Mohon tunggu...
Suhardi
Suhardi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Stop Rezim Pemalak

12 Februari 2016   06:49 Diperbarui: 12 Februari 2016   07:36 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Komitmen pemerintah yang pernah disampaikan kepada masyarakat yakni, harga minyak di Indonesia mengikuti harga minyak di dunia. Sekali lagi, itu pemerintah sendiri yang mengatakan bukan rakyat dan tanpa adanya paksaan dari rakyat. Tetapi apakah komitmen itu dipenuhi?

Ternyata tidak, walaupun harga minyak dunia sudah turun namun pada hakekatnya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di Indonesia juga tak kunjung turun-turun juga bahkan naik. Harga BBM masih tetap dalam kisaran yang tinggi walaupun harga minyak dunia sudah turun lebih dari setengahnya. Ini mungkin strategi pemerintah untuk menjaga agar harga BBM tetap tinggi. Bagaimana tidak, ketika minyak dunia sedikit saja naik, harga BBM di Indonesia naiknya selangit sementara ketika harga minyak dunia turun drastis, BBM turunnya hanya sedikit. Bahkan sudah turunnya hanya sedikit, rakyat masih dibebankan punggutan yang tidak jelas.

Pungutan itu sepertinya kecil, tetapi sebenarnya besar. Kecil kalau hanya untuk ukuran satu orang, satu liter. Tetapi menjadi besar untuk ukuran seluruh rakyat Indonesia, untuk jutaan liter dan selama berbulan-bulan bahkan tahunan. Kalaupun punggutan ketahanan energi ini dikemudian hari memberikan maslahat atau kebaikan itu tidak menjadi suatu masalah. Malah itu suatu program yang strategis. Cobalah kita sedikit berandai-andai sejenak. Apabila program ini dikemudian hari berhasil sesuai tujuannya semula, kira-kira Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Sudirman Said kira-kira bangga atau tidak? Pasti bangga. Namun kalau gagal, apakah Sudirman Said mau bertanggung jawab mengembalikan semua pungutan tersebut kepada rakyat? Saya rasa tidak, paling maksimal dia hanya mundur dari jabatannya yang sekarang dan ini sama sekali tidak mengurangi beban penderitaan rakyat. Jadi, bersiaplah diri untuk mengikhlaskan kerugian dan menerima beban penderitaan yang lebih dalam lagi.

Tetapi yang selama ini menjadi pertanyaan yang mengelayuti pikiran masyarakat adalah, untuk apa nantinya dana ketahanan energi tersebut. Subsidi BBM kan sudah dihapus. Lalu apakah dana itu nantinya akan digunakan untuk menjaga harga BBM agar tetap stabil walaupun harga minyak dunia melambung? Saya rasa juga tidak, karena saat harga minyak dunia turun, pemerintah tetap tidak mau menurunkan bahkan menaikkannya. Lalu untuk apa dana tersebut? Masih menjadi misteri. Ini masih menjadi pertanyaan besar yang tidak pernah dijawab oleh pemerintah.

Paling anehnya lagi, manakalah kita membutuhkan justru dana itu tidak ada. Hilang entah di korupsi atau kemana. Lalu kita menambah hutang kita kepada luar negeri. Sehingga makin hari, hutang kita kepada asing makin bertumpuk. Itu namanya menjerat masyarakat yang sudah terjerat sejak awal.

Jeratan kepada rakyat makin bertambah setelah sebelumnya dijerat dengan Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Pertambahan Nilai (PPn), Bea Materai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, Pajak Migas, Pajak Ekspor, serta Pajak Daerah seperti Pajak Kendaraan Bermotor, Reklame, Tontonan, Radio, Hiburan, Hotel, Bea Balik Nama dan lain sebagainya. Kemudian jeratan itu ditambah dengan penghapusan subsidi BBM. Dan ditambah lagi dengan punggutan ketahanan energi.

Padahal kita ini hidup di tanah sendiri bukan di tanah orang, tetapi mengapa terus dipalak. Seolah-olah tidak diperbolehkan menggunakan sumber daya negeri sendiri. Cita-cita untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia kandas sudah. Cita-cita itu justru berbalik menjadi melindungi segenap bangsa asing di seluruh tumpah darah Indonesia.

Untuk itu, marilah kita akhiri, kita stop rezim yang hobinya memalak dan menjerat rakyat ini!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun