Mohon tunggu...
Sugiyanto Hadi Prayitno
Sugiyanto Hadi Prayitno Mohon Tunggu... Penulis - Lahir di Ampel, Boyolali, Jateng. Sarjana Publisistik UGM, lulus 1982. Pensiunan Pegawai TVRi tahun 2013.

Pensiunan PNS, penulis fiksi. Menulis untuk merawat ingatan.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Bikin Reportase Video dan Berburu Kudapan Berbuka

12 Mei 2019   21:55 Diperbarui: 12 Mei 2019   21:59 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
goreng pisang goroho dan sambal ikan roa - www.exploremanado.com

Membuat video itu satu hal, dan berburu makanan/minuman atau kudapan untuk berbuka itu hal  lain. Dua aktivitas berbeda itu dapat disatukan pada jelang waktu berbuka. Bikin video itu asyik, berburu kudapan di tempat baru pun asyik sekali, terlebih bgi para perantau dan pelancong.

Sebelum lanjut perlu diperjelas dulu bahwa tema hari ini terkait berburu takjil. Pemahanam kita, takjil dimaknai sebagai makanan kecil dan minuman, atau kudapan, untuk membatalkan puasa (berbuka).Ternyata sebutan itu tidak tepat. Arti kata takjil (lafal yang tepat ta'jil) sebenarnya adalah bersegera, atau menyegerakan, untuk berbuka.

Anjuran itu (sunah Nabi) dengan catatan, sudah masuk waktunya. Jadi jangan mendahului. Sebab berbuka satu menit pun mendahului adzan akan sia-sia puasa kita. Puasa tidak sah, dan tentu pahala tidak ada. Lapar dan dahaga saja didapat. Sekarang ini dengan banyaknya masjid (yang letaknya saling berdekatan) seolah terjadi lomba untuk saling mendahului mengumandangkan adzan.

Ada masjid dan siaran radio yang mengumandangkan adzan Maghrib lebih awal dari jadwal yang seharusnya (jadwal MUI setempat). Orang yang kurang cermat memperhatikan waktu Maghrib pasti merugi karena berbuka sebelum waktunya.

*

Kembali ke tema awal, khususnya mengenai membuat reportase video. Sekarang ini membuat bahan informasi seperti itu bisa dilakukan sendiri saja. Cukup menggunakan kamera digital, atau smartphone. Bila ada, tambah bantuan helicam atau drone lebih baik. Kekinian, dan canggih.

Media televisi mainstream pun sudah terbiasa menayangkan hasil karya para 'citizen journalism', pawarta/jurnalis warga, dan para amatir. Kualitas hasil karya amatir tentu jauh berbeda dibandingkan dengan para professional. Tetapi bila kita mau sedikit mencermati, tak sulit untuk meniru. Yang jelas aspek teknis bukan menjadi kendala yang berarti lagi.

*

Membuat reportase menggunakan video/gambar bergerak tentu perlu pengetahuan dan keahlian tersendiri. Soal teknik pengambilan gambar dan suara tidak seribet dulu. Sekarang prosesnya bisa instan saja. Dengan kamera ponsel pun jadilah. Perekam audio-video sudah menyatu. Namun, pemahaman tentang sudut pengambilan, ukuran gambar, pencahayaan, kontinyuitas, dan kualitas gambar maupun suara sedikit banyak harus diperhatikan.

Itu beberapa hal elementer agar kita mendapatkan gambar dan suara yang filmis, lebih artistik, minimal enak dilihat dan diikuti.

Perihal informasi yang ingin disampaikan meski selintas kaitkan dengan keterangan tempat, waktu, pelaku/pedagang/pekerja, dan aktivitasnya, berwujud gambar, suara, dan tulisan. Hal-hal lain dapat pula diperoleh dari dialog/obrolan yang sengaja dilakukan agar dokumentasi itu mudah dipahami penonton dan lengkap.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun