Mohon tunggu...
Suhardi Somomoeljono
Suhardi Somomoeljono Mohon Tunggu... Advokat -

Suhardi Somomoeljono Channel

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Benarkah Pengadilan Ad Hoc Kasus Timor Timur "Intended to Fail"?

28 Juli 2018   06:23 Diperbarui: 4 September 2018   13:30 1560
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Implikasi dari terganggunya kedaulatan hukum dalam suatu negara, dapat memicu intervensi masuknya kepentingan politik, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, yang dapat merugikan kepentingan Bangsa dan Negara Republik Indonesia.

Ketidakadilan Proses Referendum Timor Timur

Ketika Presiden BJ Habibie berkuasa dimasa pemerintahan transisi, secara mengejutkan telah mengeluarkan opsi kedua tentang kemerdekaan bagi rakyat Timor Timur dengan cara referendum-sementara opsi pertama tentang otonomi khusus belum tuntas dibicarakan. 

Pada saat itu sudah dapat memprediksi / memperkirakan, akan terjadinya bentrokan antara masyarakat Timor Timur dari kelompok Pro Integrasi dengan kelompok Pro Kemerdekaan, yang tidak mungkin dapat dikendalikan oleh aparat keamanan ( Polisi/Tentara). 

Sebagai pengetahuan untuk Bangsa Indonesia, perlu diingat bahwa pada saat itu menurut Persetujuan New York (New York Agreement), yang menjadi panitia pelaksana jajak pendapat di Timor Timur untuk memilih merdeka atau masuk dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah pihak Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Sedangkan pihak Indonesia harus bertanggungjawab terhadap masalah keamanan dan penegakan hukum.

Hasil jajak pendapat sangat mengejutkan kelompok Pro Integrasi karena kalah telak atau hanya mendapat suara 21 persen. 

Sedangkan selebihnya 79 persen suara dimenangkan oleh kelompok Pro Kemerdekaan. Apakah panitia referendum untuk Timor Timur atau United Nations Mission in East Timor ( Unamet ) benar-benar independent ? ternyata jauh dari harapan kita semua bangsa Indonesia, sumber di harian nasional kompas 28 Agustus 1999 dengan tegas menyebutkan bahwa betapa proses rekrutmen staf lokal Unamet tidak netral. 

Lembaga Swadaya Masyarakat ( LSM ) Himpunan Masyarakat untuk Kemanusiaan dan Keadilan (HUMANIKA) pada tanggal 26 Agustus 1999 mengajukan protes kepada Presiden BJ Habibie, menuntut agar supaya UNAMET diganti dengan suatu badan lain yang independen serta netral, sebab dalam kenyataannya Unamet tidak netral. 

Bahkan sebelumnya LSM HUMANIKA pada tanggal 26 Agustus 1999 mendatangi kawasan Istana Negara, maksudnya mendesak pemerintah RI memprotes Unamet, pihak Istana Negara tidak memberikan tanggapan apapun, bahkan wakil LSM Humanika dihadang tidak boleh masuk ke Istana Negara oleh sepasukan tentara.

Yang lebih membingungkan lagi, pidato Kenegaraan Presiden BJ Habibie sehari sebelum pelaksanaan jajak pendapat atau tepatnya pada tanggal 29 Agustus 1999, sama sekali tidak berpesan atau menyarankan kepada para Pejuang Pro Integrasi yang bersifat dukungan. 

Sayangnya Pemerintah RI pasca jajak pendapat sampai saat ini, belum pernah melakukan kajian (research) yang bersifat akademis guna melakukan penelitian ketidak independennya Umanet tersebut. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun