Mohon tunggu...
Suhanderi
Suhanderi Mohon Tunggu... Aparatur Sipil Negara -

Membaca membebaskan belenggu kebodohan, Menulis mengukir sejarah hidup

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Punahnya Generasi "Millennial"

12 November 2017   08:18 Diperbarui: 12 November 2017   08:51 1771
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Generasi milenial atau populer disebut generasi jaman now diprediksi segera mengalami kepunahan. Ironisnya, kepunahan ini justru terjadi pada kondisi Indonesia berada pada masa keemasan usia produktif penduduk yakni puncak bonus demografi tahun 2028-2030. Penyebabnya, rokok. Kampanye anti rokok sudah dilakukan, aturan larangan merokok juga sudah ada. Lalu apa yang salah?

Tahun 2028-2030 diperkirakan jumlah usia produktif di Indonesia (15-64 tahun) sebesar 70 persen, jauh lebih lebih besar dibanding usia tidak produktif (14 tahun kebawah dan 65 tahun keatas) yang hanya menembus angka 30 persen. Namun, jumlah generasi milienial yang  merokok pada dasawarsa ini juga diperkirakan membludak yakni mencapai 41, 4 juta jiwa.

Perilaku Paradoks

Apa yang dilakukan generasi milenial saat ini pada dasarnya membangun sebuah perilaku paradoks, sikap presisi yang lemah dalam menyikapi masalah kesehatan. Disatu sisi menganggap bahwa kesehatan adalah faktor utama yang menentukan kebahagiaan, namun tidak diikuti sisi perilaku, yang  justru menunjukkan anti terhadap kesehatan. Menganggap kesehatan penting tetapi perilaku tidak mau sehat, menganggap merokok buruk tapi tetap merokok.

Hasil riset yang dilakukan lembaga Centre for Strategic and International Studies (CSIS) yang dirilis baru-baru ini (2 November 2017). Hasilnya menempatkan kesehatan diposisi pertama sebagai hal yang dianggap paling penting sebagai sumber kebahagiaan yakni mencapai 40 persen yang disusul keluangan waktu bersama kerabat dan keluarga (26,8 persen), pekerjaan dan karier (7,5 persen), kecukupan keuangan (7,5 persen) dan kesuksesan (4,8 persen), diposisi 2,3,4 dan 5. Tentu hasil ini sangat ini sangat mengembirakan mengingat begitu besarnya perhatian generasi milenial terhadap kesehatan yang jusru mengalahkan keuangan yang dianggap bagi sebagian orang adalah segalanya.

Sayangnya persepsi postif ini tidak didukung perilaku dilapangan. Data Kementerian Kesehatan menunjukkan, rokok sudah menggerogoti dan membuat ketergantungan sepertiga jumlah penduduk Indonesia yakni mencapai 36,3 persen. Artinya jika penduduk Indonesia sekarang sekitar 256 juta, ada sekitar 92 juta penduduk Indonesia ketergantungan pada rokok. Angka yang cukup fantastis, 16 kali lipat dari total jumlat penduduk Negara Singapura yang hanya berjumlah 5,5 juta jiwa. 

Pertumbuhan perokok remaja diusia 15-19 tahun meningkat drastis 2 kali lipat dalam periode 5 tahun yakni  dari 12,7 persen tahun 2001 menjadi 23, 1 persen pada tahun 2016. Ada kenaikan sekitar 11 persen dalam kurun waktu 5 tahun. Jika estimasi angka ini kita anggap tetap, maka dalam kurun 10 atau 11  tahun kedepan, ada sekitar 45 persen (41,4 juta jiwa)  generasi milenial yang tidak sehat justru pada posisi Indonesia berada pada puncak bonus demografi pada tahun 2028-2030. Data BPS menunjukkan, didesa maupun kota, persentase perokok umur15-19 tahun sama tingginya yakni 52,22 persen di perkotaan dan 52, 07 persen di pedesaan (BPS, Susenas Modul Kesehatan dan Perumahan 2016).

Kondisi yang sangat tidak menguntungkan ditengah jaman penuh kompetitif. Bagaimana Indonesia bisa menjawab tantangan tahun 2045 untuk menjadi lima besar Negara dengan perekonomian terbesar didunia jika sumber daya manusia andalannya saja sakit-sakitan karena rokok. Jika sudah demikian, maka kejayaan generasi milenial akan punah sendirinya, hanya meninggalkan bagian dari masalah bangsa ini


Hentikan Subsidi Bagi Perokok

Biaya yang dikeluarkan untuk memulihkan sakit akibat merokok tidaklah  murah. Negara harus  menggelontorkan triliunan rupiah setiap tahun untuk menanggung biaya pengobatan. Misalnya saja tahun 2013 menguras 378 triliun (Biaya ini jauh lebih besar dari cukai rokok yang diterima negara yang berkisar 55 triliun pertahun). Selain itu, rokok  juga menyumbang terhadap  kemiskinan Indonesia. Bisa saja seseorang yang dikatakan miskin namun mengkonsumsi rokok, maka ada kemungkinan yang bersangkutan tersebut tidak miskin ketika biaya atau pengeluaran untuk rokok tersebut digunakan untuk membeli atau pengeluaran komoditi makanan yang memiliki kilokalori.

Pemerintah harus tegas menyikapi ini, segera hentikan subsidi kesehatan untuk perokok. Mekanismenya dengan membuat prasyarat-prasyarat bagi perokok untuk mendapatkan Kartu Jaminan Kesehatan/ Kartu Indonesia Sehat, misalnya ada semacam perjanjian jika tetap merokok maka kartu tersebut dicabut. Tindakan ini memang ekstrim, tapi langkah ini kekinian dalam menjawab permasalahan di atas. Keberadaan Perda larangan merokok di tempat umum yang sudah mulai berkembang di Indonesia dirasa tidak memberikan efek signifikan pada pengguna rokok, karena implementasinya belum maksimal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun