Mencermati imbauan pemerintah dalam menangani kasus penyebaran virus corona, selain para pejabat publik kiranya para khotib pun perlu mengikuti protokol komunikasi publik.
Di sana disebutkan, kepercayaan publik perlu dibangun dan dijaga agar tidak terjadi kepanikan sehingga penanganan berlangsung lancar.
Tujuannya, menciptakan masyarakat yang tenang dan paham apa yang mereka harus lakukan bagi lingkungan terdekatnya. Selain itu, pejabat publik harus membangun persepsi masyarakat bahwa negara hadir dan tanggap dalam mengendalikan situasi.
*
Selain menyediakan sabun cair untuk cuci tangan, kiranya masjid pun perlu memiliki alat pendeteksi suhu tubuh (thermal scanner), agar setiap jamaah terlacak kondisi kesehatan mereka.
Kembali pada persoalan salat Jumat berjamaah di masjid, semua tergantung pada penilaian dan kesadaran tiap individu. Tergantung keputusan kita masing-masing. Intinya sebisa mungkin harus berupaya menekan kemungkinan terburuk.
Khusus untuk para pengurus dan pengelola masjid (termasuk imam dan khotib) yang melayani jamaah, selalu terbuka kemungkinan untuk tertular. Mereka harus tegas dalam bersikap (meski dengan pendekatan lemah lembut) terhadap orang-orang yang kemungkinan sudah tertular.
Masjid pun tidak mungkin ditutup semata karena pengurus takut tertular. Jadi, pengurus dan pengelola masjid pun merupakan pejuang yang perannya tak kalah penting dibandingkan dengan berbagai profesi lain.
Warga masyarakat yang patuh mengikuti imbauan pemerintah, MUI, pengurus masjid, dan berbagai pihak terkait dengan upaya menanggulangi penyebaran virus Corona dan tidak malah menyebarkannya, juga merupakan pejuang. Semua perlu mendapatkan apresiasi.
*
Terakhir, mengenai salat Jumat berjamaah di masjid tidak perlu dipolitisasi, dibesar-besarkan, dan dijadikan agenda tersembunyi. Negara dan bangsa sedang dalam kesulitan. Jangan memancing di air keruh.
Terima kasih telah menyimak hingga akhir. Mohon maaf kurang-kurangnya. Wassalam. *** Sekemirung, 19 Maret 2020