Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Abu Uwais, Pandu Wijaya, dan Media Sosial

27 November 2016   01:44 Diperbarui: 27 November 2016   02:15 376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
penggunaan media sosial dan dampaknya

Tiap hari kita temukan berita yang mestinya menambah wawasan kita. Ini kaitannya dengan penggunaan media sosial. Dan kemarin  (26/11/2016) ada dua nama yang mendadak tenar karena tulisannya di medsos. Yang satu sudah jadi urusan polisi, dan satunya lagi minta maaf.

Dua nama itu  -Abu Uwais dan Pandu Wijaya- kiranya perlu masuk dalam catatan kita, manakala kita menjadi bagian dari gemerlap kekinian pengguna media sosial.

Iseng, Kesatria
Nama pertama dikaitkan dengan ajakannya untuk melakukan ‘rush money’. Ajakan itu disertai dengan beberapa foto yang dibuat sedemikian rupa (2). Namun belakangan ia mengaku tulisan di akun Facebook-nya ‘hanya iseng’ dan ‘ikut-ikutan’. Padahal tulisannya mengancam kredibilitas Pemerintahan, bahkan Bangsa dan Negara.

Bayangkanlah seorang guru sekolah-menengah-atas masih punya sikap hidup seperti itu. Mengajak orang untuk berbuat sesuatu yang sangat membahayakan kelangsungan berbangsa dan bernegara semata karena alasan yang ‘bermain-main’. Terasa tidak nyambung, bahkan tidak logis. Menjadi tidak logis lagi karena yang bersangkutan terkesan tidak berani mempertanggungjawabkan perbuatannya, mau cari gampang, dan ingin tidak ihwalnya dipersoalkan lebih lanjut.

Karena perbuatannya sudah menjadi urusan polisi maka bukan tidak mungkin dua kata yang menjadi alasan perbuatannya itu akan di-cross-check dengan sikap-perilaku-dan pemikirannya selama ini. Bahkan bukan tidak mungkin dicek pula sikap dan perilakunya selama di depan kelas mengajar para muridnya.

Bandingkanlah sikapnya dengan tukang sate yang beberapa waktu melakukan perbuatan yang hampir sama. Sikap-perilaku dan wawasan seorang tukang sate dibandingkan dengan seorang guru. . . .! Padahal mungkin ada yang berharap bersikaplah kesatria dengan mengatakan apa yang sebenarnya menjadi latar-belakang tindakannya.

Bahasa Khusus, Dimaafkan
 Nama kedua terkait dengan komentar kasar/hinaan-nya terhadap sosok yang cukup fenomenal, yaitu Gus Mus (2). Yang ini adalah seorang karyawan. Dan seperti nama orang pertama, identitas dan foto pun jelas, sehingga tidak sulit melacaknya.

Dengan sangat arif Gus Mus menyebut yang bersangkutan telah salah menempatkan ‘bahasa khusus’ di tempat umum. Dan beliau memakluminya. Sosok nama kedua itu dengan diantar keluarga serta pimpinan institusi tempatnya bekerja menemui Gus Mus selaku pimpinan ponpes itu di Rembang, Jateng.

Tidak diberitakan komentar kasar tentang apa dan bagaimana bunyikan dalam berita tersebut. Tidak disebutkan pula alasannya apa yang bersangkutan membuat komentar kasar itu. Agaknya media tidak ingin mengulang dan menyebarkan komentar kasar yang sudah dimaafkan itu.

Membandingkan, Pemanis
Selain dua nama itu maka kiranya perlu juga dibandingkan dua media yang menjadi rujukan tulisan ini.

Mungkin karena rasa penasaran masyarakat yang begitu besar, ditambahkan dengan era kebebasan pers yang nyaris tampa batas, ditambahkan dengan terbatasnya pengetahun jurnalis yang ditugasi meliput, bisa juga karena memang kebijakan redaksional media yang bersangkutan; maka cara menuliskan satu berita antar media pun berbeda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun