengan spirit agama, Islam, dimana negara hadir dalam kehidupan umat beragama khususnya umat Islam yang ditandai dengan berbagai produk legislasi yang bernafaskan Islam semacam Undang-undang tentang Haji, tentang Zakat, keberadaan Kementerian Agama, Baznas, dan lain sebagainya.

Kehadiran negara dalam kehidupan privat umat sejalan dengan kehidupan keseharian umat yang mayoritas beragama Islam. Umat Islam, utamanya di Indonesia terafiliasi ke sejumlah partai politik dan organisasi kemasyarakatan berbasis Islam yang cukup banyak jumlahnya. sehingga ketegangan diantara kelompok organisasi yang kerapkali timbul kemudian seringkali di framing menjadi masalah -masalah ubudiyah walaupun sejatinya lebih banyak dipengaruhi oleh soal muamalah. Situasi semacam itu seringkali narasi yang dimunculkan ke publik hanya diksi - diksi yang bisa mengarah kepada polarisasi umat namun sering mengabaikan akar masalah, motif, distorsi, termasuk provokasi yang sering menyertai dibalik semua kejadian.

Permasalahan umat Islam di Indonesia sejatinya bukan pada sistem Republik, Monarki ala khilafah, Sentralisme Demokrasi ala komunis, demokrasi liberal maupun demokrasi cita rasa oligarki, sebab sistem apapun itu selama umat Islam tidak diberdayakan maka hanya akan melahirkan tirani-tirani baru. Artinya, Islam bisa bersenyawa dengan berbagai sistem selama sistem itu tidak melarang umat islam menemui Rabnya, sebab dalam islam memungkinkan adanya perbedaan mazhab dan i'tilaf dalam hal fiqih. Islam adalah sistem yang hidup. Dan sebagai sistem yang hidup seyogyanya islam bisa memperbaharui dirinya dalam hal muamalah, tetapi tidak demikian dengan masalah ubudiyah.*** Wallahua'lam bissawab.

***---***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun