Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Resepsi Pernikahan, Tidak Diundang tapi Bertandang

15 Januari 2020   15:00 Diperbarui: 15 Januari 2020   15:24 279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
banjir pun ikut datang padahal tidak diundang | liputan6.com

Menikah itu bukan semata persoalan menjadikan dua lajang sah sebagai suami isteri. Sah secara agama maupun hukum negara. Tetapi juga "menyatukan" mereka. Hal lain yang penting, persiapan menuju ke pelaminan itu. Sehat jasmani dan rohani, memiliki mata pencaharian sendiri, mampu saling berbagi dalam suka dan duka, memiliki pengetahuan dan pemahaman agama yang memadai -baik si lelaki sebagai bapak rumahtangga maupun si isteri sebagai ibu rumahtangga-, dan berbagai persiapan lain.

Tak kalah penting yaitu mengumumkan pernikahan tersebut kepada sanak-kerabat, teman, dan warga sekeliling.  

Mengumumkan bahwa si gadis dan di jejaka sudah duduk di pelaminan. Lepas dari apapun latar belakangnya: nikah paksa, dijodohkan, cinta kilat, by accident, tertangkap hansip, atau lainnya. Dan itu artinya, kisah kedekatan -bahkan asmara mereka- dengan siapapun sebelumnya (bila memang ada) dianggap tamat. Tidak ada lagi yang boleh coba-coba mengganggu mereka.

Demikian pun mereka, tidak boleh lagi mendua, mentiga, dan seterusnya dalam hal perhatian, kasih-sayang, ekonomi. Kedua pangantin, dan juga kedua keluarga besar harus siap dengan kendisi yang berubah. Sementara itu pasangan pengantin baru itu mulai mengarungi samudra kehidupan, dengan segenap pahit-getirnya, sebagai pasangan suami isteri.

*

Terkait dengan urusan "mengumumkan" maka diadakanlah resepsi, hajatan, dan pesta dengan mengundang orang lain. Acara itu menandai kebahagiaan, sekaligus permintaan doa dari segenap undangan agar kedua mempelai menjadi pasangan yang --seperti latah diucapkan- sakinah, mawadah, warahmah. Menjadi pasangan yang selalu rukun, sukses, dan bahagia. Kalau zaman dulu ditambahi doa: banyak anak, murah rezeki, panjang umur hingga kakek-nenek, dan seterusnya.

Mereka yang diundang dalam resepsi merupakan orang-orang pilihan. Dipilih karena pertimbangan dan kondisi tertentu. Misal, resepsi terlaksana sederhana saja dengan jumlah undangan sangat terbatas.  

Ada yang setelah acara ijab-kabul dilanjutkan dengan pesta kecil, makan-minum, dan bersalam-salaman. Ada pula yang memilih hari lain -minggu atau bulan berikutnya- misalnya karena salah satu calon pengantin buru boleh menikah setelah selesai ikatan dinas. Alasannya lain:  tersediaan biaya, menunggu gedung yang dipilih kosong, atau menunggu kesempatan keluarga jauh dapat berkumpul.

*

Ihwal undangan resepsi pernikahan menjadi pemikiran tersendiri bagi pasangan yang hendak menikah maupun kedua keluarga besar mereka. Sering karena pihak perempuan dan pihak lelaki mengadakan resepsi sendiri-sendiri, hingga jumlah yang diundang lebih leluasa. Artinya, bisa lebih banyak. 

Tetapi bila resepsi diadakan sekali saja (meski mungkin domisili kedua pengantin berlainan kota) jumlah undangan menjadi lebih leluasa. Pihak keluarga perempuan sebagai penyelenggara hajatan berhak mendapatkan jumlah undangan yang lebih banyak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun