Mohon tunggu...
Suharyanto
Suharyanto Mohon Tunggu... Penulis - Selalu Belajar

Selalu Belajar

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Hikmah Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP)

13 Juli 2020   22:50 Diperbarui: 13 Juli 2020   23:48 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa penolakkan RUU Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) sangat masif, mulai dari penolakkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) beserta semua MUI tingkat provinsi, Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), sejumlah Ormas Islam, dan berbagai elemen masyarakat, serta sejumlah individu, yang diwujudkan baik dalam pernyataan tertulis maupun unjuk rasa di berbagai penjuru kota baik pada tingkat provinsi maupun pada tingkat kabupaten/kota.

Apabila aspirasi masyarakat tersebut tidak segera disikapi secara arif dan bijaksana baik oleh Pemerintah RI, DPR RI, maupun oleh MPR RI, sangat dimungkin akan menimbulkan malapetaka nasional di tengah-tengah berbagai krisis utamanya krisis akibat copid-19.

Sampai saat ini baik oleh Pemerintah RI, maupun DPR RI belum ada tanda tanda yang serius akan memenuhi tuntutan dari mayoritas rakyat Indonesia tersebut, dan RUU HIP masih tercantum dalam prolegnas tahun 2020. Konon diwacanakan akan diganti nomenklaturnya menjadi RUU Pembinaan Ideologi Pancasila (RUU PIP).

Tulisan singkat ini mencoba memberikan masukkan bagi para pengambil keputusan baik yang ada di eksekutif, legislatif, dan yudikatif, serta para pimpinan partai politik dan para ahli hukum.

Penolakkan secara masif tersebut di atas menggambarkan secara riil bahwa mayoritas masyarakat Indonesia:

  1. Mengkhawatirkan eksisnya kembali Partai terlarang PKI dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sebagaimana dalam era Presiden Sukarno dengan dilegalkannya partai Komunis dalam pemerintahan, yang dikenal dengan istilah yang sangat populer pada waktu itu, yaitu nasakom (nasionalis, agama, komunis).
  2. Menunjukkan  keinginan yang sangat kuat dalam menjaga, dan mengamalkan Pancasila yang termaktub dalam pembukaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Dengan demikian Pancasila sebagaimana pidato Bung Karno 1 Juni 1945 merupakan rangkaian sejarah proses lahirnya Pancasila 18 Agustus 1945, yang tidak boleh dilupakan.

Atas dasar hal tersebut di atas, untuk menghindari konflik yang serius antara mayoritas masyarakat Indonesia dengan DPR RI, MPR RI, dan Pemerintah RI, kiranya perlu:

  1. Pernyataan secara tegas baik oleh Pemerintah maupun oleh DPR RI bahwa RUU HIP dihentikan pembahasannya dan dikeluarkan dari prolegnas 2020.
  2. Pemerintah mengevaluasi terhadap partai politik yang dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangganya, visi misinya dan semangat perjuangannya mendasarkan pada Pancasila pidato Bung Karno 1 Juni 1945.
    Evaluasi tersebut sangat mendesak dan penting, dengan pertimbangan apabila tidak dilaksanakan evaluasi, dapat membuka celah lahirnya partai politik baru yang visi misinya dan semangat perjuangannya
    mendasarkan pada Pancasila yang termaktub dalam Piagam Jakarta yang menyebutkan sila pertama dari Pancasila adalah Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, yang hal tersebut sangat rawan memicu perpecahan keutuhan NKRI.
  3. Pemerintah mengevaluasi hari lahir Pancasila 1 Juni 1945. Kalau hari lahir Pancasila tetap pada tanggal 1 Juni, hal tersebut tetap akan menjadi dasar penafsiran pihak-pihak yang berkepentingan untuk membelokkan Pancasila menjadi Trisila, dan Ekasila. Sesuai dengan fakta hukum formil dan fakta hukum materiil, Pancasila sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 lahir pada tanggal 18 Agustus 1945. Dengan demikian hari lahir Pancasila yang telah ditetapkan oleh pemerintah tanggal 1 Juni, diubah untuk ditetapkan menjadi tanggal 18 Agustus.
  4. Pemerintah mengevaluasi Kembali keberadaan Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP).
    Tugas BPIP sudah bisa dilaksanakan oleh MPR RI dengan mensosialisasikan "Empat Pilar Kebangsaan".
    Untuk lebih membumikan pengamalan Pancasila kepada semua aparatur pemerintah, semua karyawan di semua perusahaan, semua anggota parpol, dan semua anggota ormas, cukup dengan memperkuat MPR dalam melakukan sosialisi Empat Pilar Kebangsaan.
    Sedangkan untuk membumikan Pancasila di lingkungan pelajar dan mahasiswa serahkan kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan kepada Menteri Agama.
    Dengan demikian tidak perlu ada wacana RUU HIP diganti menjadi RUU PIP.

Apabila tulisan singkat ini mendapat perhatian dan dilaksanakan oleh Pemerintah RI, DPR RI, dan MPR RI, Insyaa Allah   bisa membawa hikmah akan membuminya dan terlaksananya pengamalan Pancasila secara murni dan konsekuen. Aamiin Yarabbal'alamin.

Bandung 13 Juli 2020

Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun