Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kalau Ada Hukuman yang Lebih Berat dari Hukuman Mati, Maka SC Pantas Menerimanya

16 Mei 2016   23:35 Diperbarui: 17 Mei 2016   10:49 510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
hukuman bagi pelaku perkosaan

Seberat apakah SC telah belaku jahat? Sebejad apa perilakunya yang terstruktur, terencana, dan terkoordinasi sedemikian rupa sehingga kelankuannya berlangsung lama? Bahkan aparat keamanan pun tidak mengendus adanya tindak kriminal? Pertimbangan akal dan rasa kemanusiaan kiranya harus dikedepankan daripada sekedar proses hukum pokrol bambu, silat lidah di persidangan, dan berakhir pada adegan tak kalah bejad bernama kongkalikong untuk mengangkangi hukum.

Berita hari ini yang dimuat di PR online, dan tentu banyak media online lain di tanah air, memberitakannya gamblang. Seorang bos kontraktor di Kediri Jawa Timur, yang kaya dan dekat dengan semua penguasa setempat, melampiaskan hasrat kelelakiannya kepada gadis-gagis di bawah umur dengan begitu leluasa. Dan korbannya konon mencapai 58 anak.

Bukan hanya satu persatu, diberitakan pernah pula sekaligus dengan lima gadis ingusan. Kok bisa begitu? Ya, karena para korban telah dicekoki dengan narkoba yang menyebabkan sakit hingga pingsan.

Adalah Wakil Ketua Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Fahira Idris, yang mengemukakan hal itu pada konferensi pers Tim Masyarakat Peduli Kediri (TMPK), 16 Mei 2016 di Jakarta.  ( sumber )

Ini berarti modus baru yang terungkap setelah modus klasik, seorang gadis dipaksa melayani belasan orang mabuk hingga akhirnya terbunuh (di Bengkulu dan Lampung). Atau modus lain, belasan pemuda termasuk oknum petugas melecehkan seorang gadis namun kasusnya kabur tanpa kabar (di Sulawesi Utara).

Kini kasusnya di Kediri Jawa Timur, tersangkanya SC seorang pria keturunan. Proses hukum sedang dilakukan. Namun SC adalan 'orang kuat dan bepengaruh'.

Dengan modus dan dalih serupa bukan sangat mungkin di daerah lain pun terjadi hal yang sama. Dan pengungkapannya tentu sangat tergantung pada komitmen para penegak hukum setempat. Bulan Mei, selain tragedi hitam berupa pemerkosaan massal pada Mei 1998, agaknya pengungkapan kasus sejenis lain bermuncul satu-persatu. Jangan-jangan para pelaku kebejadan moral itu ada di sekeliling kita? Karena itu bagi siapapun, sikap waspada harus tetap dilakukan, bahkan dipertinggi.

Terkait hukuman kepada para pelaku perkosaans saya setuju komentar keras Fahira Idris:  “Andai ada hukuman yang lebih berat dari hukuman mati, orang kayak gini pantas menerimanya.” ***

Catatan: Tulisan ini dibuat sekadar sebagai opini dengan tanpa mengulang-ulang peristiwa mesumnya –apalagi dengan pilihan kata vulgar-. Ini sekaligus sebagai bentuk kehati-hatian penulis atas keprihatinan mendalam para pengamat media/akademisi bahwa cara penulisan berita pembunuhan -yang diawali perkosaan- di media disinyalir justru tak ubahnya memperkosa dan membunuh berulang-ulang pada korban.

Sumber gambar : di sini

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun