Mohon tunggu...
Suhandi Hasan
Suhandi Hasan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Achiver

Ambonese (de yure), Celebes (de facto)

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Budaya Tutur dan Tuntutan Berbahasa Inggris di Maluku

14 Oktober 2017   01:12 Diperbarui: 14 Oktober 2017   01:59 839
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di atas permukaan, siapapun pasti setuju bahwa orang Indonesia cenderung untuk mengungkapkan perasaan atau pemikiran melalui lisan dibandingkan tulisan. Hal ini karena semarak budaya tutur yang sampai zaman se-mutkahir ini masih kental dalam kehidupan kita. Mislanya, kita lebih senang mengabiskan waktu di tempat-tempat nongkrong untuk membahas isu politik ataupun mengupas film daripada mengikuti kelas menulis, terutama di Maluku.

Budaya tutur bahkan menjadi salah satu kearifan masyarakat Maluku dalam setiap tindakan, sikap dan perilaku sosial budaya yang beralngsung dari dahulu dalam masyarakat. Sehingga peristiwa sejarah lebih banyak disebarluaskan dalam bentuk lisan daripada tulisan. Tak jarang, beberapa tradisi sulit dilacak akar historisnya karena budaya tutur ini. Misalnya kalwedo, yang mana merupakan salah satu kearifan lokal masyarakat Maluku Barat Daya yang menurut Watloy menjadi sulit dicari makna yang sebenarnya dari kata tersebut dikarenakan kalwedo diwarisi turun temurun dalam bentuk penuturan.  

Akan tetapi hal ini tidak berarti bahwa budaya tutur selalu merugikan masyarakat Maluku. Perihal melacak asal-usul sejarah dan budaya, mungkin saja. Namun selain itu, hal ternyata diperlukan dalam menghadapi tantangan zaman sekarang ini. Misalnya dalam hal berbahasa Inggris. Pada dasarnya budaya tutur merupakan budaya duduk bersama, budaya berbincang dan berdialog dan budaya kerja sama. Kecakapan berbahasa --khususnya bahasa asing -- merupakan sebuah skill (baca :kemampuan) yang harus senantiasa dilatih. Jika tidak, maka kemampuan ini akan memudar seiring berjalannya waktu.

dokpri
dokpri
Apalagi dalam hal berbahasa Inggris. Kecakapan cas-cis-cus (baca :lancar berbicara) bahasa Inggris menjadi sebuah keharusan di tengah zaman global ini. Sebagai bahasa internasional, bahasa Inggris dapat diterima oleh setiap negara di dunia ini, tentu saja teramsuk Indonesia. Sehingga kemampuan berbahasa Inggris menjadi "tuntutan" global setiap warga. Apalagi dengan terlibatnya Indoensia dalam kerjasama Masyrakat Ekonomi Asean (MEA) --dimana bahasa akan digunakan untuk interaksi antar warga ASEAN adalah bahasa Inggris -- maka warga negara semakin dituntut untuk mampu berbahasa Inggris, teramsuk warga Maluku.    

Sebagai salah satu daerah destinasi pariwisata, Maluku memang telah lama dikenal akan keindahan alam lautnya hingga ke mancanegara. Untuk itu, akan banyak turis yang berplesiran ke Maluku. Hal ini tentu saja, "mangharuskan" masyarakat Maluku untuk mampu berbahsa Inggris kendati ingin bercakap-cakap dengan tamu mancanegara tersebut. Namun disisi lain, untuk dapat berbahasa Inggris ataupun mempertahankan bahasa yang telah dikuasai tidaklah semudah yang dibayangkan. diperlukan keinginan yang kuat dan konsistensi yang kokoh.

dokpri
dokpri
Untuk itu, Mollucas English Lover Community (MELC) hadir dan terbuka untuk siapa (saja) yang ingin berbahasa Inggris melalui diskusi-diskusi ringan. Telah ada sejak tahun 2008, MELC digagas oleh mahasiswa bahasa Inggris, yang salah satunya ialah Munawir Borut (penulis buku Sang Hafidz dari Timur). Dalam perjalanannya, MELC diwarnai mati suri. Sempat fakum beberapa tahun lalu, kini MELC telah kembali beraktifitas.

MELC, sebagai sebuah komunitas bahasa Inggris, lebih mengedepankan budaya tutur dalam setiap aktifitasnya. Setiap orang yang terlibat dalam diskusi diharuskan untuk duduk bersama, berbincang dan berdialog serta memberikan pendpat dalam bahasa Inggis. Selain melatih kecakapan berbahasa inggris, diskusi ini juga merangsang pengetahuan umum peserta diskusi.  Apalagi komunitas ini tidak mengharuskan anggotanya adalah mahaiswa, siapa saja boleh bergabung (asalakan ingin belajar) dengan diskusi MELC setiap sabtu pukul 13.30 WIT di Masjid Alfatah Kota Ambon.

Watloly, A. Menggali Nilai Filsafat Kalwedo di Maluku Barat Daya. Diakses pada tanggal 13 Oktober 2017 (http://kebudayaan.kemendikbud.go.id/bpnbmaluku/2014/06/04/menggali-nilai-filsafat-kalwedo-dimaluku-barat-daya/

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun