Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Berqurban di Tengah Pandemi Covid-19

31 Juli 2020   00:01 Diperbarui: 30 Juli 2020   23:56 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
hewan kurban menunggu pembeli - jateng.tribunnews.com

Alhamdulillah masih ada umur untuk kembali menemui hari raya Qurban. Idul Adha tahun ini terasa berbeda, yaitu di tengah pandemi Covid-19. Bagi penulis sendiri, berbeda sebab dengan berbagai pertimbangan kemampuan keuangan jatuh pada keputusan: tidak berqurban.

Tahun-tahun sebelumnya meski kondisi keuangan tak lebih baik masih mampu ikut berkurban. Tetapi tahun ini kondisinya memang memprihatinkan. Maka biarlah kesepatan tahun ini berlalu, dan bila umur panjang tahun depan dapat kembali ikut menyembelih hewan qurban.

Kurang nyaman sebenarnya rasa hati. Tetapi apa boleh buat. Kebutuhan lain tak kalah mendesak. Kehidupan seorang pensiunan meski ala kadarnya tetaplah harus disyukuri. Masih ada harapan tiap awal bulan. Harapan yang membuat iri mereka yang berusia pensiunan tetapi masih harus bekerja siang-malam untuk menghidupi diri dan keluarga.

Adanya THR dan gaji ke 13 yang juga diperoleh setiap pensiunan selalu menjadi pembeda. Dapat digunakan untuk memenuhi pengeluaran ekstra dengan beberapa pilihan, diantaranya biaya mudik, membuat buku indie, dan tentu saja membeli seekor domba, atau sapi (bertujuh orang untuk setiap ekornya).

Cara Pembagian

Sejak menikah lagi (setelah isteri pertama meninggal dunia) maka penulis berdomisili di dua tempat, yaitu rumah sendiri dan rumah isteri. Bergantian di dua tepat itu --meski satu kota- dengan jarak sekitar 10 kilometer (di pinggiran, menyeberang kota), sehingga dapat membandingkan dua masjid tempat penulis menjadi jamaah.

Masjid pertama di kompleks perumahan yang warganya cukup besar. Jumlah hewan qurban yang disembelih setiap tahunnya sekitar 10 ekor sapi dan 15 ekor domba. Daging qurban yang didapat selain dibagikankepada warga kompleks, juga diserahkan ke sejumlah warga pada Rukun Tetangga di seputar kompleks perumahan.

Orang yang berqurban mendapat daging seberat timbangan yang biasa dibagikan. Sisanya dibagikan semua.

Sedang di rumah isteri, masjidnya menyembelih antara 3 sampai 4 ekor sapi pertahun dan 5 ekor domba. Karena letaknya di pinggiran, dan jumlah warga relatif sedikit, maka ada hal berbeda dalam pembagian.

Orang yang berkurban selain mendapatkan bagian daging sesuai dengan ketentuan, masing-masing masih mendapatkan 10 bungkus daging pembagian untuk dibagikan sendiri kepada sanak-saudara atau tetangga dan siapa saja yang dirasa membutuhkan.

Selain itu jamaah tetap masjid (yang melaksanakan salat berjamaah wajib di masjid) tercatat rapi, tidak sampai 50 orang (ibu-ibu dan bapak-bapak). Mereka mendapat prioritas dalam pembagian daging qurban.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun