Aku tersenyum, dan mengenang saat-saat itu. Kami terduduk di pelaminan. Akad-nikah sudah selesai di masjid, diteruskan resepsi sederhana di rumah pengantin perempuan. Antrian pemberi ucapan selamat bergilir. Sampai kemudian seorang teman akrab menyalami, lalu dengan lugu, mungkin juga latah, mengucap basa-basi: "Selamat, ya. Semoga cepat diberi momongan." Lumrah dan tidak berlebihan kata-kata itu. Namun, terasa beda, lucu, bahkan aneh sekali. Seperti ada cubitan kecil di kulit. Lumayan nyelekit, mengejutkan.
Sejurus aku dan isteriku tercengan, dan spontan menjawab, "Terima kasih.. . . . !" Dalam hati kutambahi kata: "Harapan itu tidak cocok untuk kami."
Aku dan isteriku dipersandingkan di pelaminan memang belum lama. Tapi jelas kami tidak mungkin punya momongan. Sebab kami bukan pasangan muda. Kami pasangan gaek, mungkin itu sebutan tepat untuk pasangan kakek dengan nenek.
Umurku jelang 57, duda, dengan 3 anak dan 1 cucu. Isteriku 54, janda, punya 2 anak dan 2 cucu. Isteri pertamaku meninggal 2 tahun sebelumnya lantaran penyakit dalam, begitu pun suami pertamanya. Tak lama kemudian cucuku tambah 3 orang, dan cucunya tambah 1 orang. Yang terpenting, kami masih sama-sama sehat, dan sanggup berseiya dalam cuaca yang kerap tidak menyenangkan.
Terasa, waktu bergegas cepat sekali. Dan hari ini 6 tahun sudah usia pernikahan kedua kami. Mestinya dirayakan, tapi tidak. Maklumlah, perayaan sesederhana apapun perlu biaya, dan kami tidak terbiasa merayakan hari ulang tahun.
Mudah-mudahan cerita ini cukup memadai sebagai kado kecil. Sebuah perasaan dalam renungan. Mudah-mudahan membahagiakan, biarpun tanpa modal. Biarpun terlambat mempostingnya. Selamat merayakan ulang tahun pernikahan kita, Istriku! ***
Cibaduyut, 25 Jan -- 4 Feb 2021
HWA, Mbah Sugi dan Mbah Tati, 25 Jan 2015 -- 25 Jan 2021