Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Menolak Korupsi, dan Menanamkan Cita-cita untuk Tidak Korupsi

27 Februari 2015   17:09 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:25 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14250060761599523942

[caption id="attachment_399884" align="aligncenter" width="444" caption="sumber    www.dailymail.co.uk"][/caption]

Banyak orang berpendapat bahwa praktek korupsi di negeri ini sudah mendarah-daging, sudah merata pada semua strata ekonomi-profesi-pendidikan-suku-agama dan ras. Korupsi karenanya dikategorikan dalam kejahatan luar biasa, seperti halnya peredaran narkoba dan terorisme. Hanya bedanya, dua terakhir mendapatkan hukumanmaksimal hukuman mati, sedangkan para tersangka korupsi kini lagi ngetren mengajukan praperadilan!

Kenyataan banyak orang merasa tidak berdaya untuk menghindari, apalagi menjauhi korupsi. Hanya sedikit cerita orang yang dengan gagah berani bilang ‘katakan tidak pada kroupsi’ dan diikuti dengan konsistensi sikap maupun perilaku yang sejalan dengan itu. Diantara yang sedikit itu saya menemukannya.

Menolak Korupsi

Ada dua cerita yang saya dapatkan belum lama ini tentang orang-orang yang menolak korupsi. Seorang kawan seiring yang dipertemukan pada sholat berjamaah Subuh dan Mahgrib di Masjid bercerita tentang toko kecilnya. Namanya Pak Har, pekerjaan berjualan sandang di pasar hampir sepuluh tahun. Dengan isteri dan seorang pekerja, ia menyukuri kehidupan kini yang jauh dari praktek korupsi.

Dulu Pak Har pekerja pada sebuah perusahaan obat swasta. Dengan kejujuran dan kerja kerasnya karier pun meningkat setahap demi setahap. Sampai kemudian ia menjabat sebagai kepala cabang provinsi. Godaan dan gangguan silih berganti. Suatu ketika sebuah perubahaan BUMN ingin menjalin bekerja sama dengan syarat Kepala Cabang bersedia melakukan mark-up harga. Pak Har harus menandatanganinya, namun ia menolak meski ditekan oleh pimpinan pusat, dan kemudian memilih mundur meninggalkan jabatan yang telah dirintisnya belasan tahun itu.

Cerita lain tentang seorang tukang reparasi mesin tik yang saya temui. Ia bercerita disela kesibukannya membongkar-pasang sebuah mesin tik tua di Pasar Elektronik Cikapundung. Namanya Pak Asep. Cerita itu tahun 2004 kejadiannya. Ia mendapatkan order untuk mereparasi dan men-servis semua mesin tik sebuah kantor. Terlebih dahulu ia harus mensurvei kerusakan dan penggantian onderdil  apa saja yang perlu dilakukan untuk tiap mesin tik.

Puluhan mesin tik dari lantai pertama hingga lantai tiga sudah dicek. Lalu pegawai dinas menyodorkan kuitansi kosong. Pak Asep tidak mau namun dipaksa menandatanganinya. Pegawai itu menyerahkan uang transport, pekerjaan tidak pernah dilakukan. Agaknya pegawai itu melakukan korupsi dengan main kuitansi.  Tahun berikutnya Pak Asep menolak ketika dipanggil lagi ke kantor itu!

Cita-cita Setinggi Langit

Begitu maraknya korupsi dan berbagai kasus yang terkait dengan korupsi yang mengharuskan kita mawas diri. Jangan-jangan kita, keluarga kita, orang-orang terdekat kita juga sebagai pelaku korupsi. Jangan-jangan makanan yang kita makan dan fasilitas yang kita gunakan juga hasil korupsi. Jangan-jangan kita dan keluarga kita lebih suka melakukan korupsi supaya dimata orang lain kita dikenal sebagai dermawan, hartawan, budiman, dan entah predikat semu lain.

Sadar atau tidak sadar perilaku korupsi sudah ada sejak kita anak-anak/remaja dankemudian bercita-cita pada pekerjaan/profesi tertentu kelak bila suah dewasa. Jamak anak-anak dan remaja bercita-cita setinggi langit. Orangtua dan keluarga dekat, bahkan juga teman-teman dan sering memompa semangat tiap anak agar menggantungkan cita-cita itu setinggi bintang.

Dengan dorongan dari dalam diri sendiri maupun orang lain para tunas muda ingin menjadi insinyur, dokter, guru/dosen, polisi, pilot, usahawan, kontraktor, diplomat, artis, advokat, dan entah apa lagi. Begitu banyak, beragam, dan penuh pilihan. Cita-cita masa depan itu tak lain terkait dengan penghasilan yang di dapat, kedudukan/gengsi, pengabdian, kesenangan/hobi pada lingkungan tertentu, atau kombinasi diantara pilihan itu.

Kutipan berikut pantas direnungkan: bila kita menginginkan keberhasilan dalam hidup dan juga dalam meraih cita-cita, maka taqwa dan sikap serta kebiasaan hidup yang baik perlu dikembangkan. Ingat kalau Allah membantu kita, maka kesuksesan pasti ditangan. Allah SWT berfirman yang artinya: “Jadikan sabar dan sholat sebagai penolongmu” (QS Al Baqarah ayat : 45).1)

Namun kiranya hampir tidak ada, atau setidaknya langka, anak/remaja yang bercita-cita untuk tidak korupsi. Didikan orangtua dan lingkungan keluarga, penghayatan yang kuat pada keyakinan/keimanan tertentu, dan terlebih sistem -reward and punishment- yang ketat terhadap tindak korupsi semestinya menghindarkan seseorang dari perbuatan tercela itu.

Berikut sebuah kutipan untuk kita renungkan: Setiap tugas apapun, terutama yang berurusan dengan harta, seperti seorang yang mendapat amanah memegang perbendaharaan negara, penjaga baitul maal atau yang lainnya, terdapat peluang bagi seseorang yang berniat buruk untuk melakukan ghulul (korupsi), padahal dia sudah memperoleh upah yang telah ditetapkan untuknya. Telah disebutkan dalam hadits, yaitu sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, yang artinya : Barangsiapa yang kami tugaskan dengan suatu pekerjaan, lalu kami tetapkan imbalan (gaji) untuknya, maka apa yang dia ambil di luar itu adalah harta ghulul (korupsi).2)

Penutup

Itu saja renungan hari Jum’at ini tentang korupsi. Terlalu gampang orang berteriak berantas korupsi dengan tegas dan tanpa pandang bulu tanpa mendalami dan tahu persis duduk persoalannya bahwa kemungkinan kita termasuk pelaku tindak kriminal itu. Dan makin sulit saja kalau diri sendiri –siapapun kita- tidak mampu keluar dari belenggu jeratan dan lingkaran setan korupsi. Namun satu hal  yang pasti, korupsi kudu alias harus diberantas. Tentukan tegas ketentuannya dan temukan pelakukan. Beri hukumun terberat, ditambah sanksi akademis/sosial/agamis bila mereka tertangkap.

Tapi mungkin perlu ada pemutihan dulu ya, sampai tahun tertentu –misal hingga tahun 2010-. Selebihnya hukuman diperberat sepuluh kali lipat, dengan hukuman terberat hukuman mati seminggu setelah vonis dijatuhkan, tanpa banding dan upaya hukum lain.

Begitu saja. Terimakasih bila berkenan menyimak. Akhirul kata tiada gading yang tak retak, semoga kita semua selalu dalam lindungan dan bimbinganNya. Mohon maaf bila kurang berkenan, terlebih bila ada kekurangan dan kesalahan. Wassalam.

====

Sumber tulisan :

1.http://abufarras.blogspot.com/2012/12/meraih-impian-menurut-islam.html


http://www.suara-islam.com/read/index/9012/Korupsi-dalam-Pandangan-Islam

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun