Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengapa Siswi Imut Harus Jadi Pembunuh?

10 Maret 2020   13:41 Diperbarui: 10 Maret 2020   16:09 656
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
tulisan dan gambar nf sebelum membunuh - .tribunnews.com

Pembunuhan yang dilakukan NF (15 tahun) seorang siswi SMP terhadap APA (6 tahun) di Sawah Besar, Jakarta Pusat, Kamis (5/3/2020) sudah banyak diungkap media. Beberapa aspek kehidupan di seputar si siswi imut sebagai pelaku, maupun si bocah korban yang tak kalah imut, serta pernyataan Polisi menjadi pemberitaan hangat beberapa hari ini.

Kalau benar orangtua korban sudah melapor ke Polisi, dan bahkan semalaman -saat puterinya tidak pulang- si ibu korban mencari-cari puterinya, maka bolehlah disebut warga di sekitar lokasi kejadian (dan Polisi) telah terkecoh oleh prasangka sendiri.

Luar biasa memang kejadiannya. Di sana tampak mudah dan sederhana menjadi seorang pembunuh. Kekejian itu dilakukan oleh seorang siswi SMP dengan daya nalar kriminal unggul. Merencanakannya (dengan tulisan dan gambar-gambar) saja tidak mudah, apa lagi menjalaninya. Ia menjadi pemikir sekaligus eksekutor.

*

Penculikan, Tidak Menyangka

Peristiwanya memang sudah terjadi, tidak ada yang memergoki karena terjadi. NF tinggal di lantai dua rumah orangtuanya, punya kamar maupun kamar mandi sendiri. Karenanya pelaku dengan leluasa menjalankan aksinya.

Media asyik mengulang-ulang cara pembunuhan, yaitu dengan membenamkan korban ke bak mandi di rumah si pelaku. Tapi tidak mewartakan kondisi sekeliling saat peristiwa terjadi. Hal-hal itu yang luput dari pengamatan warga, dan bahkan tidak diulas oleh media.

Dua hal itu yang membuat warga maupun orangtua korban kurang teliti pada data paling akurat, yaitu korban berteman dan sering bermain dengan pelaku. Sementara pelaku dikenal pendiam dan jarang keluar rumah sepulang sekolah.

Tidak adakah saksi mata yang melihat terakhir kalinya korban berada di mana? Mengapa tiba-tiba muncul kesimpulan bahwa korban menjadi korban penculikan? Tanpa bukti maupun saksi mata. Bukti penculikan -misal permintaan tebusan dari si penculik- jua tidak ada.

Dan yang lebih memprihatinkan, adanya pernyataan bahwa orangtua korban maupun warga yang sekadar tidak menyangka NF pelakunya. Dengan kata lain NF yang dikenal pendiam, berprestasi olahraga maupun akademik, dan berpenampilan solehah; mampu mengecoh banyak orang.

*

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun