Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Anjay, Menyakiti Perasaan, dan Kekerasan Verbal

15 September 2020   15:00 Diperbarui: 15 September 2020   15:27 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi - black and white dog - abstractart.galler

Makian, Sumpah Serapah

Lepas dari urusan candaan atau sekadar gurauan dan hal semacam itu, makian tetap saja makian. Sebab pilihan kata itu disertai dengan raut wajah keras, mata melotot, tekanan kata kasar-membentak, dan tak jarang ditambahi tindakan lain: mengancam, merusak, atau menyakiti.

Gara-gara makian di tempat umum (diantara sesama pengguna jalan) sering terjadi percekcokan, perkelahian, dan bahkan pembunuhan. Makian yang semula (dalam kondisi tertentu dianggap sekadar guyonan dan bahan lawakan) pada kondisi tertentu (panas cuaca, lelah, terburu-buru) menjadi pemicu hal-hal yang buruk.

Diberitakan media, lantaran adu cepat mencapai pintu tol maka sopir dua kendaraan terjadi adu mulut. Setelah saling maki dan ancam diteruskan berkelahi di pinggir jalan tol. Sopir tua lebih dahulu memukul, dibalas sopir muda. Dan seketika pak Tua terjengkang, jatuh, lalu bawa ke rumah sakit, dan tak lama kemudian menemui ajal.

Ada berita lain. Gara-gara saling ejek di media sosial, dilanjutkan dengan saling maki, dua orang pelajar sepakat untuk menyelesaikan dengan berkelahi. Salah satu anak tewas oleh senjata tajam yang dibawa lawannya. Suami-isteri karena urusan rumahtangga saling maki, lalu cerai. Bapak dan anak lelaki bertengkar, anaknya spontan memaki hingga bapak kalap. Anak tewas di tangan bapak yang membawa senjata tajam.

Bermula dari makian (dan selanjutnya menjadi sumpah-serapah), meski huruf dan suku katanya sudah sedemikian rupa diubah/diperhalus atau dipermak, tetap saja terasa menyakiti.

Berita di media itu dapat terjadi pada siapapun, terlebih yang terbiasa memaki dan mengucapkan kata-kata kotor-kasar-buruk-mesum-sadis.

*

Menyakiti Perasaan

Untuk itu lebih baik hilangkan kebiasaan memaki. Jangan biasakan berkata-kata kotor dan tak perlu. Bila pun sesekali terucap maka segeralah ber-istigfar. Minta maaf kepada orang lain yang mungkin tersakiti/terluka perasaannya. Mohon ampun kepada Allah.

Ungkapan spontan dan apalagi latah bukan sesuatu yang bagus digunakan sebagai candaan, apalagi dimaknai sebagai kebanggaan. Ucapan untuk mensifati orang (kondisi fisik maupun mentalnya) saat itu dapat dikatakan mem-bully.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun