Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pro-Kontra Berinfak di Jalan, Surabaya, dan Manusiawi

14 Mei 2019   22:56 Diperbarui: 14 Mei 2019   23:00 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
cara mudah berinfak/wartakota.com

Jalan raya menjadi tumpuan setiap aktivitas warga masyarakat. Tugas utamanya sebagai penampung arus lalu-lintas kendaraan mulai dari sepeda hingga truk dan tronton, termasuk pejalan kaki. Peran lain jalan raya sebagai tempat untuk melakukan pawai/arak-arakan/karnaval, festival jalanan, car free day, hingga peran sebagai lokasi unjuk rasa/demo dan bahkan tawuran dan limpahan banjir.

Satu lagi, jalan raya juga menjadi ajang untuk mengais rezeki bagi tukang parkir, pengasong, pengamen, gelandangan dan pengemis. Tak jarang perbaikan jalan dan pembangunan rumah ibadah pun memanfaatkan jalan raya untuk mendapatkan sumbangan dan infak/'sedekah. Namun, permintaan sumbangan ini semestinya lebih mudah untuk diatur/ditertibkan.

Kembali pada betapa kompleksnya peran jalan raya, terutam di kota-kota besar. Situasinya jadi sibuk, bising, ribet, dan tak teratur. Begitulah yang sering dikeluhkan warga kota. Belum lagi bila terjadi penyempitan jalan, atau pertemuan dua/tiga arus lalu-lintas, jalan rusak, atau bpengalihan arus; maka kemacetan parah tak terhindarkan.

Dengan begitu memberi infak/sedekah di jalan memunculkan problem lain yang tak mudah diurai.

*  

Membicarakan sedekah/shodaqoh (sesuai tema) kita perlu menyimak surat Al-Baqarah ayat 195 (yang artinya): Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik" (Q.S. Al-Baqarah 2:195)

Yang dimaksud frasa "membelanjakan harta di jalan Allah" yaitu  melaksanakan zakat, infak/infaq, dan sedekah.

Zakat yaitu sebagian harta (yang telah mencapai syarat tertentu dan diwajibkan oleh Allah untuk dikeluarkan) yang diberikan seseorang kepada yang berhak menerima, dengan persyaratan tertentu pula. Tujuannya agar keseluruhan harta (yang dizakati) tersucikan, bersih, baik, berkah, tumbuh, dan berkembang.

Infak adalah sebagian harta atau pendapatan/penghasilan yang dikeluarkan seseorang untuk suatu kepentingan yang diperintahkan ajaran Islam.

Zakat ada nisabnya, sedangkan infak dan sedekah tidak mengenal nisab.

Zakat harus diberikan kepada mustahik (8 asnaf), sedangkan infak diberikan boleh kepada siapa sajas, misalnya untuk kedua orangtua, anak yatim, dan sebagainya (Q.S. Al-Baqarah: 215).

Infak dikeluarkan oleh setiap orang yang beriman, baik yang berpenghasilan besar maupun kecil, baik pada saat lapang maupun sempit (Q.S Ali Imran: 134)

Dengan demikian, pengertian sedekah hampir sama dengan infak, termasuk juga hukum dan ketentuan-ketentuannya. Bedanya, infak berkaitan dengan materi; sedekah menyangkut hal-hal yang bersifat non materiil (lebih luas). Contoh, senyum bisa menjadi sedekah, menyingkirkan paku di jalan supaya tidak membahayakan orang juga sedekah.  Sumber.

Dengan demikian pemberian uang di jalan (untuk pengemis-anak jalanan-pengamen, perbaikan jalan, atau untuk pembangunan masjid/pesantren misalnya) lebih tepat disebut infak. Demikianpun kita sudah terbiasa menyebut sumbangan sebagai sedekah. Untjuk selanjutnya kedua kata itu disebut bersamaan.

*

Memberi infak/sedekah itu perbuatan sangat terpuji. Namun, kesadaran demikian belum optimal dilakukan setiap muslim. Masih banyak orang mampu, berharta, berkelimpahan yang sikapnya rakus dan sekaligus pelit-medit-kikir. Mereka tampak dermawan sekadar untuk mencari pujian.

Keadaan ini menjadi tantangan bagi para ulama, ustadz dan tokoh masyarakat untuk bekerja lebih keras mensyiarkan hal-hal yang seharusnya dalam masalah zakat, infak dan sedekah. Akan lebih baik mereka memberi keteladanan.

Sementtara itu kita lihat dari hari ke hari jumlah pengamen, gelandangan dan pengemis yang berkeliaran di jalan-jalan kota, di pasar, di pusat keramaian, dan bahkan di tempat-tempat wisata ziarah maupun pemakaman umum makin banyak. Tentu saja pemerintah melalui dinas sosial, badan-badan sosial dan perseorangan sudah bekerja dengan baik. Tetapi agaknya belum cukup, masih diperlukan banyak terobosan agar permasalahan sosial tersebut tertangani dengan lebih baik.  

Selain infak dan sedekah, kita kenal pula kewajiban setiap Muslim untuk berzakat (fitrah dan mal) sesuai ketentuan dan syarat tertentu. Bila pengumpulan zakat mal (zakat kekayaan) dapat dioptimalkan penerimaannya, pengelolaannya pun tertata dengan baik, semestinya kaum duafa,dan fakir-miskin dapat disantuni dengan memadai. Mereka tidak harus berkeliaran di jalan-jalan dan tempat-tempat umum lainnya.

Dengan dua kondisi ideal itu sebenarnya ,asal;ah pro-kontra pemberian infak/sedekah di jalan mudah dicarikan jalan keluarnya. Orang tidak perlu merasa bersalah bila tidak memberi infak/sedekah, dan sebaliknya semua pihak yang terkait harus bekerja keras mencari solusi agar peminta-minta di jalan diminimalisir, bahkan dihilangkan.

*

Niat orang untuk memberi infak dan sedekah merupakan perbuatan yang sangat baik. Dengan adanya niat pun orang yang bersangkutan sudah mendapatkan pahala.

Tidak perlu menunggu kaya atau mampu untuk menjadi penderma. Tidak perlu mencari yang jauh untuk diberi infak/sedekah. Utamakan yang dekat-dekat dulu, saudara atau tetangga. Namun, berderma apapun namanya bukan untuk dipuji orang, bukan untuk pamer, apalagi demi menghina orang lain.

Mengajari anak-anak untuk sejak kecil agar mudah berempati, suka menolong, tidak egois dan mau menang sendiri dalam hak kepemilikan, itu kewajiban setiap orangtua dan para pendidik.

*

Setelah niat, kemudian ikhlas. Dengan ikhlas maka infak/sedekah yang ada boleh kita serahkan kepada siapa saja. Tidak harus kepada peminta-minta di jalan.  

Pengemis dan pengamen, gelandangan dan anak-anak jalanan, sering memunculkan kekumuhan kota, kesemrawutan, dan hambatan kelancaran berlalu-lintas. Itu sebabnya sejumlah kota memberi denda kepada pengendara yang memberi infak/sedekah di (pertigaan/perempatan) jalan.

Niat baik di jalan itu tak jarang justru disalahgunakan. Pengamen dan pengemis sering terang-terangan menggunakan uang mereka untuk membeli minuman keras, ngelem, membuat tattoo dan/atau pakai anting pada sekujur tubuh.

Yang memprihatinkan ada kalanya pengamen dan pengemis cilik justgru dipekerjakan oleh ibu mereka masing-masingl. Tak sedikit pula yang menjadi sapi-perahan para preman dan penjahat kambuhan. 

Dengan alasan itu memberi infak/sedekah menjadi tidak tepat sasaran. Niat baik berfinfak/sedekah dimanfaatkan oleh orang lain untuk hal-hal buruk

*

Pemerinah daerah perlu meniru cara yang diterapkan Pemda Kota Surabaya dalam menangani masalah anak jalanan, pengemis dan gelandangan. Saya mendengar cerita ini (sudah agak lama) dari seorang kawan (pujian secara tidak langsung atas kinerja Walikotanya Bu Tri Rismaharini) yang kebetulan kakaknya bekerja (sebagai salah satu pejabat) di Dinsos kota tersebut. 

Pemda tidak dengan semena-mena mengusir mereka. Ada proses panjang, sedikit demi sedikit dan berkesinambungan, sebelum kota itu menjadi seperti sekarang. Kerja keras perangkat dinas sosial (kota dan provinsi) yang didukung segenap warga kota memberi hasil sangat baik.

Bila ditelusuri ke belakang. pertama-tama dinas memetakan dan mendata tempat operasi mereka. Lalu malam hari melihat mereka di rumah-rumah penampungan mereka. Tahap selanjutnya memberi mkasukan agar tidak kembali ke jalan, dan membujuk untuk pulang kampung.

Singkat cerita dengan memberi keterampilan dan modal kerja mereka  bersedia pulang kampung halaman. Ada kesepakatan untuk tidak kembali ke kota. Bila kembali langsung ditangkap, dan diberi sanksi/hukuman.

Untuk pekerjaan itu pada awal-awal tugasnya sebagai walikota Ibu Walikota rutin berkeliling kota malam-malam guna mencari-cari gelandangan-pengemis (yang tidak punya rumah penampungan), sekaligus memantau kinerja bawahannya. Hasilnya bisa kita lihat sekarang.

*

Mudah-mudahan bulan suci Ramadan ini setiap kota memiliki langkah konkrit untuk menjadikan suasana kota aman, nyaman, dan manusiawi. Tidak perlu ada pengamen-pengemis-gelandangan di jalanan. Tidak perlu pula ada semacam keharusan memberi infak/sedekah di jalan. Semua hal sudah diurus dengan lebih profesional, berlandasan pemahaman dan praktik sesuai dengan tuntunan. Insya Allah. *** 14 Mei 2019

*

Gambar

              

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun