Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Daun-Daun Rontok

3 Juni 2021   23:22 Diperbarui: 5 Juni 2021   10:31 701
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi daun-daun berguguran - binabbas.org

Dulu kukira dunia ini luas sekali, seluas timur hingga barat, dan jarak diantara keduanya. Tersemai semangatku untuk menjelajahi, biar pagi atau petang, hingga tiba gelap memulas malam. Padahal tidak sesuatu pun menampak bersama helai demi helai  daun-daun  menutupi.

Adalah kini semua berubah, sebab malam tak lagi sepenuhnya kelam. Pada bayang-bayang  suram, mata mengantuk terayun ke subuh. Orang-orang kuyup ikut berteduh, dari gelap yang menggenapi sisi hitam paling jahanam.

Kalau tak pandai menenteramkan jejak, boleh jadi justru gejolak diam-diam mengajak. Kemana sanggup berpaling, ke sana orang-orang dibebani lupa. Aku satu diantaranya, berdiri di tepi terpencil, seperti sedang dalam antrean. Padahal hanya padang ilalang, pada empat penjuru untuk bermuara. Entah di mana penghuni nomor antrean berikutnya.  

Simak pula: Pemberangkatan Haji 2021 Batal, Info Tak Akurat, dan Bantahan

Aku lelah sudah dengan keleluasaan alam-raya. Teristimewa bujuk pesona, serta rayu lembut untuk terus menumpuk-numpuk nilai usia. Kulit keriput, uban memanjang, mata rabun, dan lutut  gemetar seperti terkena setrum arus listrik berdaya rendah. Perlu dikumpulkan kembali ingatan agar tak menjelajah ke semua arah.

Kini duniaku sesempit ruang baca, disamping lemari pakaian, ada rak buku, juga meja kursi, serta sebuah laptop tempat menyimpan segenap perjalanan hingga ke batas-batas capaian. Kini duniaku sekecil alinea demi alinea yang tersusun pada halaman kaca. Kini peluangku tinggal sejumput, selebihnya trenyuh mendapati isteri-anak-cucu-mantu merubung ikut menghitung tanda-tanda.

Simak pula: Mereka Nekat Telanjang Bulat

Tapi masih ada yang lebih sempit setelah ini. Saat daun-daun rontok di ujung musim pancaroba. Tak perlu kujelaskan padamu, mohon maaf, dunia yang kelak sepenuhnya harus dirasai sendiri itu. ***

Sekemirung, 3 Juni 2021 / 22 Syawal 1442
Sugiyanto Hadi

Simak pula: Detik-Detik Gaji ke-13 Cair

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun