Mohon tunggu...
Coretan Bung Anto
Coretan Bung Anto Mohon Tunggu... Administrasi - Founder Pemuda Percaya Diri (PPD)

"Manusia yang ingin terus belajar dan memberi manfaat terhadap lingkungan sekitar."

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Dinamika Kampus Dipenuhi dengan Pemikiran yang Dangkal

7 Desember 2019   21:55 Diperbarui: 7 Desember 2019   21:55 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kampus yang merupakan miniatur negara sudah mulai hilang arti dan makna yang terkandung di dalamnya, baik secara substansi maupun implementasi, seiring dengan berjalannya waktu, dimana zaman yang terus menuntut kita untuk bisa adaptif, berdampak, bahkan memberi perubahan sesuai dengan kebutuhan zaman di lingkungan sekitar. Pemikiran yang dangkal menjadi sorotan utama di kalangan kampus, apalagi kampus adalah wahana bagi mahasiswa dalam menemukan jati dirinya, mengasah intelektualitasnya, mengabadikan nalar kritisnya, tetapi yang terjadi justru sebaliknya, muncullah pemikiran dangkal, yang disebabkan budaya literasi seperti membaca, diskusi, menyematkan benih-benih edukatif, sudah mulai terdegradasi.

Dalam hal ini, ada beberapa orang yang menjadi korban, bahkan orang yang menjadi dalang dalam melanggengkan pemikiran dangkal ini, selain mahasiswa pada umumnya yang lebih memprihatinkan adalah pejabat kampus atau pemimpin organisasi di lingkungan kampus. Yang terpapar pemikiran dangkal ialah Gubernur Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Teknik, Ikbar Ismadi dan Ketua Dewan Perwakilan Mahasiswa (DPM) Fakultas Teknik, Monica Kusuma Ariyanti, mereka menyikapi persoalan pamflet diatas, Calon Gubernur BEM FT Periode 2020-2021 Suharianto yang akrab disapa Gus Antor yang sempat beredar di media sosial. Gubernur BEM FT itu mengatakan; "belum saatnya, nanti kalo pemilihan baru bisa, nanti aja, bukan sekarang waktunya,"

Ia memaknai bahwa beredarnya pamflet diatas tersebut cenderung ke kampanye bukan deklarasi, jadi harus izin ke saya karena ini organisasi bukan partai, apalagi mencatutkan logo BEM FT, alasan lain juga sempat ia sitir, yaitu kebiasaan mekanisme lama, kemudian mengatakan sak enake ae (seenaknya saja) membuat pamflet gitu. Percaturan politik kampus di fakultas teknik itu hanya berkutat pada seremonial Pemira belaka, yang lebih miris lagi dia memberikan sentimen negatif, bahwa beredarnya pamflet itu dia tanggapi demikian; "takut gak ke pilih ta?," pejabat kampus atau pemimpin organisasi di lingkungan kampus seharusnya yang lebih paham dari mahasiswa biasanya, kok malah mengabadikan pemikiran dangkal seperti itu, alasan yang menjadi dasar dalam menyangga pamflet tersebut, tidak masuk akal, apalagi dia mengatakan bahwa ini organisasi bukan partai, yang bilang partai siapa, ini hanya analogi kok, dan ini menandakan bahwa yang dia katakan menyimpang dari kampus sebagai miniatur negara, lucu aja bacanya

Selain dari Gubernur BEM FT, Ketua DPM FT juga tidak kalah dalam menyikapi hal tersebut, Dia mengatakan; "loh, jangan kampanye dulu, sebutan 'Gus' itu jadi ciri khas bisa saja jadi bahan kampanye, gak harus nomor urut yang menjadi indikator kampanye", lagi-lagi terjadi, kedangkalan pemikiran dalam membedakan mana deklarasi dan mana kampanye, memang sudah menjalar virus pemikiran dangkal pada konstruk berpikir dua pejabat kampus ini (Gubernur BEM FT, Ketua DPM FT). Menyangga tanpa dasar yang jelas, apalagi hanya dipengaruhi oleh pandangan pribadi, akan mengakibatkan salah persepsi, salah berpikir, atau salah ingatan, yang bermuara pada interpretasi yang tidak jelas.

Menanggapi hal diatas, tentu jamak kita temukan di era saat ini, namun kita sebagai mahasiswa harus menanggalkan kebiasan-kebiasaan seperti diatas. Ada beberapa problem solving yang bisa menangkal pemikiran-pemikiran dangkal tersebut, pertama, memahami politik tidak hanya eksistensial saja, artinya ketika berbicara politik bukan melulu tentang bagaimana memperoleh dan melanggengkan kekuasaan atau jabatan, tetapi juga pahami politik secara esensial, yaitu, bagaimana memahami sistem, mekanisme, atau regulasi yang sesuai dari koridor politik. Karena objeknya kampus, maka, kegiatan yang harus dilakukan memahami politik kampus dengan analogi negara, bagaimana negara menyelenggarakan kontestasi Pemilu atau pesta rakyat, kampus pun juga demikian, karena selaras dengan kata yang diatas, bahwa kampus adalah miniatur negara.

Kedua, lakukan kegiatan-kegiatan ilmiah yang berfaedah, seperti halnya diskusi tentang sistem atau peraturan yang ada di kampus, isu-isu terkini, baik isu di kampus maupun dalam tataran pemerintahan. Mengadakan Sekolah Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif, atau yang biasa dikenal dengan Study Government, Disamping itu juga harus didasari dengan bekal pondasi pengetahuan yang kuat, salah satunya ya membaca. Ketiga, menjadi role model bagi mahasiswa pada umumnya, memberikan contoh yang baik, dan bijaksana dalam merespons persoalan-persoalan baru, serta memberikan edukasi politik secara komprehensif, ingat, bukan secara dangkal atau setengah-setengah, apapun itu. Memberikan sepenuhnya bukan berarti berlebihan, sewajarnya saja, namun sarat akan makna didalamnya.

Penulis: Suharianto

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun