Di atas permukaan, siapapun pasti setuju bahwa orang Indonesia cenderung untuk mengungkapkan perasaan atau pemikiran melalui lisan dibandingkan tulisan. Hal ini karena semarak budaya tutur yang sampai zaman se-mutkahir ini masih kental dalam kehidupan kita. Mislanya, kita lebih senang mengabiskan waktu di tempat-tempat nongkrong untuk membahas isu politik ataupun mengupas film daripada mengikuti kelas menulis, terutama di Maluku.
Budaya tutur bahkan menjadi salah satu kearifan masyarakat Maluku dalam setiap tindakan, sikap dan perilaku sosial budaya yang beralngsung dari dahulu dalam masyarakat. Sehingga peristiwa sejarah lebih banyak disebarluaskan dalam bentuk lisan daripada tulisan. Tak jarang, beberapa tradisi sulit dilacak akar historisnya karena budaya tutur ini. Misalnya kalwedo, yang mana merupakan salah satu kearifan lokal masyarakat Maluku Barat Daya yang menurut Watloy menjadi sulit dicari makna yang sebenarnya dari kata tersebut dikarenakan kalwedo diwarisi turun temurun dalam bentuk penuturan. Â
Akan tetapi hal ini tidak berarti bahwa budaya tutur selalu merugikan masyarakat Maluku. Perihal melacak asal-usul sejarah dan budaya, mungkin saja. Namun selain itu, hal ternyata diperlukan dalam menghadapi tantangan zaman sekarang ini. Misalnya dalam hal berbahasa Inggris. Pada dasarnya budaya tutur merupakan budaya duduk bersama, budaya berbincang dan berdialog dan budaya kerja sama. Kecakapan berbahasa --khususnya bahasa asing -- merupakan sebuah skill (baca :kemampuan) yang harus senantiasa dilatih. Jika tidak, maka kemampuan ini akan memudar seiring berjalannya waktu.
Sebagai salah satu daerah destinasi pariwisata, Maluku memang telah lama dikenal akan keindahan alam lautnya hingga ke mancanegara. Untuk itu, akan banyak turis yang berplesiran ke Maluku. Hal ini tentu saja, "mangharuskan" masyarakat Maluku untuk mampu berbahsa Inggris kendati ingin bercakap-cakap dengan tamu mancanegara tersebut. Namun disisi lain, untuk dapat berbahasa Inggris ataupun mempertahankan bahasa yang telah dikuasai tidaklah semudah yang dibayangkan. diperlukan keinginan yang kuat dan konsistensi yang kokoh.
MELC, sebagai sebuah komunitas bahasa Inggris, lebih mengedepankan budaya tutur dalam setiap aktifitasnya. Setiap orang yang terlibat dalam diskusi diharuskan untuk duduk bersama, berbincang dan berdialog serta memberikan pendpat dalam bahasa Inggis. Selain melatih kecakapan berbahasa inggris, diskusi ini juga merangsang pengetahuan umum peserta diskusi. Â Apalagi komunitas ini tidak mengharuskan anggotanya adalah mahaiswa, siapa saja boleh bergabung (asalakan ingin belajar) dengan diskusi MELC setiap sabtu pukul 13.30 WIT di Masjid Alfatah Kota Ambon.
Watloly, A. Menggali Nilai Filsafat Kalwedo di Maluku Barat Daya. Diakses pada tanggal 13 Oktober 2017 (http://kebudayaan.kemendikbud.go.id/bpnbmaluku/2014/06/04/menggali-nilai-filsafat-kalwedo-dimaluku-barat-daya/